Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ujian Untuk Presiden Pertama

Mengecam cara-cara yang ditempuh dewan revolusi. memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintah.

16 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOAL siapa sebenarnya yang berkuasa di Iran tampaknya akan tetap jadi masalah kontroversial. Apalagi bila dihubungkan dengan peristiwa penyanderaan orang Amerika di Teheran yang sudah berlangsung 3 bulan lebih. Dalam wawancara teve Inggris pekan lalu, Menlu Sadeq Ghotbzadeh menyinggung persoalan itu. Jika ada keputusan Dewan Revolusi dan restu Ayatullah Khomeini, katanya, Pemerintah Iran tak akan segan-segan menggunakan kekerasan dalam menghadapi mahasiswa militan itu. "Itu pun jika dibutuhkan," tambahnya. Pernyataan Ghotbzadeh ini sejalan dengan suara Abolhassan Bani Sadr. Sejak Bani Sadr terpilih sebagai presiden, kecaman ke arah mahasiswa militan itu terasa semakin keras. Contoh yang menyolok ialah ketika terjadi penangkapan terhadap Menteri Penerangan, Nasser Minachi, oleh pengawal revolusi tanpa setahu pemerintah. Waktu itu pihak mahasiswa menuduh Minachi 'punya hubungan dekat dengan CIA'. Bani Sadr rupanya tak tinggal diam. Dia menuduh mahasiswa itu sebagai diktator yang ingin membentuk pemerintahan dalam suatu pemerintahan. "Bagaimana rasa damai ada di suatu negara jika orang seenaknya saja menangkap seorang menteri yang bertanggungjawab di tengah malam tanpa tanya dan tanpa wewenang," kata Bani Sadr. Kecaman tadi tentu saja diarahkan ke mahasiswa dan ke arah rekannya di Dewan Revolusi. Dan dalam waktu 24 jam Minachi akhirnya dibebaskan setelah ada keputusan Dewan Revolusi. Kemarahan Bani Sadr tak hanya sampai di situ. Dia juga mengecam tindakan mahasiswa yang mengundang wakil Islam Amerika untuk menghadiri peringatan setahun Revolusi Iran. Juga tanpa setahu pemerintah. "Di manapun di dunia ini, baik di bawah pemerintahan yang biasa, tindakan yang tidak mempedulikan pemerintah bakal dihukum berat," kata Bani Sadr. Dia menuduh mahasiswa telah melanggar konstitusi Islam secara terbuka. "Dengan seluruh peristiwa ini bagaimana kita bisa mengharapkan pemerintah tidak akan gagal," tambahnya. Dalam suatu tulisan di koran Kayhan, Bani Sadr mengecam koleganya di Dewan Revolusi. "Cara-cara yang ditempuh Dewan Revolusi selama ini telah membiarkan terjadi keputusan kelompok ini atau kelompok itu sesukanya. Dan selama ini anda tidak pernah menemukan kritik dari Dewan Revolusi terhadap perbuatan yang melanggar aturan itu," demikian Bani Sadr. Tapi kalangan mahasiswa rupanya tak bisa menerima kritik itu. Seorang jurubicara mahasiswa mengatakan, "mereka yang menyerang kami sama saja dengan mereka yang menganggap pengambilalihan kedutaan besar AS itu suatu perbuatan tidak sah." Kalangan mahasiswa mengaku semua tindakan mereka sudah mendapat persetujuan Dewan Revolusi. Dan sekali lagi mereka menegaskan bahwa para sandera tidak akan dilepas sebelum Syah dipulangkan ke Iran. Namun Presiden Bani Sadr ditunjuk sebagai Penjabat Ketua Dewan Revolusi, Jumat pekan lalu, dengan restu Ayatullah Khomeini. Perkembangan politik mungkin akan jadi lain karenanya. Kini Bani Sadr memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahannya. Masih tetap jadi soal ialah sejauh mana Ayatullah Khomeini memberi kesempatan kepada Bani Sadr untuk menggunakan kekuasaan yang ada padanya. Karena Khomeini tetap merupakan tokoh yang dianggap mendukung mahasiswa militan itu. Dan ini, misalnya, terlihat dari kunjungan Hajatolislam Ahmad Khomeini, putra sang ayatullah, ke tempat penyanderaan itu. Dalam kunjungannya itu Ahmad Khomeini sekali lagi mengingatkan bahwa pemerintah AS rupanya belum mau menyadari bahwa sandera itu hanya akan dibebaskan jika Syah dipulangkan dan harta rampokannya dikembalikan ke Iran. Dari pernyataan Ahmad Khomeini ini timbul kesan bahwa ada dua kubu kekuasaan yang sedang bertarung di Iran, khususnya mengenai masalah sandera. Yaitu Bani Sadr yang didukung rakyat di satu pihak, dan fraksi mahasiswa yang tak begitu jelas siapa pendukungnya di pihak lain. Cuma sebuah sumber yang dapat dipercaya, begitu tulis koran Kuwait Al Wathan, mengatakan bahwa Pemerintah Iran telah memaksa beberapa mahasiswa kiri untuk- meninggalkan kedutaan besar AS di Teheran. Dari sejumlah 400 mahasiswa yang semula menduduki gedung itu, sekarang hanya tinggal 50.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus