Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Akhirnya otoritas Singapura melalui Singapore Police Force (SPF) merespon kejadian pengusiran nelayan di perbatasan Pulau Nipah, Kota Batam yang viral beberapa waktu lalu. Menurut SPF mereka menjalankan tugas secara profesional menjaga perbatasan Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kepolisian Penjaga Pantai (PCG) mengambil tindakan penegakan hukum yang tepat sebagai tanggapan atas pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan tersebut," tulis SPF dalam situs resmi police.gov.sg, Kamis (2/1/2025).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SPF menjelaskan secara rinci kejadian tersebut. Menurut SPF, pada tanggal 24 Desember 2024 sekitar pukul 08.45 WIB, petugas PCG mengamati beberapa kapal penangkap ikan Indonesia yang masuk dan keluar dari STW (Singapore Territorial Waters) beberapa kali.
Oleh karena itu, PCG mengerahkan kapalnya di sekitar area tersebut untuk mencegah dan menghentikan kapal-kapal yang tidak memiliki izin memasuki STW.
Sekitar pukul 1.20 siang, petugas PCG melihat bahwa dua dari kelompok lima kapal penangkap ikan Indonesia telah memasuki STW lebih jauh dan sedang menuju barat laut menuju Tuas View Extension.
Kapal PCG mencegat dua kapal penangkap ikan tersebut untuk mencegah mereka memasuki wilayah STW lebih jauh.
Petugas PCG kemudian menghubungi nelayan yang berada di atas kapal penangkap ikan di STW dan menyarankan mereka untuk meninggalkan tempat tersebut karena kapal yang tidak memiliki izin dilarang memasuki wilayah tersebut.
Mereka akhirnya setuju dan meninggalkan STW sekitar pukul 1.40 siang. Kapal asing harus mematuhi instruksi Pihak Berwenang Singapura ketika berada di STW. "PCG akan tetap menjalankan tugasnya di STW secara profesional dan aman," tulisnya.
Pernyataan juga sudah disampaikan SPF kepada Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepulauan Riau Distrawandi. Wandi mengatakan tidak puas dengan pernyataan Singapura tersebut.
Menurutnya Singapura harus minta maaf karena sudah membahayakan nelayan Batam. "Bagaimana kalau nelayan itu terkena baling-baling kapal mereka dan meninggal, siapa yang bertanggung jawab?," kata Wandi saat ditemui di kantor HNSI Kepri di Batam.
Ia melanjutkan, seharusnya Singapura meminta maaf untuk menunjukan bahwa Indonesia dan Singapura itu memang satu rumpun. Ia juga akan tetap melaporkan kejadian tersebut kepada Kementeria Kelautan dan Perinakan (KKP).
"Kalau memang nelayan masuk perairan mereka kenapa tidak ditangkap saja, proses hukum, kenapa harus dibuat manuver yang membahayakan nelayan," kata dia.
"Kami berharap ada kerjasama antara Indonesia dan Singapura, agar penjaga patroli tidak semena-mena kepada nelayan tradisional yang melaut di perbatasan," kata dia.
Sebelumnya video pengusiran nelayan Batam oleh kapal patroli laut Singapura viral di media sosial. Video itu menunjukan tindakan tidak mengenakan kapal patroli Singapura, yang menciptakan manuver menyebabkan terbentuknya ombak besar yang menghantam kapal nelayan.
Bahkan dalam video tersebut terlihat salah seorang nelayan tersebut tercebur ke laut dan berhasil diselematkan. Kejadian tepat 24 Desember 2024.