SERANGAN balasan terjadi beruntun sejak ulangtahun ke-3 Republik
Islam Iran, 21 Maret, dan yang terhebat pekan lalu. Meriam,
peluncur roket Katyusha dan peluru kendali jarak dekat
bertubi-tubi menghajar pasukan Irak yang bergerak ke lintasan
sempit Kazzbeh.
Pertempuran masih di bumi Iran. Tapi Irak, yang semula berjaya,
sekarang mengalami kekalahan berat. Sesudah melepaskan kota
minyak Abadan, pasukan Irak berturut-turut mundur dari daerah
perbatasan sekitar Shush, 32 km barat daya Dezful, Provinsi
Khuzestan, di wilayah Iran.
Pemerintah Iran bahkan membolehkan sekelompok wartawan asing
meliput peperangan, izin pertama yang diberikan sejak Januari
'80. Dari laporan mereka diketahui pasukan Irak dipaksa mundur
sejauh 38 km. Di pihak Irak jatuh korban 8.000, luka-luka 12.000
orang.
Saddam Hussein mengakui pertempuran telah mencapai satu titik
balik. Presiden Irak ini kepada tentara Irak berpesan, "Saya
harap kalian tidak sampai merasa pedih karena meninggalkan
daerah yang sebelumnya kita kuasai. Bukan satu keharusan untuk
mempertahankannya sebagai milik Irak. Tanah itu kita ambil hanya
dalam rangka mempertahankan negeri kita."
Titik balik ini bukan hanya menggoyahkan posisi Saddam Hussein,
tapi juga mencemaskan sekutu Irak, yaitu Yordania dan
negara-negara Teluk. Bahkan Departemen Luar Negeri AS yang
memperhitungkan titik balik semacam itu akan mengubah
keseimbangan politik di kawasan Teluk, menghimbau agar segera
diadakan perundingan untuk mengakhiri perang 18 bulan ini.
Raja Hussein dari Yordania pekan lalu tiba-tiba berkunjung ke
Baghdad. Sebelumnya, Yordania mengirim 2.000 pasukan sukarela.
Yaman Utara juga berbuat sama. Sementara itu Mesir menjual mesiu
pada Irak, sedangkan Arab Saudi dan Kuwait memberikan bantuan
keuangan.
Solidaritas semacam ini erat kaitannya dengan kecemasan umum di
kalangan penguasa negara-negara Teluk, bahwa Iran akan
mengekspor revolusi ke negeri mereka. Sebuah usaha kudeta yang
sempat digagalkan di Bahrain Desember silam, menambah kecurigaan
pada Iran. Mei '81, enam negara Teluk membentuk Dewan Kerjasama
Teluk yang antara lain menjajaki strategi khusus untuk
menghadapi Iran.
Merasa berada di atas angin, Ayatullah Khomeini dalam satu
wejangan untuk tentara memperingatkan perang akan berlanjut
terus hingga Saddam Hussein jatuh. "Kita tidak akan
berkompromi," demikian agitasinya. Tapi Presiden Iran
Hojatoleslam Ali Khameinei dalam sebuah pidato yang disiarkan
Radio Teheran kemudian memastikan tentara Iran tidak akan
menyerbu ke wilayah Irak.
Hal yang sama diulangi oleh duta Iran di Vatikan, Hojatoleslam
Khosrow Shahi. Tapi dia menam bahkan, "Kami yakin revolusi Iran
akan meletus di negara-negara Teluk, tanpa terlibatnya angkatan
bersenjata Iran."
Perang Iran-lrak, yang pada mulanya merupakan sengketa murni
Shatt-al Arab, dalam 18 bulan berubah corak. Peperangan yang
menghancurkan tulang punggung ekonomi Iran ini justru
meningkatkan semangat patriotis, suatu hikmah, mempersatukan
bangsa Iran. yang tadinya saling bertentangan.
Iran mengajukan syarat bagi gencatan senjata, yaitu pengunduran
tentara Irak, dan PBB mengutuk Irak sebagai agresor. Saddam
Hussein sudah menyatakan kesediaannya membicarakan penarikan
mundur tentara Irak dari kawasan Iran seluas 800 mil persegi,
tapi syarat Iran terlalu merendahkan martabatnya. Dan siasat
pihak Iran ialah jelas bertujuan kejatuhan Saddam Hussein. Ini
tentu saja tidak akan dibiarkan oleh sekutu Irak.
Tapi Iran yang sudah terpencil, tidak punya devisa, kini main
mata dengan Rusia. Mereka menerima peluncur roket Katyusha,
mortir, AK dan peluncur roket antitank, yang masih dilengkapi
dengan teknisi Soviet dan agen-agen KGB untuk melatih Pengawal
Islam dan dinas rahasia Iran. Steven J. Rosen dari Rand
Corporation,AS, mengungkapkan begini: "Untuk Rusia, Iran
taruhannya. Mereka bermain di kedua sisi, menyediakan senjata
untuk Irak lewat Yordan, dan untuk Iran lewat Korea Utara. Uni
Soviet mencoba mempertahankan hubungan baik dengan para mullah
yang konservati sementara mendukung Partai Komunis Iran."
Barangkali analisa Rosen banyak benarnya, tapi ketegasan para
mullah tidak begitu saja bisa diabaikan. Mungkin karena itu pula
Pertemuan Biro Koordinasi Non-Blok di Kuwait yang berlangsung 2
hari pekan ini di samping membahas masalah Palestina, juga akan
mencari upaya mewujudkan gencatan senjata Iran-lrak. Pertemuan
dihadiri 34 negara, wakil 9 organisasi internasional dan 20
negara peninjau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini