SATU lagi ekses glasnost dan perestroika. Di Republik Soviet Uzbekistan sejak dua pekan lalu kerusuhan rasial meledak antara warga Meshki keturunan Turki dan penduduk asli Uzbekistan. Dan inilah kerusuhan rasial terburuk: sampai awal pekan ini sekitar 100 orang meninggal, ribuan cedera, hampir 1.000 rumah dibumihanguskan, dan puluhan gedung pemerintah rusak. Dibandingkan dengan kerusuhan antara etnis Azerbeijan dan Armenia tahun lalu, yang hanya makan 30-an korban, kerusuhan di Republik Soviet terbesar ketiga ini memang memusingkan Perdana Menteri Nikolai Ryzhkov. Meski 12.000 tentara sudah diturunkan, dan kamp-kamp pengungsian diadakan, orang-orang Uzbekistan masih memburu warga Meshki. Hingga awal pekan ini masih terdengar pengeroyokan, penculikan, dan pemerkosaan. Kerusuhan itu sebenarnya berawal dari soal sepele. Seorang pria suku Meskhi memukul seorang wanita Uzbek pedagang arbei. Gara-gara si penjual menawarkan harga yang kelewat tinggi. Peristiwa ini cepat menyebar dan memicu kemarahan warga suku Uzbek. Dan kemudian terjadilah itu: pemukulan, perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaan terhadap warga Meshki, yang berjumlah sekitar 300.000 di wilayah berpenduduk 18 juta orang ini. Juga pembakaran dan perusakan rumah dan gedung-gedung. Tapi di balik peristiwa sepele itu memang tersimpan dendam yang cukup dalam. Orang-orang Meshki, yang dipindahkan dari Georgia ke Uzbekistan sesudah Perang Dunia II oleh Stalin dulu itu, rupanya lebih ulet berjuang sehari-harinya. Mereka jadi lebih makmur, lalu menguasai sektor perdagangan. Kecemburuan sosial ini bertambah berat tahun-tahun belakangan ini, akibat tekanan ekonomi yang terus memburuk di seantero Soviet. Secara tak langsung, siaran TV nasional Soviet, 5 Juni silam, mengakui kaitan masalah sosial-ekonomi dalam kerusuhan di wilayah penghasil kapas dan padi terbesar di Uni Soviet ini. Maka, sementara orang Meshki diuntungkan oleh perestroika atau pembangunan ekonomi, orang Uzbekistan malah banyak yang menganggur. Bila kemudian oleh insiden kecil sekam itu lantas berkobar, hal itu antara lain karena politik glasnost telah membuat warga di seluruh Soviet tak lagi takut menyatakan sikap. Padahal, dulu Stalin memindahkan etnis Meshki ke Uzbekistan berharap agar terjadi pembauran, karena mereka sama-sama muslim. Tak tahunya Islam mereka berbeda. Etnis Meskhi beraliran Syiah, sedangkan warga Uzbek penganut Suni. Melihat kenyataan itu PM Ryzhkov memutuskan untuk memindahkan saja orang Meshki dari Uzbekistan -- hal yang selalu diminta oleh orang Meshki sejak dulu. Mereka sebagian besar ingin kembali ke tanah Georgia. Tapi bukan ke tanah asal mereka dikirim, melainkan ke Republik Soviet Kazakhtan dan Tadjikistan. Dua wilayah ini dipilih karena kepadatan penduduk di sini lebih rendah. Tapi itulah yang kini dimasalahkan orang Meshki. Seratus orang wakil mereka Jumat pekan lalu datang di Moskow, berkerumun di depan gedung kepresidenan, minta bertemu dengan Mikhail Gorbachev, yang baru datang dari Jerman Barat. "Kami sudah 144 kali bertemu dengan pejabat di Moskow dalam 45 tahun belakangan ini," kata Yusuf Sarvarof, salah seorang di antara mereka. "Tapi tak ada hasilnya. Gorbachev adalah harapan kami terakhir." Kalau tak bisa pindah ke Georgia, mereka minta diizinkan pulang ke asal mula moyang mereka yang lebih awal, yakni ke Turki. Pasalnya, sudah terdengar kabar, di Tadjikistan pun orang Meshki tak disukai. Bila itu dikabulkan, maka Turki akan ketambahan banyak warga dalam waktu singkat. Soalnya, dari Bulgaria orang-orang keturunan Turki dipulangkan ke negerinya (lihat: Orang-orang Usiran).Farida Sandjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini