Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari 670 orang diperkirakan tewas akibat tanah longsor dahsyat di Papua Nugini, menurut perkiraan badan migrasi PBB pada Ahad, 26 Mei 2024, saat upaya penyelamatan terus berlanjut. Sedangkan ratusan orang lainnya dikabarkan masih hilang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Media di negara Pasifik Selatan di utara Australia sebelumnya memperkirakan tanah longsor pada Jumat, 24 Mei 2024 telah mengubur lebih dari 300 orang. Namun setelah lebih dari 48 jam, International Organization for Migration (IOM) mengatakan jumlah korban tewas mungkin lebih dari dua kali lipatnya, karena tingkat kehancuran masih belum jelas dan kondisi berbahaya yang terus berlanjut di lapangan menghambat upaya bantuan dan penyelamatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala misi IOM Serhan Aktoprak mengatakan, perkiraan jumlah korban tewas itu berdasar pada informasi yang diberikan oleh para pejabat di Desa Yambali di provinsi Enga, yang menyebut lebih dari 150 rumah terkubur akibat tanah longsor pada Jumat.
“Tanah masih longsor, bebatuan berjatuhan, tanah retak karena tekanan yang terus meningkat dan air tanah mengalir sehingga kawasan tersebut menimbulkan risiko ekstrem bagi semua orang,” kata Aktoprak dikutip dari Reuters.
Profil Papua Nugini
Dikutip dari Britannica, Papua Nugini sebuah negara di Oceania yang terletak di bagian timur Pulau Papua dan memiliki kurang lebih 600 pulau. Di sebelah barat berbatasan dengan Indonesia, di sebelah tenggara Laut Solomon , dan Laut Bismarck di sebelah utara.
Iklim negara ini tropis dengan curah hujan yang tinggi, terutama di daerah pegunungan yang mendominasi bentang alamnya. Gunung Wilhelm adalah puncak tertinggi di Papua Nugini dengan ketinggian 4.509 meter.
Pada abad ke-19, wilayah ini menjadi bagian dari kolonialisme Eropa, dengan Inggris dan Jerman menguasai berbagai bagian dari pulau tersebut. Pada 1900-an, Papua Nugini menjadi wilayah yang diadministrasikan oleh Australia hingga memperoleh kemerdekaannya pada 16 September 1975.
Papua Nugini bergabu ng dengan Persemakmuran, sekelompok negara yang memiliki hubungan dengan Inggris. Pulau Bougainville memperjuangkan kemerdekaannya pada 1988–1998, namun tetap berada di Papua Nugini.
Pemerintahan dan masyarakat
Papua Nugini negara demokrasi parlementer dengan sistem pemerintahan konstitusional. Kepala negara adalah Ratu Elizabeth II yang diwakili oleh Gubernur Jenderal, sementara kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri. Parlemen Nasional Papua Nugini terdiri dari satu kamar dengan anggota yang dipilih melalui pemilihan umum.
Untuk masyarakat, ada lebih dari 700 kelompok etnis berbeda tinggal di Papua Nugini. Kelompok itu dibagi menjadi dua kategori, yakni Papua dan Melanesia. Penduduk Papua merupakan mayoritas penduduknya. Mereka sebagian besar tinggal di pulau New Guinea. Masyarakat Melanesia tinggal di dekat pantai dan pulau-pulau lain.
Bahasa resmi bahasa Inggris, tetapi ada lebih dari 800 bahasa lokal yang digunakan, menjadikannya salah satu negara dengan keanekaragaman linguistik tertinggi di dunia. Bahasa Tok Pisin dan Hiri Motu juga digunakan secara luas sebagai bahasa pengantar.
Ekonomi dan demografi
Ekonomi Papua Nugini terutama didorong oleh sektor pertambangan dan pertanian. Negara ini kaya akan sumber daya alam, termasuk emas, tembaga, minyak, dan batu bara. Namun sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Pertanian memainkan peran penting dalam perekonomian dengan komoditas utama seperti kopi, kakao, dan minyak kelapa sawit.
Dikutip dari laman climateknowledgeportal.worldbank.org, pada 2020 populasi Papua Nugini yang berjumlah 8 juta orang masih muda dan terus bertambah. Kemudian 87 persen penduduknya tinggal di daerah pedesaan. Papua Nugini menduduki peringkat kesepuluh negara paling rentan di dunia terhadap risiko perubahan iklim.
Pilihan editor: Tak Ada WNI Jadi Korban Tanah Longsor di Papua Nugini