Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Virus corona menumpang di badan manusia untuk berkembang biak.
Obat HIV digunakan untuk mencegah sesak napas akibat corona.
Kurkumin bisa menghalangi rusaknya sel paru karena corona.
PARA dokter di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, kaget saat kedatangan seorang warga negara Cina pada Ahad, 26 Januari lalu. Tanpa pemberitahuan sebelumnya, pria 35 tahun itu datang membawa surat rujukan dari sebuah rumah sakit di Kabupaten Bandung Barat. Isinya antara lain menyebutkan ia menderita infeksi saluran pernapasan atas akut. Si pasien baru kembali dari Cina dua pekan sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim dokter sepakat memasukkan pasien itu ke ruang isolasi karena khawatir ia terjangkit novel coronavirus (2019-nCoV). Dari ruang instalasi gawat darurat, yang sebenarnya satu kompleks dengan ruang isolasi, ia diangkut dengan ambulans. Mobil ambulans berputar melewati jalan raya di belakang rumah sakit, lalu masuk ke pintu samping. “Kami khawatir kalau lewat jalur dalam pasien yang lain akan tertular,” kata Ketua Tim Infeksi Khusus RSHS Bandung, Yovita Hartantri, Kamis, 30 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beruntung, kondisi pasien itu segera membaik setelah diberi infus dan obat penurun panas. Hasil pemeriksaan sampel lendir yang dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan pun menyatakan dia tidak terjangkit virus corona. Ia diperbolehkan keluar dari ruang isolasi pada Rabu, 29 Januari lalu. Seorang pasien lain yang diduga terserang virus corona Wuhan karena baru pulang dari Singapura juga dinyatakan negatif.
Hingga Jumat, 31 Januari lalu, belum ada pasien yang terkonfirmasi menderita penyakit akibat virus corona jenis baru itu di Indonesia. Virus itu sudah menyerang 13 orang di Singapura. Semuanya warga negara Cina yang baru datang dari Wuhan. Di Malaysia, delapan warga Cina yang baru tiba dinyatakan terjangkit virus tersebut.
Sebelum virus itu mewabah di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina, sejak akhir Desember 2019, para peneliti mengidentifikasi coronavirus hampir enam dekade lalu. Coronavirus mulai menjadi pusat perhatian setelah muncul wabah sindrom pernapasan akut berat (SARS) pada 2002 di Cina yang disebabkan oleh SARS-CoV dan penyakit sindrom pernapasan TimurTengah (MERS) yang pertama kali teridentifikasi di Arab Saudi yang dipicu MERS-CoV pada 2012. Kedua virus tersebut berasal dari kelelawar. “Struktur virus corona yang baru pun hampir sama dengan SARS dan virus yang berasal dari kelelawar,” ucap guru besar biologi molekular Universitas Airlangga, Surabaya, C.A. Nidom.
Menurut Nidom, virus harus menumpang pada makhluk hidup lain yang disebut inang, termasuk manusia, untuk dapat berkembang biak. Ia menggunakan sel dalam tubuh inang untuk mereplikasi diri. Tubuh manusia berusaha melawan invasi ini dengan mengerahkan pasukan imun, di antaranya sitokin.
Masalahnya, kadang tubuh terlalu banyak memproduksi sitokin untuk melawan virus yang masuk tersebut, yang dikenal dengan sebutan badai sitokin. Akibatnya, sitokin tak hanya menghancurkan virus, tapi juga merusak sel-sel tubuh. Badai sitokin ini bisa menyebabkan pneumonia. Kondisi ini bisa dicegah dengan obat antiretroviral yang biasa digunakan untuk pasien virus imunodefisiensi manusia (HIV). “Sehingga kerusakan paru-parunya tak fatal,” ujar Nidom. Pemerintah Cina meminta pasokan antiretroviral untuk mengatasi krisis di negaranya.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan penyakit tropis dan infeksi, Erni Juwita Nelwan, mengatakan berat-ringan penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut bergantung pada kondisi pasien. Kebanyakan dari mereka yang terjangkit hingga meninggal berusia di atas 60 tahun dan memiliki penyakit penyerta, seperti diabetes melitus, stroke, dan gagal ginjal.
Kalaupun mereka tak memiliki penyakit penyerta, usia yang sudah menua pun secara alami menurunkan ketahanan tubuh. “Pasien 36 tahun yang meninggal tanpa penyakit penyerta pun mungkin daya tahan tubuhnya sedang rendah,” kata dokter spesialis paru, Erlina Burhan. Pada Jumat, 24 Januari lalu, otoritas Wuhan menyebutkan seorang pria 36 tahun meninggal akibat virus tersebut. Ia menjadi korban termuda.
Kalau daya tahan baik, Erni melanjutkan, meski terinfeksi, tubuh akan melawan virus tersebut. Virus bersifat self-limiting disease alias bisa mati sendiri. Obat diberikan hanya untuk mengatasi gejala yang timbul. Obat penurun panas, misalnya, untuk mengatasi demam dan obat antinyeri guna meredakan sakit kepala. Jika terjadi sesak napas berat, pasien diberi ventilator.
Selain pemberian obat HIV, menurut Nidom, ada cara yang sudah terbukti dapat mencegah rusaknya sel paru-paru akibat virus, yakni menggunakan kurkumin. Nidom dan sejawatnya meneliti keampuhan kurkumin untuk mengendalikan badai sitokin dan menguatkan daya tahan tubuh. “Kurkumin antara lain dikandung dalam kunyit, temulawak, dan jahe,” tuturnya.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Anung Sugihantono mengatakan pemerintah mengupayakan pencegahan penyebaran virus corona Wuhan dengan memeriksa suhu tubuh orang yang datang dengan pesawat dan kapal, terutama yang berasal dari Cina. Pemeriksaan dilakukan langsung di atas pesawat atau kapal setelah mendarat. PT Angkasa Pura II, Anung menjelaskan, juga menyediakan tempat parkir khusus bagi pesawat yang penumpangnya menunjukkan gejala terserang virus tersebut. Tersedia 21 kapsul evakuasi berupa tandu tertutup yang tersebar di beberapa bandar udara untuk mengangkut orang yang diduga terserang virus tersebut.
NUR ALFIYAH, ANWAR SISWADI (BANDUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo