Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Solidaritas di Tepi Kali Missouri

Suku Indian Sioux Standing Rock memprotes pembangunan pipa minyak di lingkungan hidupnya. Konflik masyarakat adat dengan industri.

5 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BULAN lalu, di bawah udara beku minus 4 derajat Celsius, polisi menyemprotkan air ke arah sekumpulan aktivis yang bertahan di jembatan Highway 1806, North Dakota, Amerika Serikat. Menolak rencana pembangunan pipa minyak bumi di dasar Sungai Missouri, para aktivis yang menamakan diri "pelindung air" ini bergerak ke lokasi proyek Dakota Access Pipeline, tak jauh dari lapangan tempat para aktivis mendirikan tenda.

Kekerasan berlanjut hingga ke ujung jembatan. Hari itu polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata, yang lantas dibalas dengan pembakaran beberapa kendaraan yang diparkir di pinggiran lokasi proyek. Setidaknya 17 aktivis "pelindung air" masuk rumah sakit, dan sejak itu kontroversi proyek ini semakin mendidih. Dukungan terhadap para aktivis yang ikut menjaga tanah keramat suku Indian Sioux Standing Rock kian deras, sementara tekanan terhadap aparat keamanan setempat untuk cepat mengevakuasi para aktivis yang keras kepala kian bertambah.

Kini ribuan aktivis dari berbagai organisasi politik, lingkungan, dan agama berkumpul dan berkemah di Kamp Oceti Sakowin. Bahkan ada perwakilan muslim Amerika—yang sebelumnya jarang terlihat—dalam protes tanda solidaritas dengan masyarakat adat Indian. Ada Imam Taha Hassane dari Islamic Center San Diego yang membawa hadiah istimewa untuk sahibulbait: air zamzam dari Kota Suci Mekah—sebagai simbol yang akan mendekatkan orang-orang Islam di sana dengan komunitas Indian.

Ada dua alasan yang membuat Suku Sioux Standing Rock menampik pembangunan pipa di dekat tanah tempat tinggal sekarang. Mereka khawatir pipa yang ditanam di dasar Sungai Missouri akan bocor dan mencemari sumber air minum mereka selama ini. Kedua, mereka menolak pembangunan pipa di dekat tanah-tanah keramat, termasuk makam nenek moyang mereka. Seperti suku Indian lainnya, Sioux Standing Rock percaya bahwa tanah dan air yang meliputi kehidupan mereka itu sakral.

Namun Energy Transfer Partner LP, perusahaan pengeboran minyak yang bermarkas di Texas, yang melaksanakan proyek pembangunan pipa bernilai US$ 3,8 miliar ini, lebih banyak mempertimbangkan kerugian selama ini ketimbang kekhawatiran dan kepercayaan suku Sioux.

Dalam beberapa bulan, Kamp Oceti Sakowin, menurut laporan Huffington Post, telah menjadi sebuah kota kecil dengan penduduk dari berbagai latar belakang, yang senantiasa memperoleh pasokan kebutuhan keseharian dari orang-orang yang bersimpati, termasuk pasokan makanan dan kakus yang bisa dipindah-pindah. Perkembangan ini jelas tak menyenangkan pihak keamanan setempat. Melihat waktu yang berlarut-larut, Korps Insinyur Angkatan Bersenjata menyimpulkan agar pembangunan pipa secepatnya dimulai, diawali dengan "penegakan hukum".

Gubernur North Dakota Jack Dalrymple sendiri sudah mengeluarkan perintah evakuasi Kamp Oceti Sakowin. Tapi, lantaran aneka protes keras sejak kekerasan di atas, kantor sheriff jadi ragu-ragu melaksanakannya. Untuk mengurangi tekanan, sekarang mereka mengancam siapa saja yang berani memasok kebutuhan kamp itu dengan pasal pelanggaran wilayah properti, kendati kepemilikan tanah di wilayah North Dakota itu masih diperdebatkan. Korps Angkatan Bersenjata Amerika Serikat menyatakan memiliki sertifikat daerah itu; sedangkan suku Sioux merujuk pada Kesepakatan Fort Laramie Tahun 1868, yang menegaskan kepemilikan suku Sioux Standing Rock di sana.

Suku Indian di North Dakota ini sakit hati karena rencana pemasangan pipa di lingkungan mereka itu tidak masuk peta rencana awal proyek Dakota Access Pipeline dan Korps Insinyur Angkatan Bersenjata. Korps Insinyur memutuskan memindahkan jalur pipa dari Kota Bismarck ke lingkungan sakral orang-orang Indian Sioux Standing Rock karena pertimbangan keamanan lingkungan.

Ada kemiripan persoalan pembangunan pipa minyak ini dengan fenomena yang diungkap penulis Amerika berkulit hitam, Ralph Ellison, dalam novelnya, Invisible Man. "Saya tidak tampak karena orang tak mau melihat saya," tulis Ellison. Dan kini orang-orang Sioux Standing Rock "tidak terlihat", sampai akhirnya mereka menggelar protes besar-besaran ini.

Idrus F. Shahab (BBC, Newsweek, The New York Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus