Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MUNGKIN tak ada orang yang lebih bertanggung jawab atas hasil pemilihan presiden di Timor Leste pada Senin pekan ini selain Shah Rukh Khan. Aktor Bollywood berwajah keren dengan sepasang alis yang hampir bertaut ini "bersalah" telah menebarkan paham tentang cinta dan pengorbanan-sesuatu yang sangat mahal di negeri mungil yang sering diroyan konflik sejak kemerdekaannya pada 2002 itu.
Dalam Kuch Kuch Hota Hai, bersama si seksi Rani Mukherjee dan si manis Kajol, Khan menari dan menyanyi tentang cinta yang memabukkan dan tak luntur oleh waktu. Tatkala rekaman film Bollywood itu menyentuh Timor Leste, seluruh negeri pun tersihir, jatuh hati, mulai mendendangkan lagu dalam bahasa Hindi tersebut, dan perlahan-lahan meninggalkan konflik. "Kami, orang-orang Timor, tahu tentang cinta, tapi kemudian terlupakan di tengah-tengah konflik. Adalah Bollywood-khususnya Shah Rukh Khan-yang mengajarkan kita arti cinta itu," kata Hugo Garcia, pejabat di Kementerian Luar Negeri, seperti dikutip harian The Indian Express.
Terpukul oleh pertarungan antarkelompok bersenjata yang mengoyak negeri itu pada 2006, masyarakat Timor Leste yang lelah dengan darah dan konflik tak kuasa melepaskan diri dari belitan trauma kekerasan. Masalah infrastruktur, korupsi, dan pendidikan memang menyita pikiran setiap orang, tapi jajak pendapat yang dilakukan Internasional Republican Institute (IRI) Center pada November tahun lalu menegaskan bahwa 66 persen responden khawatir kekerasan akan singgah ke pekarangan rumah mereka dalam pemilihan kali ini.
Ya, bertahun-tahun kontestasi tajam di antara dua kekuatan besar, Partai Fretilin dan Kongres Nasional Timor untuk Rekonstruksi (CNRT), telah menghantui Timor Leste-sampai akhirnya dua tahun lalu, Xanana Gusmao, pemimpin CNRT yang juga bekas presiden dan perdana menteri yang kini menjadi Menteri Perencanaan dan Investasi Strategis, menempuh jalan tak biasa. Ia mencalonkan Rui Maria Araujo dari partai pesaingnya, Fretilin, menggantikannya di CNRT. Xanana kemudian mengajukan Francisco "Lu Olo" Guterres, juga dari Fretilin, sebagai calon presiden. Inilah manuver politik yang tak hanya meredam kontestasi dua pesaing bebuyutan itu, mengukuhkan stabilitas, tapi juga mengundang kritik: semua ini akhirnya berujung pada bagi-bagi kekuasaan alias power sharing.
Dalam kampanye, Fretilin dan CNRT tetap merupakan dua kekuatan yang bersaing. Namun, pada pengujung pemilihan presiden (Maret) dan parlemen (Juli), apa yang dikhawatirkan para kritikus-pembagian kekuasaan-akan menjadi kenyataan. Tatkala dua kekuatan besar bersatu di badan eksekutif dan legislatif, tergeruslah oposisi yang efektif, lalu lenyaplah pengawasan.
Timur Leste pun terbelah. "Tanpa oposisi yang efektif," kata Presiden Taur Matan Ruak mengingatkan, "para pemimpin negara akan menjadi lebih nepostistik." Dan, "Timor Leste terlalu sentralistis. Sentralistis dalam kekuasaan dan wewenang, dan kita menyia-nyiakan sumber daya dan membuat penduduk Timor jadi warga negara kelas dua," ujarnya dalam kesempatan lain. Taur Matan Ruak, komandan lapangan dalam perang kemerdekaan dulu, tak pernah menyembunyikan hasratnya memegang jabatan perdana menteri yang lebih luas dan Partai Pembebasan Rakyat (PLP) siap mendukungnya.
Senin, 20 Maret 2017, rakyat Timor Leste memilih satu dari tujuh calon presiden yang masuk kualifikasi. Jajak pendapat IRI pada November tahun lalu menunjukkan 21 persen pemilih akan memberikan suaranya kepada Francisco "Lu Olo" Guterres dan 51 persen belum memutuskan. Mereka akan memilih satu dari tujuh calon presiden-antara lain José Luís Guterres, Amorim Vieira, Luís A. Tilman, Francisco "Lu Olo" Guterres, António da Conceição, dan Antonio Maher Lopes. Ini pilihan yang sulit karena, jika Lu Olo yang menjanjikan ketenangan dan kedamaian memenangi pemilihan, tak ada lagi oposisi yang dapat mengontrol pemerintah secara efektif.
IDRUS F. SHAHAB (BBC, THE DIPLOMAT, ASIA GLOBE)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo