ENAM bom meledak di pusat kota San Salvador, permulaan April.
Ini bukan kelakar April, tapi isyarat kaum gerilya kiri untuk
tetap melanjutkan pertempuran. Memang pertempuran di luar kota
antar mereka tetap berlangsung.
Pemilu 28 Maret di El Salvador hanya sekedar gambaran neraca
kekuatan di negara kecil yang tetap bergolak tersebut. Partai
komunis menentang pemilu ini, sedang di antara enam partai yang
turut dalam pemilu tidak satu pun yang mayoritas. Partai Kristen
Demokrat, yang kini memerintah, cuma berhasil mendapatkan 24
dari 60 kursi dalam parlemen. Arena atau National Republican
Alliance, sebagai partai terbesar nomor dua, cuma merebut 19
kursi. Empat partai gurem lainnya memperoleh sisanya, sama-sama
sedikit.
Meskipun suasana pemilu dirongrong oleh boikot dan serangan kaum
gerilyawan kiri, jumlah pemilih ternyata jauh melebihi dugaan
semula. Yaitu mendekati 1,2 juta orang, dari sekitar juta
penduduknya. Sedangkan jumlah orang yang mencalonkan diri dari
keenam partai ada 300 orang.
Lima partai bergaris kanan sudah berunding untuk bekerja sama
dalam suatu kabinet koalisi, dengan dua tuntutan: Pertama, akan
memerangi gerakan komunis. Kedua, menolak eksistensi Partai
Kristen Demokrat yang pemimpinnya kini jadi Presiden El
Salvador, Jose Napoleon Duarte.
Roberto D'Ambuisson, 38 tahun, pemimpin Arena yang memprakarsai
koalisi dari 5 partai ini, pagi-pagi sudah mengeluarkan
janjinya. "Saya akan memimpin koalisi ini dan mengontrol negara
dengan ketat," ujar D'Ambuisson, yang diduga mempunyai jalinan
kerjasama dengan teroris ekstrim kanan. Dia menyaingi Duarte,
tapi belum berhasil. Jika nantinya partai sayap kanan ini
menang, kata pejabat AS di Washington, "Kongres AS akan
melancarkan kritiknya tentang bantuan Amerika untuk El Salvador.
Sudah pasti kami akan memperkecil jumlah bantuan."
Washington
Duarte yang memprakarsai pemilu ini telah mengajak dua partai
kecil lainnya, Partai Aksi Demokrasi dan Partai Konsiliasi
Nasional (PCN) untuk berkoalisi. "Meskipun selama 17 tahun kami
hidup bersama PCN sebagai musuh politik ujar Julio Adolfo Rey
Prendes, bekas Walikota San Salvador dan kini orang kedua Partai
Kristen Demokrat, "kami akan membentuk kesatuan dan persatuan
nasional."
Semula, partai Duarte ini menduga akan mendapat kemenangan
mayoritas, hingga dia memprakarsai adanya pemilu. Pokoknya
Duarte, yang tidak banyak mendapat dukungan, berniat membenahi
negaranya. Tentu saja dengan dukungan Washington. Ternyata hasil
pemilu tidak begitu menggembirakan. Bahkan tampak betapa
terpilah-pilahnya El Salvador dalam beberapa aliran.
Jauh sebelumnya, Radio Venceremos, suara kaum gerilya kiri,
menyatakan mereka akan memboikot pemilu ini. Kedudukan mereka
tampaknya cukup stabil, meskipun belum begitu meluas,
Diperkirakan 34 dari 261 kota madya seluruh El Salvador di baah
pengaruh kaum gerilyawan ini, yang berkiblat ke Kuba.
Politik AS terhadap El Salvador merupakan isme lain yang tidak
juga diterima secara mayoritas di sana. Sementara Prancis
bersikap jalan tengah. Sebelum pemilu berlangsung, Menlu Prancis
Claude Cheysson berkata: "Pemilu tidak akan menghasilkan
apa-apa. Masalah El Salvador yang pokok ialah masalah
ketidakadilan. Cuma itu." Tapi bagi AS, ini sungguh masalah
tetangga yang makin serba berabe.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini