Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat perintah itu dilayangkan pengadilan tinggi antitero ris di Rawalpindi, Pakistan, Sabtu dua pekan lalu. Isinya meminta Kepala Militer Brigadir Jenderal Javed Iqbal Cheema dan mantan Kepala Biro Intelijen Pakistan Aijaz Shah, memanggil dan menahan mantan presiden Pervez Musharraf, 67 tahun, yang saat ini hidup dalam pelarian di Inggris.
Hakim Rana Nisar Ahmed telah menyetujui permintaan jaksa Federal Investigation Agency (FIA) Pakistan, yang selama ini melakukan investigasi terhadap kasus pembunuhan Ketua Partai Rakyat Pakistan (PPP) Benazir Bhutto. Chaudry Zulfikar, seorang jaksa FIA, mendakwa Musharraf secara terperinci dengan 12 tuduhan sebagai dalang kasus pembunuhan Benazir. Musharraf dituduh sengaja menggagalkan pengamanan Benazir saat melakukan kampanye politik di Liaquat National Bagh pada 27 Desember 2007.
FIA juga menuduh Musharraf melarikan diri dari kasus ini. ”Musharraf bertanggung jawab dalam memfasilitasi pembunuhan Benazir Bhutto dan melakukan persekongkolan melalui pemerintahnya,” tulis Zulfikar dalam lembar dakwaannya. Penyidik FIA mengungkit kesalahan Musharraf yang tidak mempertimbangkan ancaman bom bunuh diri yang diterima Benazir dua bulan sebelumnya. ”Terutama kesalahan dalam menyediakan keamanan yang tidak berlapis bagi Benazir,” ujar Zulfikar.
Musharraf sebagai pemimpin tertinggi militer dianggap sengaja membiarkan kasus ini terkatung-katung di tangan kepolisian. Hingga empat bulan setelah Benazir terbunuh, kepolisian Pakistan tidak juga berhasil mengungkap siapa pihak yang bertanggung jawab di balik peristiwa itu.
Barulah pada April 2008, tiga orang panel PBB yang ikut menyelidiki kasus Benazir melaporkan bahwa penyelidikan perkara ini sering terhambat oleh campur tangan badan intelijen yang dekat dengan Musharraf sebagai pemimpin militer tertinggi Pakistan. Lebih mengerikan lagi, FIA menyebut Musharraf diduga melakukan konspirasi dengan pemimpin Taliban di Pakistan atau Tarikh-e-Taliban, yaitu Baitullah Meshud. Musharraf diduga menyediakan kesempatan bagi anak buah Meshud bernama Billal untuk meledakkan bom di tengah kerumunan, saat Benazir sedang berpidato.
Indikasi semakin kuat ketika ditemukan surat Benazir kepada Musharraf, sehari setelah percobaan pembunuhan terhadap dirinya di Bandara Jinna pada Oktober 2008. Dalam surat itu, Benazir menulis dengan sangat hati-hati dan tidak menuduh Musharraf, ketika menyebutkan empat nama yang dicurigai ingin membunuh dirinya. Mereka adalah Chaudry Pervaiz Elahi, politikus dari partai pesaingnya, PML-Q; Hamid Gul, mantan Direktur Inter-Service Intelligence (ISI) Pakistan; Ijaz Shah, Direktur Jenderal Biro Intelijen Pakistan; dan seorang agen intel negara. Keempatnya dikenal dekat dengan Musharraf.
Benazir dikenal bertolak belakang dengan Inter-Service Intelligence. ISI yang didukung kelompok Islam garis keras yang berpusat di Kashmir dan Afganistan menentang konsep liberal dan agenda sekuler yang diusung Benazir.
Amir Mir, seorang jurnalis Pakistan yang menginvestigasi kasus kematian Benazir, mengatakan beberapa hari sebelum dibunuh, Benazir bermaksud mengungkap agenda ISI untuk pemilu presiden 2008. ISI mengajukan Musharraf yang didukung Liga Muslim Pakistan untuk maju lagi ke kursi presiden.
”Benazir sendiri yang berbicara kepada saya dalam wawancara langsung, beberapa hari sebelum ia terbunuh, bahwa ‘kamu dapat menyebut nama Musharraf bila saya terbunuh suatu saat’,” ujar Amir Mir, mengutip Benazir, Selasa pekan lalu.
Hingga kini FIA masih mencari cara untuk menyeret Musharraf ke persidangan yang diadakan pada Sabtu pekan lalu. Salah satunya dengan melakukan ekstradisi dengan pihak Inggris. Padahal selama ini belum ada perjanjian ekstradisi formal antara Inggris dan Pakistan.
Sebaliknya, juru bicara Musharraf, Fawad Chaudary, mempertanyakan kredibilitas hakim pengadilan antiteroris yang menerbitkan surat itu. ”Sudah menjadi fakta bahwa ini adalah kesalahan pihak keamanan Benazir sendiri. Dia tetap nekat ke Liaquat Bagh dengan mengabaikan keselamatannya,” ujar Fawad Chaudary, Senin pekan lalu.
Menurut Chaudary, Musharraf dan Menteri Dalam Negeri sudah mengimbau Benazir agar tidak berkampanye di jalan, mengingat kondisi negeri yang sangat kacau waktu itu. ”Namun Benazir terlalu keras kepala,” ujarnya.
Cheta Nilawaty (The Hindustantimes, India Express, Daily.com, SANAA)>
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo