Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Seruan Jihad Vs. Sikap Israel

Resolusi DK-PBB mengecam Israel atas perluasan ibu kotanya hingga Yerusalem Timur, tapi tak dihiraukan sikap keras Israel membuat Pangeran Fahd ingin melenyapkan seruan jihad.

30 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KECAMAN sudah datang dari berbagai negara. Israel tampaknya tetap tidak peduli. Selama tahun ini saja, Dewan Keamanan PBB sudah sembilan kali mengeluarkan resolusinya yang mengutuk tindakan negara itu. Namun tak satu pun yang ditaatinya. Termasuk, resolusi DK-PBB yang mengecam Israel karena memperluas ibukotanya hingga Yerusalem Timur--wilayah Arab yang didudukinya sejak perang 1967. Dalam resolusinya (14 lawan 0, sementara AS blanko) yang terakhir, DK-PBB juga menghimbau setiap negara yang kedutaan-besarnya terletak di Yerusalem agar segera dipindahkan. Tapi "resolusi itu tidak akan bisa mengubah status Yerusalem sebagai satu kesatuan kota yang tak akan pernah dipisahkan lagi," demikian pernyataan pemerintah Israel. Sikap keras Israel ini hampir merupakan ciri khasnya. Bahkan seruan Jihad (perang suci) yang dikumandangkan Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Jihad, untuk merebut kembali Yerusalem dianggapnya sepele. "Kami tidak kaget dan juga tidak terkejut mendengar seruan itu. Dan kami sudah tahu bahwa itu merupakan sikap/Arab Saudi selama 30 tahun ini," ujar Naftali Lavie, jurubicara Deplu Israel. Pangeran Fahd dalam suatu wawancara pers pertengahan Agustus mengatakan bahwa sikap moderat Arab Saudi selama ini terbukti sia-sia. Dan menurut dia, tindakan Israel itu akan membawa bangsa Arab dan umat Islam kepada suatu perang suci melawan keangkuhan kaum Zionis. Suara yang lebih keras muncul dari Irak. Presiden Saddam Hussein dalam suatu pidato mengatakan bahwa jawaban yang terbaik terhadap Israel sekarang ini adalah dengan menjatuhkan bom di Tel Aviv. Seorang jutawan Arab Saudi, Sheikh Hassan Abbas Sharbatil, 80 tahun, telah menawarkan bantuan keuangan bagi keperluan makanan jika perang suci itu dilaksanakan. Ia selama ini juga telah membantu membiayai gerilya Afghanistan yang melawan tentara Soviet. Untuk itu Sharbatil telah mengeluarkan uang sebanyak 1 juta riyal (Rp 20 juta) setiap bulan. Dari Abudhahi, pembantu TEMPO mengutip ulasan harian Al Ittibad: "Tindakan politik sudah memasuki tahap kearah perang." Namun koran itu tak lupa mengingatkan negara Arab agar mawas diri. "Jika negara Arab dapat menyatukan sikap adalah mudah untuk memobilisir seluruh kekuatan negara Islam," tambahnya. Tapi Mesir rupanya punya sikap lain. Dikucilkan oleh negara Arab lainnya sejak pertemuan Camp David, Mesir ternyata tetap ingin sendirian dalam menghadapi Israel. Bahkan dalam suatu surat kepada Raja Maroko Hassan II, Presiden Sadat menuduh negara Arab yang mendorong Israel menguasai kota suci Yerusalem. Begitu pun hubungan Mesir-Israel selama berlangsung perundingan masalah otonomi Palestina tidaklah semesra yang dibayangkan orang (lihat box). Niat Sadat untuk menyelesaikan masalah Palestina melalui perundingan masih terlihat. Meski pun seruan perang suci semakin gegap gempita, ia telah menghimbau untuk diadakannya pertemuan tingkat tinggi segitiga Mesir, Israel dan AS setelah pemilihan presiden AS, November mendatang. Kesungguhan Sadat ini bisa dimengerti. Pada masa perang 1967 dan 1973, Mesir paling banyak menderita, bahkan wilayahnya -- Semenanjung Sinai -- sempat di caplok Israel. Namun sikap Israel akhir-akhir ini mengecewakan Sadat. "Adalah sesuatu yang menyedihkan bahwa pemimpin Israel tidak percaya pada maksud baik saya," ujar Sadat kepada wartawan Israel yang mewawancarainya di Alexandria pekan lalu . Sadat mengakui ia berbeda pendapat dengan Presiden Jimmy Carter dalam menghadapi perundingan masalah Palestina. Carter menginginkan agar perundingan itu terus dilangsungkan. Sementara itu PM Menachem Begin rupanya tidak melihat pentingnya diadakan lagi pertemuan segitiga ala Camp David. Suatu konperensi darurat Menlu Negara Islam akan berlangsung awal Oktober di New York. Menurut Agha Shahi, Menlu Pakistan yang juga Ketua Konperensi Islam, sidang itu akan menyusun program untuk dijadikan bahan dalam pertemuan puncak negara Islam. Gagasan itu, termasuk soal sanksi yang akan dikenakan terhadap Israel, diduga akan menentukan masa depan perundingan Mesir-Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus