Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI menjelaskan alasan Indonesia menolak proposal pembahasan dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uyghur dan muslim lainnya di Xinjiang oleh China. Proposal itu diajukan oleh negara-negara Barat dalam Dewan HAM PBB pada Kamis, 6 Oktober 2022.
Baca juga Anggota Dewan HAM PBB Tolak Bahas Kasus Muslim Uyghur, termasuk Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Achsanul Habib mengatakan, Indonesia tidak ingin ada politisasi Dewan HAM yang terkait rivalitas politik. Dia menyebut, keputusan ini diambil setelah berkomunikasi dengan berbagai pihak, termasuk negara-negara Barat yang mengajukan proposal tersebut dan negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang juga berada di Dewan HAM PBB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"OKI sepakat Dewan HAM sesuai mandatnya tidak boleh digunakan dengan tujuan yang politis. Kami berharap Dewan HAM tidak pilih-pilih, selektif dalam memilih isu yang dibahas," kata Habib dalam jumpa pers virtual, Jumat, 7 Oktober 2022.
Habib memahami bahwa pembahasan mengenai Uyghur ini terjadi di tengah ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China. Ia menegaskan Indonesia akan bekerja sama dengan semua pihak.
Dalam pemungutan di Dewan HAM mengenai Uyghur, 17 negara mendukung, 19 menolak, dan 11 abstain termasuk Malaysia dan Libya, serta Ukraina. Ini merupakan kemenangan bagi China karena berusaha untuk menghindari pengawasan lebih lanjut terutama oleh Dewan HAM PBB.
Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris termasuk di antara negara-negara yang mengajukan mosi tersebut. Penolakan mosi ini baru pertama terjadi lagi sejak 16 tahun silam.
Pengamat melihat ini sebagai kemunduran bagi upaya akuntabilitas, otoritas moral Barat atas hak asasi manusia dan kredibilitas PBB itu sendiri.
"Ini adalah bencana. Ini benar-benar mengecewakan," kata Dolkun Isa, presiden Kongres Uyghur Dunia. Ibunya meninggal di sebuah kamp dan dua saudara lelakinya hilang."Kami tidak akan pernah menyerah tetapi kami sangat kecewa dengan reaksi negara-negara Muslim," katanya.
Selain Indonesia, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Pakistan menolak mosi tersebut, dengan alasan risiko mengasingkan China. Phil Lynch, direktur Layanan Internasional untuk Hak Asasi Manusia, melalui Twitter menyebut catatan pemungutan suara itu "memalukan".
Sebelumnya, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima pada Jumat, 7 Oktober 2022, Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO, dan Organisasi Internasional Lainnya di Jenewa menjelaskan, alasan RI menolak karena Indonesia memandang pendekatan yang diajukan oleh negara pengusung dalam Dewan HAM PBB tidak akan menghasilkan kemajuan berarti.
"Utamanya karena tidak mendapat persetujuan dan dukungan dari negara yang berkepentingan," kata Delegasi Republik Indonesia mengenai Pertimbangan Rancangan Keputusan 'Situasi HAM di Wilayah Otonomi Xinjiang Uyughur, China' itu.
Perwakilan RI menjelaskan Indonesia sekali lagi menekankan komitmen yang teguh untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia di seluruh dunia termasuk di Xinjiang.
Peringatan sebelum Pemungutan
Reuters sebelumnya melaporkan, utusan China telah memperingatkan sebelum pemungutan suara, mosi tersebut akan menciptakan preseden untuk memeriksa catatan hak asasi manusia negara lain."Hari ini China menjadi target. Besok negara berkembang lainnya akan menjadi target," kata Chen Xu.
Dia menambahkan bahwa perdebatan akan mengarah pada "konfrontasi baru". Kantor HAM PBB pada 31 Agustus merilis laporan yang telah lama tertunda mengenai temuan pelanggaran hak asasi manusia serius di Xinjiang dan mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, sehingga meningkatkan tekanan pada China.
Kelompok HAM menuduh Beijing melakukan pelanggaran terhadap Uyghur, minoritas etnis mayoritas Muslim yang berjumlah sekitar 10 juta di wilayah barat Xinjiang, termasuk penggunaan massal kerja paksa di kamp-kamp interniran. Amerika Serikat menuduh China melakukan genosida. Beijing dengan keras menyangkal segala pelanggaran.
Mosi tersebut adalah pertama kalinya bahwa catatan hak-hak China, anggota tetap Dewan Keamanan yang kuat, telah menjadi agenda dewan. Item tersebut telah memicu perpecahan dan seorang diplomat mengatakan negara-negara berada di bawah "tekanan besar" dari Beijing untuk mendukung China.
Negara-negara seperti Inggris, Amerika Serikat dan Jerman, bersumpah untuk terus bekerja menuju akuntabilitas meskipun hasil Kamis mengecewakan mereka. Namun para aktivis mengatakan kekalahan mosi terbatas seperti itu, yang berhenti mencari penyelidikan, akan menyulitkan untuk memasukkannya kembali ke dalam agenda.
Baca: Ini Dalih RI Tolak Usul AS Bahas Uyghur di Dewan HAM PBB
REUTERS | DANIEL AHMAD