Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Qatar Keluar OPEC Mulai 1 Januari 2019, Ini Alasannya...

Pada 3 Desember kemarin, Qatar memutuskan keluar dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) per 1 Januari 2019.

13 Desember 2018 | 11.18 WIB

Markas OPEC di Wina, Austria.[REUTERS]
Perbesar
Markas OPEC di Wina, Austria.[REUTERS]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 3 Desember kemarin, Qatar memutuskan keluar dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) per 1 Januari 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Saad al Kaabi, Menteri Energi Qatar mengatakan keputusan untuk mundur dari OPEC datang setelah Qatar meninjau perannya secara internasional dan merencanakan strategi jangka panjangnya, menurut laporan Reuters, yang dikutip Tempo pada 12 Desember 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Uni Emirat Arab menyatakan keluarnya Qatar dari OPEC tidak akan mempengaruhi produksi minyak dunia.

Saad al Kaabi.[REUTERS]

Menteri Energi UEA Suhail al-Mazrouei mengatakan bahwa UEA tidak memahami keputusan Qatar untuk mengundurkan diri dari OPEC, yang mana menteri negara Qatar untuk urusan energi mengatakan pekan lalu adalah langkah yang strategis.

Qatar, salah satu produsen minyak OPEC terkecil tetapi salah satu eksportir gas alam cair (LNG) terbesar, terlibat dalam perselisihan dengan anggota OPEC Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Qatar menghasilkan minyak sebesar 600.000 barel per hari, dibandingkan Arab Saudi yang mampu menghasilkan 11 juta barel minyak per hari.

Pengamat dan penulis "The Gulf States in International Political Economy" Kristian Coates Ulrichsen, mengatakan di New York Times bahwa pengumuman mengejutkan Qatar adalah tanggapan strategis atas boikot berkelanjutan yang berlangsung 18 bulan oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir.

Raja Salman membuka KTT Teluk yang digelar Dewan Kerjasama Teluk pada Ahad, 9 Desember 2018 di Riyadh, Arab Saudi. Arab News

Keputusan Qatar untuk menjauh dari konsensus wilayah di antara anggota OPEC Teluk adalah pengingat ketegangan regional yang timbul dari ketegasan Arab Saudi, yang dipimpin oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman.

Perseteruan ini merambah hingga ke Dewan Kerja sama Teluk (GCC) di mana enam negara tempat Qatar dan tiga dari para pengkritiknya menjadi anggota dan mengadakan pertemuan tahunannya pada hari Minggu pekan ini.

Tamim bin Hamad al Thani, emir Qatar, tidak menghadiri dewan dan mengirim delegasi tingkat yang lebih rendah sebagai gantinya. Kuwait dan Oman juga melihat juga menyoroti keputusan Qatar dengan cermat.

KTT Negara-negara Teluk tidak membahas blokade Qatar, dan keretakan di teluk tetap tidak terpecahkan.

 

Beralih ke Gas Alam Cair

Dengan menjadi yang pertama dari negara-negara Teluk kaya energi untuk menarik diri dari OPEC, Qatar telah mengisyaratkan ketidaksetujuannya dengan organisasi yang dianggap tunduk pada campur tangan Arab Saudi.

Campur tangan Arab Saudi sangat jelas selama pertemuan bulan April 2016 di Doha, ibu kota Qatar, ketika Pangeran Mohammed, putra mahkota Saudi, campur tangan untuk menggagalkan kesepakatan produksi antara OPEC dan negara-negara non-OPEC.

Emir Tamim telah bekerja keras untuk mengamankan perjanjian baik dalam OPEC dan dengan Rusia, namun Saudi menekan Qatar untuk melarang Iran, sesama anggota OPEC, dan menjatuhkan kesepakatan di tengah-tengah pertemuan.

Pengeboran minyak lepas pantai Qatar.[www.gdi.com.qa]

Kesimpulan Qatar untuk mundur dari OPEC didasarkan pada dua keputusan yang diambil sebelum dan sesudah Arab Saudi dan sekutu-sekutunya memutuskan hubungan dengan Qatar dan memberlakukan blokade pada Juni lalu. Pada April 2017, mereka memutuskan untuk memperluas produksi gas alam secara signifikan untuk meningkatkan kapasitas gas alam sebesar 43 persen menjadi 110 juta ton per tahun.

Pemerintah Qatar juga menanggapi upaya untuk mengisolasi Qatar dengan menempa beberapa perjanjian gas alam jangka panjang dengan mitra di seluruh dunia, termasuk Cina, Jepang dan Inggris, untuk menunjukkan bahwa Qatar tetap terbuka untuk bisnis.

Qatar membuat keputusan strategis untuk mengarahkan sumber daya nasional ke arah gas daripada minyak sebagai tulang punggung kebijakan energinya. Qatar menemukan minyak pada 1939, setahun setelah Arab Saudi dan Kuwait, dan bergabung dengan OPEC pada tahun 1961, namun Qatar tidak pernah menjadi pemain utama di pasar minyak global karena ekspor minyaknya tetap kecil menurut standar Teluk Persia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus