BERTENTANGAN dengan berita pers asing, Irak yang dikabarkan akan diserang Justru Iebih dulu menyerang. Sesudah memperingatkan Teheran pekan lampau, dengan pesawat tempur, keesokan harinya Irak menyerang Tabriz, pusat penyulingan minyak keempat terbesar di Iran yang berkapasitas 80.000 barel sehari. Dalam serangan itu Irak kehilangan satu pesawat berikut satu penerbangnya. Sebelum Iran sempat membalas, para penerbang Irak, yang selalu diremehkan karena kabarnya tidak bisa menembak tepat, telah pula menyerang "dua sasaran laut" di selatan Pulau Kharg, terminal minyak utama Iran. Sasaran mereka adalah sebuah tanker milik Turki Buyuk Hun yang berbobot 153.000 ton, dan stasiun minyak di Khorramabad. Kapal yang diperkirakan dihantam rudal Exocet itu terbakar, tiga awaknya hilang. Serangan Irak bagaimanapun belum tepat ke sasaran. Tidak heran bila surat kabar AIThawra, yang terbit di Baghdad, menyatakan: "Irak segera akan menghancurkan terminal minyak Pulau Kharg." Sementara itu, ketua Majelis (Parlemen) Iran, Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, menegaskan bahwa "Perang telah sampai pada tahap yang rawan dan sangat menentukan." Ancaman ml agaknya tidak dilebih-lebihkan, karena, seperti diakui pihak penguasa di Baghdad, pasukan Iran sudah mulai menyusup ke perbatasan tenggara Irak. Adakah penyusupan itu awal dari serangan Ramadan yang diperkirakan terjadi awal Juni ini? Mungkin saja. Sumber inteligen di London dan markas besar NATO meramalkan, Iran akan melancarkan serangan dalam tempo dua pekan Ini. Sebagai bukti disebutkan adanya konsolidasi pasukan di Pulau Majnoon, timur laut Basra, dan pengiriman dua divisi tentara ke Hamid, khusus untuk memperkuat operasi di darat. Para analis perang di Eropa memperhitungkan bahwa perang Teluk akan diakhiri persis seperti dimulai 31/2 tahun yang lalu: Iewat serangkaian pertempuran darat. Tapi, tertundanya serangan Iran, yang sebelumnya karena menunggu musim kering, kini mungkin karena "armada udara yang tidak cukup tangguh" seperti yang' diperhitungkan para analis. Tanpa dukungan kekuatan udara, serangan darat tidak mungkin lancar. Itu pula sebabnya barangkali mengapa Iran tidak begitu gencar menembaki tanker musuh, milik Arab Saudi atau Kuwait. Kebuntuan di pihak Iran ini segera teratasi, jika pembelian Phantom yang mereka rencanakan segera terlaksana. Menurut surat kabar Inggris, The Sunday Telegraph, Teheran telah membeli sejumlah pembom tempur Phantom dari Amcrika Selatan. Sebelumnya diberitakan, Iran akan membeli sejumlah MiG dari Korea Utara, yang kini juga belum jelas pelaksanaannya. Dari segi ketahanan ekonomi, Iran tampaknya bersikap waspada. Akibat kegawatan perairan Teluk, ekspor minyaknya terganggu - paling tidak menurun satu juta barel tiap hari. Jepang, pembeli terbesar minyak Iran, sudah melarang kapalnya berlayar ke kawasan Teluk Persia. Demi mengan-mankan hasil minyaknya, Teheran menawarkan pemotongan harga sampai US5 2.50 tiap barel. Tapi para pembeli kurang berminat, mengingat potongan harga itu tidak dapat mengimbangi ongkos angkut dan premi asuransi yang melonjak. Prancis dan Jerman Barat, yang memperoleh minyaknya dari kawasan Teluk (Lihat: Tabel), juga belum tampak cemas akan kekurangan minyak. Prancis, misalnya, menilai perang Teluk tidak serius, berbeda dengan AS yang sudah menyuplai senjata antipesawat udara Stinger sebanyak 400 pucuk dan tanker udara KC-135 untuk Arab Saudi. Keterlibatan militer di Teluk seperti yang dihebohkan AS kurang bergema di Eropa, apalagi di Inggris, yang punya sumber minyak sendiri. Singkatnya, sejauh menyangkut krisis Teluk, negara-negara Eropa Barat lebih bersikap dingin dan tidak mau kelihatan agresif. Apalagi Arab Saudi sudah mempersiapkan "wilayah aman" khusus untuk kapal yang menyusuri pantai barat Teluk Persia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini