Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Retak Hubungan Dua Sekawan

Kasus pembunuhan Kim Jong-nam di Kuala Lumpur berbuntut panjang. Mengancam hubungan Malaysia dan Korea Utara yang terjalin harmonis selama hampir setengah abad.

13 Maret 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kang Chol angkat kaki dari Kuala Lumpur tepat di saat terakhir. Menumpang sedan Jaguar hitam, Duta Besar Korea Utara untuk Malaysia itu tiba di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur pada pukul 16.45, Senin pekan lalu. Puluhan jurnalis, yang telah menanti sejak siang, langsung mengerubutinya. "Saya prihatin atas tindakan ekstrem pemerintah Malaysia yang bisa merusak hubungan bilateral," ujar Kang kepada para reporter dan juru foto.

Dikawal polisi Diraja Malaysia, Kang bergegas menuju pintu keberangkatan di Gerbang 12 Bandara Kuala Lumpur. Kang menumpang pesawat Malaysia Airlines MH-360. Ia ditemani istri dan cucu perempuannya yang berusia lima tahun. "Kang duduk di tengah di kursi 18-E kelas ekonomi," begitu diberitakan situs CGTN, seperti dikutip Daily Mail. Bocoran foto tiket Kang Chol menunjukkan pria 64 tahun itu tercatat dengan nama Kim Jongamiss.

Pesawat yang ditumpangi Kang lepas landas pada pukul 18.25, lewat 25 menit dari tenggat ultimatum 48 jam yang dipatok Kementerian Luar Negeri Malaysia. Sabtu petang pekan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Anifah Aman mengusir Kang Chol setelah diplomat yang bertugas di Malaysia sejak 26 Juni 2014 itu absen memenuhi panggilan Kementerian. Menurut Anifah, pihaknya telah mengirim nota diplomatik ke Pyongyang, menyatakan Kang berstatus persona non grata. "Dia harus meninggalkan Malaysia," katanya.

Pengusiran Kang Chol adalah buntut dari kasus kematian Kim Jong-nam. Kakak tiri pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, itu tewas di Terminal 2 Bandara Internasional Kuala Lumpur, 13 Februari lalu. Jong-nam, 46 tahun, yang mengantongi paspor dengan nama Kim Chol, meninggal akibat terpapar racun saraf VX saat akan bertolak ke kediamannya di Makau, Cina. VX terdaftar sebagai senjata kimia mematikan.

Doan Thi-huong dan Siti Aisyah, dua tersangka eksekutor Jong-nam, telah diseret ke meja hijau. Doan, 29 tahun, berpaspor Vietnam, dan Siti, 25 tahun, asal Indonesia, terancam hukuman mati. Dua tersangka lain, Muhammad Farid bin Jalaluddin (Malaysia) dan Ri Jong-chol (Korea Utara), dilepas karena kurangnya bukti. Namun polisi masih memburu tujuh pria Korea Utara lainnya. Tiga di antaranya diyakini bersembunyi di kantor Kedutaan Korea Utara di Kuala Lumpur, sementara empat lainnya telah kabur ke Pyongyang.

Kang sejak awal menuduh polisi Malaysia tak transparan. Ia bahkan menuding Malaysia bermaksud merusak citra Korea Utara saat polisi menolak pemulangan jenazah Jong-nam ke Pyongyang. Sikap keras Kang itu awet hingga menit akhir dia di Kuala Lumpur. "Mereka telah melakukan autopsi tanpa persetujuan kami dan menangkap warga kami tanpa bukti yang jelas," ujarnya sebelum naik pesawat dalam penerbangan singgah ke Beijing, Cina.

l l l

Pulangnya Kang Chol tak meredam tensi politik antara Malaysia dan Korea Utara. Insiden itu justru memicu serentetan pertikaian diplomatik. Pyongyang membalas Putrajaya dengan mengusir Duta Besar Malaysia Mohamad Nizan Mohamad. Namun Nizan dan istrinya rupanya lebih dulu hengkang dari Korea Utara. Nizan dipulangkan pada 22 Februari lalu sebagai bentuk protes atas kritik tajam Kang terhadap kepolisian Malaysia.

Tak puas dengan manuver itu, Pyongyang mengambil langkah ekstrem. Mereka melarang semua warga Malaysia, termasuk diplomat, pergi dari negeri komunis tersebut, Selasa pekan lalu. "Ada sebelas warga Malaysia yang tinggal di Korea Utara," kata Wakil Menteri Luar Negeri Malaysia Reezal Merican, merujuk pada tiga anggota staf kedutaan, enam anggota keluarga mereka, serta dua pekerja Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Mereka sekarang terjebak." Dua hari kemudian, dua pekerja di Badan Pangan PBB tersebut, Stella Lim dan Nyanaprakash Muniandy, berhasil keluar dari Pyongyang dan kembali ke Kuala Lumpur.

Mendapat perlakuan begitu, Putrajaya makin naik pitam. Perdana Menteri Najib Razak memerintahkan polisi mencegah semua warga Korea Utara di Malaysia keluar dari negeri itu. "Keputusan mereka menawan warga kami sebagai sandera adalah tindakan menjijikkan dan mengabaikan hukum internasional," ujar Najib. Situs Associated Press memperkirakan ada seribu orang Korea Utara yang tinggal dan bekerja di Malaysia.

Aksi saling balas terjadi dalam hitungan jam. Pada Selasa pekan lalu itu, Najib tengah mengikuti acara pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Indian Ocean Rim Association Ke-20 di Senayan, Jakarta. Ia langsung bertolak ke Petaling Jaya untuk memimpin rapat darurat Dewan Keamanan Nasional--pertama kalinya bagi Najib sejak menjabat perdana menteri pada 2009. "Kami berharap segera ada jalan keluar," ucapnya seusai pertemuan selama 45 menit tersebut.

l l l

Sebelum Kim Jong-nam terbunuh, Malaysia dan Korea Utara sangat akrab. Malaysia adalah satu dari segelintir negara--tak lebih dari 30 negara--yang memiliki kedutaan besar di Pyongyang. Malaysia bahkan menjadi satu-satunya negara yang warganya bisa masuk Korea Utara selama 30 hari tanpa perlu visa. "Korea Utara dan Malaysia telah meneken kesepakatan penghapusan visa pada April 2000," kata Edi Yusup, Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri, saat dihubungi pada Kamis pekan lalu.

Korea Utara lebih dulu bersahabat dengan Vietnam, Kamboja, Indonesia, bahkan Cina. Namun Andray Abrahamian, Direktur Choson Exchange, organisasi nirlaba yang berbasis di Korea Utara, menilai status bebas visa Malaysia menggambarkan kelincahan diplomatik negeri jiran itu. "Paspor (Malaysia) rupanya digdaya. Malaysia dikenal sangat terbuka, tidak terkecuali terhadap Korea Utara," katanya, seperti dikutip CNN.

Malaysia dan Korea Utara menjalin hubungan diplomatik sejak 30 Juni 1973. Ikatan kedua negara itu makin erat pada era Mahathir Mohamad, yang menjabat Perdana Menteri Malaysia mulai 1981. Mahathir merangkul Pyongyang, negeri yang dikucilkan dari pergaulan global. "Amerika Serikat dan negara Barat lainnya saat itu aktif mengkritik dia (Mahathir) tentang isu hak asasi manusia," ujar Oh Ei Sun, peneliti senior di Nanyang Technological University.

Menurut Oh Ei Sun, Mahathir mencoba menangkis tudingan anti-hak asasi itu dengan membangun citranya sebagai jawara negara-negara Dunia Ketiga. Mahathir tidak hanya mengakrabi Korea Utara, yang saat itu dikendalikan pemimpin otoriter Kim Il-sung--kakek Kim Jong-un dan mendiang Kim Jong-nam. "Dia (Mahathir) tak peduli ideologi negara-negara itu. Korea Utara, Kuba, Libya, semua digandeng," ucapnya.

Selain membangun relasi erat antar-rezim, Mahathir membawa Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai penguasa di Malaysia, untuk menempa hubungan dengan Partai Buruh Korea pada 1990-an. Ikatan yang terpupuk lama itu tak luntur tatkala Pyongyang terjepit sanksi internasional akibat peningkatan uji coba senjata nuklir dan program peluru kendali balistik jarak jauh. "Malaysia tetap menjaga kesepakatan," begitu menurut Reuters.

Dzulkifli Mahmud, Kepala Eksekutif Kerja Sama Pembangunan Perdagangan Luar Negeri Malaysia, mengklaim bahwa negaranya berperan vital bagi ekonomi Korea Utara. "Mereka kini melihat Malaysia sebagai pintu gerbang ke pasar Asia Tenggara," ujarnya. Menurut sejumlah pakar, klaim Dzulkifli dinilai berlebihan, apalagi angka perdagangan Malaysia dan Korea Utara hanya senilai US$ 4 juta atau sekitar Rp 53,5 miliar sepanjang 2016.

Hoo Chiew Ping, dosen senior bidang kajian strategis dan hubungan internasional dari National University of Malaysia, mengatakan Korea Utara banyak mengekspor batu bara dan mineral, seperti besi. Sedangkan Malaysia menjual produk makanan olahan untuk konsumsi kaum elite Pyongyang serta minyak sawit. "Nilainya memang kecil, tapi simbolis untuk membangun 'hubungan istimewa' di antara dua negara itu," katanya.

Anggota parlemen Malaysia dari partai oposisi, Partai Keadilan Rakyat, Chua Tian Chang, mengatakan Putrajaya tak pernah menerangkan alasan di balik kedekatannya dengan Pyongyang. "Tidak ada penjelasan mengenai kenapa Malaysia memberi begitu banyak kemudahan bagi Korea Utara," ucapnya kepada Tempo. "Jika tidak ada kasus (tewasnya Kim Jong-nam) ini, dunia tak banyak tahu betapa dekatnya Malaysia dan Korea Utara."

Chua menilai faktor bisnis melatari akrabnya relasi Malaysia-Korea Utara. Menurut dia, Pyongyang, yang dikepung embargo dari banyak negara, mengandalkan bantuan Cina untuk memutar roda ekonomi. Sedangkan Malaysia makin erat bekerja sama bisnis dengan Beijing. "Malaysia mengambil kesempatan ini untuk menjembatani Korea Utara dengan dunia luar," ujarnya. "Adapun Korea Utara menggunakan Malaysia sebagai 'perantara'."

Bukan mustahil kematian Kim Jong-nam bakal mengoyak pertalian Malaysia-Korea Utara. Apalagi jika Pyongyang terbukti mendalangi pembunuhan misterius abang tiri Kim Jong-un tersebut. "Korea Utara dulu pernah melakukan upaya pembunuhan politik yang berujung pada putusnya hubungan diplomatik dengan negara sahabat," kata John Delury, pakar kajian Asia Timur dari Yonsei University Graduate School.

Pada 1983, agen Korea Utara terbukti mendalangi peledakan sebuah bom di Yangon. Serangan itu dimaksudkan untuk membunuh Presiden Korea Selatan Chun Doo-hwan, yang melawat ke bekas ibu kota Myanmar itu. Chun selamat, tapi ledakan bom menewaskan lebih dari 20 orang. Pemerintah Myanmar berang, lantas memutus tali diplomatik dengan Pyongyang selama lebih dari satu dasawarsa. "Ketika itu, Korea Utara dan Myanmar sangat erat, melebihi hubungan dengan Malaysia saat ini," ujar Delury.

Di Kuala Lumpur, Najib Razak memastikan Putrajaya masih akan menjaga hubungan diplomatik dengan Pyongyang. "Kita perlu saluran untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan mereka," katanya kepada wartawan selepas menemui anggota parlemen, Rabu pekan lalu. Menurut Najib, tali diplomatik perlu dipertahankan demi keselamatan warga Malaysia yang masih terjebak di Pyongyang. "Kita tidak akan menutup kedutaan."

Mahardika Satria Hadi (Channel News Asia, CNN, The Star, Daily Mail, Asia Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus