Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Rumah Baru Tuan Diktator

Setelah digulingkan, Mubarak sakit dan depresi. Dia menyepi di rumah peristirahatan di tepi Laut Merah. Tapi asetnya nyaris tak tersentuh, dilindungi Dewan Militer.

21 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sakit dan depresi. Begitulah nasib ”The Last Pharaoh” Husni Mubarak, setelah terjungkal dari kursi Presiden Mesir dua pekan lalu. Hari per tama setelah mundur, dia pingsan ber kali-kali dan bertengkar hebat dengan putranya, Gamal. Beberapa dokter dan ambulans bolak-balik mendatangi ru mah peristirahatannya di Sharm el-Sheikh. ”Mubarak sedang tidak sehat. Bahkan keadaannya sangat buruk,” ka ta salah seorang penjaga keamanan di rumahnya.

Rumah peristirahatannya berada di kompleks padang golf rimbun Jolie Ville. Tidak ada papan nama, tapi lokasinya mudah dicari karena ketatnya pengamanan. Sebuah pos pemeriksaan ada di ujung jalan, ditunggui seorang petugas berpakaian sipil bermuka masam. Dia memeriksa paspor dan mengajukan pertanyaan sebelum mengizinkan mobil masuk. Seorang perwira yang mengenakan celana jins, kaus, dan menyarungkan sepucuk pistol di pinggang mengkonfirmasi keberadaan Mubarak di tempat itu.

Mubarak, 82 tahun, memilih tidak meninggalkan Mesir. Dia berada dalam pengasingan di kota kecil itu bersama kedua putranya, Gamal dan Alaa. Sedangkan istri dan anaknya yang lain telah meninggalkan Mesir, kata seorang sumber militer Mesir kepada ABC News. Dia menyepi ke Sharm el-Sheikh bersama dokter pribadinya.

Koran Saudi Al-Sharq al-Awsat menyatakan kesehatan Mubarak memburuk. Dia sempat dikabarkan koma. Mubarak juga menolak meminum obat dan tidak mau pergi ke Jerman untuk berobat. Ia diduga depresi setelah revolusi selama 18 hari menjungkalkan dia dari kursinya. Duta Besar Mesir untuk Amerika Serikat Sameh Shoukry juga mengatakan kepada NBC bahwa kondisi kesehatan Mubarak menurun.

Terakhir kali Mubarak pergi ke Jerman pada Maret lalu ketika ia menghabiskan tiga minggu masa pemulihan di Rumah Sakit Universitas Heidelberg. Dia menjalani operasi pengangkatan kan dung empedu dan tumor di ususnya. Saat itu dokter menyatakan dia telah pulih.

Seorang sumber militer memastikan kondisi Mubarak baik, tetapi tidak ada penjelasan lebih spesifik tentang kondisi kesehatannya. Seorang sumber yang dekat dengan Mubarak mengatakan mantan presiden itu sudah menerima telepon di resor. ”Dia baik-baik saja,” kata sumber itu kepada Reuters. ”Saya berbicara dengannya sore ini.”

Sharm el-Sheikh punya julukan Las Vegas Mesir, berada di antara desa-desa Badui di Sinai. Dibandingkan dengan euforia kemenangan di Lapangan Tahrir, suasana di Sharm berbeda 180 derajat. Sharm el-Sheikh, yang biasanya penuh sesak oleh wisatawan mencari sinar matahari musim dingin, sepi pada akhir pekan ini. Tidak ada kendaraan lalu-lalang, pintu toko banyak yang ditutup dan terkunci. Resor dan hotel terpaksa banting harga untuk menarik pengunjung. Keberadaan Mubarak di kota kecil ini seolah menegaskan dia tidak akan kabur ke luar negeri.

Arab Saudi sesungguhnya telah menawarkan diri menjadi pelindung Mubarak, seperti koleganya dari Tunisia, Zine el-Abidine Ben Ali. Namun Mu barak menolak mencari suaka. Dia bertekad menghabiskan hari-harinya di Mesir.

Sehari sebelum mundur, dia sadar harus turun tapi dengan cara terhormat. Ia pun menegaskan tak akan kabur ke luar negeri. Dia bahkan siap terbunuh. Hal itu terungkap dalam pembicaraan per telepon dengan koleganya, petinggi Partai Buruh Israel, Benjamin Ben-Eliezer.

”Dia mengulang-ulang kalimat, ’Aku telah melayani negaraku, Mesir, selama 61 tahun. Apakah mereka ingin aku lari? Aku tidak akan lari. Apakah mereka ingin melemparkanku keluar? Aku tidak akan meninggalkan Mesir. Jika perlu, aku akan terbunuh di sini’,” kata Ben-Eliezer.

Setelah Mubarak jatuh, jumlah kekayaan dan asetnya menjadi pertanyaan besar. Sejumlah media berspekulasi, Mubarak adalah orang terkaya di dunia, dengan harta mencapai US$ 70 miliar. Aset tunai klan Mubarak menyebar di bank-bank Eropa, terutama Zurich dan London. Sumber pemerintah Inggris menyatakan jumlahnya mencapai US$ 1,5 miliar. Sisanya berbentuk real estate di New York, Los Angeles, dan London.

Bila benar-benar memiliki kekayaan US$ 70 miliar, Mubarak berada di atas konglomerat Meksiko Carlos Slim Helu (US$ 53,5 miliar) dan orang terkaya Amerika si pendiri Microsoft Bill Gates (US$ 53 miliar). Namun sejumlah pejabat Amerika meragukan jumlah itu. Mereka menduga kekayaannya ”hanya” US$ 2 miliar sampai US$ 3 miliar.

Christopher Davidson, profesor politik Timur Tengah di Universitas Durham, Inggris, mengatakan bahwa Mubarak, istri, dan dua anaknya mampu mengumpulkan kekayaan melalui sejumlah kemitraan bisnis dengan pengusaha asing. Undang-undang Mesir mengharuskan pihak asing membagi 51 persen saham kepada pebisnis lokal.

Swiss membekukan aset keluarga Mubarak tak lama setelah ia digulingkan pada Jumat dua pekan lalu. Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Jerman juga siap melakukan hal yang sama. Namun, kenyataannya, Dewan Militer Mesir tidak meminta Uni Eropa dan Washington melacak harta Mubarak, kecuali mantan pembantu dan kroninya.

Ada dugaan, Dewan Militer memang tidak ingin menargetkan Mubarak. Setelah Mubarak muncul di televisi nasional pada puncak protes di Tahrir, dia mengatakan tidak akan meninggalkan istana. Saat itu Jenderal Mohammed Hussein Tantawi, Menteri Pertahanan dan sekarang orang yang bertanggung jawab atas Mesir, diberi wewenang oleh Dewan Militer untuk mengunjungi Mubarak di istana.

Tantawi membuat kesepakatan agar Mubarak mau mundur. Mubarak meminta dan menerima jaminan dari militer bahwa dia dilindungi dan tidak akan dituntut. ”Tantawi pun menyanggupi permintaan Mubarak,” kata seorang sumber militer kepada ABC News.

Saat ini penyelidik Mesir sedang melacak kekayaan tersembunyi sekutu Mubarak. Antara lain US$ 3 miliar milik Ahmed Ezz, orang dekatnya, hingga aset US$ 1,2 miliar milik mantan menteri dalam negeri Habib Ibrahim el-Adly.

Setidaknya lima kroni Mubarak memiliki harta US$ 1 miliar. Jaksa militer kini sedang menyiapkan kasus pidana untuk menjerat mereka. Tiga orang di antaranya, termasuk seorang mantan menteri, mencoba kabur ke luar negeri pada akhir pekan. Tapi pihak imigrasi Mesir berhasil mencekalnya.

Ninin Damayanti (Guardian, ABC News, Reuters, CNN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus