Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Titik balik perang 18 bulan

Perang Iran-Irak telah mencapai satu titik balik. pasukan iran berhasil memukul mundur tentara irak yang bergerak ke lintasan kazzbeh. menggoyahkan posisi saddam husein, juga sekutu-sekutu irak.(ln)

10 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SERANGAN balasan terjadi beruntun sejak ulangtahun ke-3 Republik Islam Iran, 21 Maret, dan yang terhebat pekan lalu. Meriam, peluncur roket Katyusha dan peluru kendali jarak dekat bertubi-tubi menghajar pasukan Irak yang bergerak ke lintasan sempit Kazzbeh. Pertempuran masih di bumi Iran. Tapi Irak, yang semula berjaya, sekarang mengalami kekalahan berat. Sesudah melepaskan kota minyak Abadan, pasukan Irak berturut-turut mundur dari daerah perbatasan sekitar Shush, 32 km barat daya Dezful, Provinsi Khuzestan, di wilayah Iran. Pemerintah Iran bahkan membolehkan sekelompok wartawan asing meliput peperangan, izin pertama yang diberikan sejak Januari '80. Dari laporan mereka diketahui pasukan Irak dipaksa mundur sejauh 38 km. Di pihak Irak jatuh korban 8.000, luka-luka 12.000 orang. Saddam Hussein mengakui pertempuran telah mencapai satu titik balik. Presiden Irak ini kepada tentara Irak berpesan, "Saya harap kalian tidak sampai merasa pedih karena meninggalkan daerah yang sebelumnya kita kuasai. Bukan satu keharusan untuk mempertahankannya sebagai milik Irak. Tanah itu kita ambil hanya dalam rangka mempertahankan negeri kita." Titik balik ini bukan hanya menggoyahkan posisi Saddam Hussein, tapi juga mencemaskan sekutu Irak, yaitu Yordania dan negara-negara Teluk. Bahkan Departemen Luar Negeri AS yang memperhitungkan titik balik semacam itu akan mengubah keseimbangan politik di kawasan Teluk, menghimbau agar segera diadakan perundingan untuk mengakhiri perang 18 bulan ini. Raja Hussein dari Yordania pekan lalu tiba-tiba berkunjung ke Baghdad. Sebelumnya, Yordania mengirim 2.000 pasukan sukarela. Yaman Utara juga berbuat sama. Sementara itu Mesir menjual mesiu pada Irak, sedangkan Arab Saudi dan Kuwait memberikan bantuan keuangan. Solidaritas semacam ini erat kaitannya dengan kecemasan umum di kalangan penguasa negara-negara Teluk, bahwa Iran akan mengekspor revolusi ke negeri mereka. Sebuah usaha kudeta yang sempat digagalkan di Bahrain Desember silam, menambah kecurigaan pada Iran. Mei '81, enam negara Teluk membentuk Dewan Kerjasama Teluk yang antara lain menjajaki strategi khusus untuk menghadapi Iran. Merasa berada di atas angin, Ayatullah Khomeini dalam satu wejangan untuk tentara memperingatkan perang akan berlanjut terus hingga Saddam Hussein jatuh. "Kita tidak akan berkompromi," demikian agitasinya. Tapi Presiden Iran Hojatoleslam Ali Khameinei dalam sebuah pidato yang disiarkan Radio Teheran kemudian memastikan tentara Iran tidak akan menyerbu ke wilayah Irak. Hal yang sama diulangi oleh duta Iran di Vatikan, Hojatoleslam Khosrow Shahi. Tapi dia menam bahkan, "Kami yakin revolusi Iran akan meletus di negara-negara Teluk, tanpa terlibatnya angkatan bersenjata Iran." Perang Iran-lrak, yang pada mulanya merupakan sengketa murni Shatt-al Arab, dalam 18 bulan berubah corak. Peperangan yang menghancurkan tulang punggung ekonomi Iran ini justru meningkatkan semangat patriotis, suatu hikmah, mempersatukan bangsa Iran. yang tadinya saling bertentangan. Iran mengajukan syarat bagi gencatan senjata, yaitu pengunduran tentara Irak, dan PBB mengutuk Irak sebagai agresor. Saddam Hussein sudah menyatakan kesediaannya membicarakan penarikan mundur tentara Irak dari kawasan Iran seluas 800 mil persegi, tapi syarat Iran terlalu merendahkan martabatnya. Dan siasat pihak Iran ialah jelas bertujuan kejatuhan Saddam Hussein. Ini tentu saja tidak akan dibiarkan oleh sekutu Irak. Tapi Iran yang sudah terpencil, tidak punya devisa, kini main mata dengan Rusia. Mereka menerima peluncur roket Katyusha, mortir, AK dan peluncur roket antitank, yang masih dilengkapi dengan teknisi Soviet dan agen-agen KGB untuk melatih Pengawal Islam dan dinas rahasia Iran. Steven J. Rosen dari Rand Corporation,AS, mengungkapkan begini: "Untuk Rusia, Iran taruhannya. Mereka bermain di kedua sisi, menyediakan senjata untuk Irak lewat Yordan, dan untuk Iran lewat Korea Utara. Uni Soviet mencoba mempertahankan hubungan baik dengan para mullah yang konservati sementara mendukung Partai Komunis Iran." Barangkali analisa Rosen banyak benarnya, tapi ketegasan para mullah tidak begitu saja bisa diabaikan. Mungkin karena itu pula Pertemuan Biro Koordinasi Non-Blok di Kuwait yang berlangsung 2 hari pekan ini di samping membahas masalah Palestina, juga akan mencari upaya mewujudkan gencatan senjata Iran-lrak. Pertemuan dihadiri 34 negara, wakil 9 organisasi internasional dan 20 negara peninjau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus