BERSAMA beberapa pengikutnya ia menaiki patung kemerdekaan di
New York untuk mengibarkan spanduk raksasa anti-Syah. Semua
orang mengetahui ia pemimpin demonstrasi pro-Khomeini di
Washington. Dan selalu ia tampak di barisan depan. Sering pula
ia muncul di layar teve diinterpiu wartawan Amerika setiap kali
timbul huru-hara mahasiswa Iran.
Namun Bahram Nahidian, 41 tahun, tak mau disebut sebagai
pemimpin. "Pemimpin kami Imam Khomeini," katanya selalu. "Amer
ika adalah musuh Islam paling besar sat ini," ujarnya pada
pembantu TEMPO di Washington pekan lalu. Ia mencela sistem
kapitalisme Amerika. "Sisten inilah yang memungkinkan munculnya
orang seperti Syah."
Aneh pandangannya, karena justru di bawah sistem itulah Nahidian
kini terbilang orang kaya yang memiliki sebuah toko permadani
mahal. Dua puluh tahun lalu ia datang dari kota suci Qom, tempat
Khomeini bermukim, dalam keadaan tak berduit sepeser pun.
Sebelum ia terlibat dalam kegiatan revolusioner, tokonya menjadi
tempat para duta besar dan anggota kongres berbelanja. Hingga
mampu ia membeli dua rumah di daerah elite, satu di antaranya ia
jadikan Wisma Islam, tempat kaum pemuda Iran berkumpul.
Ketika terjadi serangkaian demonstrasi mahasiswa Iran baru-baru
ini, para pejabat Amerika terutama yang dari Dinas Imigrasi
mengamati gerak-gerik Nahidian, salah seorang penggeraknya. Yang
menjadi kecurigaan pihak resmi ialah dari mana kaum demonstran
itu mendapat dana.
Brutal
Demonstrasi itu tentu memerlukan dana, karena mereka berdatangan
dari berbagai kampus universitas. Koran Washington Post yang
mengutip sumber "alat keamanan" melaporkan bahwa sedikitnya US$
5 juta (Rp 3.150 juta) telah disalurkan ke AS secara illegal
untuk membantu kegiatan pro-Khomeini. Harian New Yok Times
menyusul pula dengan laporan--juga mengutip sumber "alat
keamanan" -- bahwa dana sebanyak itu dikumpulkan lewat penjualan
heroin dan ganja yang dibawa ke AS.
"Itu suatu keterangan goblok," kata Mohammed Badr, 34 tahun,
calon dokter dalam ilmu administrasi bisnis di Universitas di
St. Louis. "Sekiranya polisi punya informasi tentang narkotik
itu, mereka semestinya menangkap" penjualnya.
Penangkapan memang terjali terhadap sedikitnya 192 mahasiswa
Iran tapi karena berdemonstrasi di Washington Hari itu, Juli,
demonstrasi pertama terjadi yang disusul oleh rentetan
demonstrasi lainnya.
Mereka yang anti-Khomeini mengadakan pula demonstrasi balasan.
Tapi polisi Amerika ternyata utal terhadap mereka yang
pro-Khomeini. Ini terlihat di layar teve. Demonstran yang sudah
lari, diburu dan dipukuli, meskipun sudah jatuh, sampai darah
bercucuran.
Karena kebrutalan itu, para mahasiswa Iran sempat memprotes
dengan aksi mogok makan di luar Gedung Putih. Mereka yang
ditangkap karena berdemonstrasi juga mogok makan dalam tahanan.
Supaya tidak mati kelaparan, mereka bahkan dipaksa makan
Demonstrasi pro dan anti-Khomeini baru reda dua minggu kemudian.
Tapi masalah mahasiswa Iran--yang ditaksir berjumlah lebih
58.000 di AS sekarang masih merepotkan.
Kehadiran mereka dalam jumlah besar di Amerika bisa ditelusuri
ke masa Mohamed Reza Pahlavi, dengan bantuan CIA, merebut
kembali tahtanya (tahun 1973). Syah itu memerlukan tenaga
terpelajar dan trampil dalam jumlah besar, hingga mengalirlah
anak-anak kelas menengah Iran ke berbagai universitas Amerika.
Mereka mendirikan Konfederasi Mahasiswa Iran tahun 1961 yang
kemudian ternyata berbalik melawan Syah.
"Sekarang 10.000 dari 4 juta aktivis politik di Iran adalah
bekas anggota konfederasi itu," cerita Behzad Bavarian. seorang
tokoh mahasiswa Iran di ohio State University, Colombus.
Wartawan TEMPO Salim Said, melaporkan umumnya mahasiswa Iran
seperti Bavarian ini belum pernah mengalami persoalan keuangan,
meskipun hubungan diplomatik Amerika-Iran terputus dan
kekayaan Iran di Amerika dibekukan pemerintahan Carter.
Kiriman uang untuk mereka dari Iran masih bisa lewat perbankan
Eropa.
Tidak sedikit di antara mahasiswa Iran yang sudah memegang
paspor Amerika, antara lain dulu tujuan mereka untuk menghindari
pengejaran SAVAK, dinas intelijen zaman Syah. Tidak sedikit
tokoh anti-Syah yang kemudian bergabung dengan Khomeini adalah
pemegang paspor Amerika.
Bavarian yang tinggal bersama istrinya di suatu apartemen
sederhana dekat kampus hampir menyelesaikan tesis doktornya
dalam bidang teknik industri. Ia berniat kembali ke Iran, tapi
banyak mahasiswa sebangsanya diketahui ingin menetap saja di
Amerika.
Pedagang permadani tadi, Nahidian, tampaknya tak akan kembali
ke Iran Menikah dengan Janice, wanita Amerika yang dikenalnya
waktu mahasiwa, Nahidin sudah punya enam anak dan jadi
warganwgara Amerika. Tapi ia tak mau disebut orany Amerika.
Nahidian menganggap dirinya perlu bermukim di Amerika untuk
"menyampaikan kebenaran Islam." Untuk misi itu beberapa bulan
lalu ia dan kelompoknya medaulat Masjid Washington (Islamic
center). Direktur masjid itu, Dr. Abdurrauf tidak diperbolehkan
lagi memberi khotbah di situ, apalagi asistennya, Osman
Abdurrahman yang pernah berdoa di gereja bersama pemimpin agama
lain dan Presiden Carter agar para sandera Amerika di Teheran
dibebaskan.
Nahidian dan kelompoknya tidak mau melihat masjid indah itu
sekedar jadi pajangan untuk turis, tapi juga supaya jadi pusat
informasi yang militan mengenai kejadian di negara Islam. Dan
tiap Jumat sekarang, para jamaah selalu mendengar khotbah yang
berkobar-kobar, antara lain membela Khomeini mencela penguasa
Arab Saudi. Jamaah Jumatnya sekarang bertambah banyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini