Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam Perjalanan Apostolik ke-45 Paus Fransiskus ke empat negara, ada satu kota kecil yang masuk dalam agendanya. Kota itu kota terpencil di Papua Nugini, bernama Vanimo. Mengapa Vanimo menarik perhatian Paus? Siapa yang ditemuinya di sana. Berikut profil kota kecil Vanimo dan kelompok misionaris yang menjadi sorotan utama dalam kunjungan Paus kali ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bertemu Misionaris di Vanimo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paus Fransiskus dijadwalkan terbang ke Vanimo, sebuah kota terpencil di Pantai barat laut Papua Nugini, Minggu, 8 September 2024. Ia akan bertemu dengan komunitas Katolik kecil yang dilayani kelompok misionaris asal Argentina, Institute of the Incarnate Word (IVE). Argentina adalah negara kelahiran Paus Fransiskus dan di Vanimo, ia akan bertemu dengan saudara-saudaranya.
Dalam sebuah wawancara dengan Vatican News, Pastor Miguel de la Calle, dari IVE, mengungkapkan keyakinannya bahwa kunjungan Paus Fransiskus akan memberikan "dorongan yang signifikan" bagi upaya evangelisasi yang sedang berlangsung di wilayah misi yang masih muda ini.
Letak Geografis Vanimo
Entri dalam Britannica menyebutkan Vanimo, kota pelabuhan, berada di pulau Nugini, barat laut Papua Nugini, barat daya Samudra Pasifik. Terletak di semenanjung yang dikelilingi oleh pantai pasir putih yang menghadap ke Samudra Pasifik, Vanimo berjarak sekitar 32 km di sebelah timur perbatasan dengan bagian barat Indonesia.
Berada di dataran aluvial yang berdrainase baik yang ditutupi hutan hujan dataran rendah, kota ini merupakan pusat perkayuan dengan penggergajian dan pelabuhan untuk pengiriman kayu ke luar negeri.
Beberapa kopra diproduksi di sepanjang pantai. Pada akhir 1990-an, sebuah zona perdagangan bebas industri dan komersial yang dibebaskan dari bea masuk dan bea keluar didirikan di Vanimo.
Pada awal abad ke-21, kawasan ini telah menarik minat investor asing, dan perbaikan infrastruktur di area pelabuhan pun direncanakan. Jalan raya membentang dari barat ke Wutung di perbatasan Indonesia dan ke selatan ke Bewani, dan jalan pesisir yang menghubungkan ke Aitape di timur. Layanan udara, bus, dan feri menghubungkan Vanimo dengan Jayapura, Indonesia. Jumlah penduduk saat ini, menurut data yang disajikan ABC News, adalah 11.000 jiwa.
Kota pesisir ini mungkin lebih dikenal sebagai tujuan wisata selancar.
Kondisi Sosial
Vanimo adalah kota yang sederhana, dengan dua supermarket, dua pom bensin dan sebuah rumah sakit, kata Pastor Agustin Prado, salah satu misionaris kepada Reuters. Ia mengatakan hubungan antara Vanimo dan Vatikan dimulai setelah saudaranya, Pastor Martin, memimpin sekelompok umat ke Roma pada 2019.
"Ini adalah kota yang sangat miskin, tidak terlalu banyak pembangunan," katanya. "Semuanya harus datang dengan kapal. membutuhkan banyak waktu."
Mobil dan bahan bakar untuk rombongan Kepausan telah dikirim lebih dulu oleh Pasukan Pertahanan Papua Nugini, sementara Paus akan melakukan perjalanan dengan pesawat Pasukan Pertahanan Australia untuk memenuhi kebutuhan kursi roda yang sering digunakannya karena sakit lutut dan punggung.
Margaret Vella, seorang penggalang dana yang berbasis di Sydney untuk keuskupan Vanimo yang telah melakukan enam perjalanan sejak pertama kali berkunjung pada 2012, mengatakan bahwa penduduk setempat sering bergantung pada Gereja untuk pendidikan dan kebutuhan dasar lainnya.
Dia telah mengirim pengiriman rutin ke komunitas Katolik yang kecil namun taat, termasuk cat, tangki air, dan pada suatu kesempatan, beberapa tong anggur untuk biara biarawati Argentina yang juga ditempatkan di sana.
Di kota Vanimo, transportasi juga menjadi masalah besar. Untuk menyambut kedatangan Paus, "Beberapa orang telah berjalan kaki berhari-hari karena langkanya transportasi," seorang imam misionaris Argentina di Vanimo, Papua Nugini.
Kedatangan Misionaris dari Argentina
Dilansir Vatican News, Institute of the Incarnate Word (IVE) telah hadir di Papua Nugini sejak 1997.
Pastor Miguel tiba di Vanimo pada September 2015, bergabung dengan komunitas yang terdiri dari enam imam, dua di antaranya adalah biarawan kontemplatif.
Imam lain, Pastor Tomás Ravaioli, terlibat dalam Konferensi Waligereja di negara itu, yang bekerja menerjemahkan keempat Injil ke dalam bahasa setempat dan memajukan upaya kanonisasi orang Papua yang pertama kali diberkati, Petrus ToRot.
"Sejak tahun 1997," kenang Pastor Miguel, "para misionaris IVE yang pertama telah bekerja tanpa kenal lelah, memulai Seminari Tinggi Keuskupan dengan Uskup Cesar Bonivento dari PIME. Kami dipercayakan dengan sebuah paroki di pesisir pantai, Tritunggal Mahakudus, dan kami juga melayani di daerah-daerah hutan terpencil."
Tantangan Para Misionaris
Tantangan di sebuah surga terletak di barat daya Pasifik, sebelah utara Australia, Papua Nugini adalah salah satu negara dengan indeks pembangunan manusia terendah.
Dengan lebih dari tujuh juta orang dari berbagai kelompok etnis dan lebih dari 800 dialek, tantangan untuk menyebarkan Injil dalam konteks seperti ini sangat besar.
"Tantangannya tak terhitung," kata Pastor Miguel kepada Vatican News, "bagi kami yang datang dari jauh, seperti dari Argentina ke tanah tropis ini.
"Ada banyak tantangan - alam, kurangnya jalan, kemiskinan masyarakat yang hidup tanpa listrik, air bersih, atau gas alam, dalam ekonomi subsisten seperti memancing, berburu, dan bertani. Namun, kebutuhan terbesar adalah akses ke layanan kesehatan dan pendidikan," katanya.
Pastor Miguel mengungkapkan keyakinannya bahwa kunjungan Paus Fransiskus akan memberikan "dorongan yang signifikan" bagi upaya evangelisasi yang sedang berlangsung di wilayah misi yang masih muda ini.
"Injil tiba di Vanimo hanya 50 tahun yang lalu, jadi kami memiliki Gereja yang sangat muda dan antusias," katanya. "Antisipasi untuk kunjungan Paus sangat besar. Orang-orang datang dari berbagai penjuru - dari hutan, pegunungan, dari Indonesia di seberang perbatasan, dari provinsi-provinsi lain."