Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tim Pencari Fakta Harun Masiku Sepi Peminat

Ringkasan berita sepekan.

1 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tim pencari fakta Harun Masiku tak diminati lembaga lain.

  • Kepolisian menangkap sejumlah petinggi kerajaan abal-abal, Sunda Empire dan King of The King.

  • Sebuah musala di Minahasa Utara dirusak.

OMBUDSMAN Republik Indonesia menolak bergabung dengan tim pencari fakta kepulangan Harun Masiku, tersangka penyuap anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Komisioner Ombudsman, Ninik Rahayu, mengatakan lembaganya berfungsi sebagai pengawas pemerintah yang bekerja secara mandiri. “Sebagai pengawas, kami tak boleh masuk ke tim pemerintah,” kata Ninik pada Rabu, 29 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengumumkan rencana pembentukan tim gabungan pada Jumat, 24 Januari lalu. Menteri Hukum Yasonna Hamonangan Laoly menyebutkan tim akan terdiri atas perwakilan Ombudsman, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Divisi Cyber Crime Markas Besar Kepolisian RI, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Tim ini akan mengungkap fakta di balik kesalahan data keimigrasian soal Harun yang berstatus buron.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala BSSN Hinsa Siburian belum menyambut ajakan Yasonna. Ia mengaku BSSN masih mempelajari permintaan itu. “Sedang dipelajari suratnya,” ujar Hinsa. Mabes Polri juga belum memastikan bergabung dengan tim pencari fakta. “Kami sedang mengkoordinasi semua komponen terkait dengan informasi yang bersangkutan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono.

Sebelumnya, Yasonna ngotot menyatakan bahwa Harun Masiku berada di luar negeri saat Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Wahyu Setiawan pada 8 Januari lalu. Penelusuran Tempo menunjukkan Harun kembali dari Singapura sehari sebelum operasi tangkap tangan. Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F. Sompie akhirnya mengakui Harun sudah di Indonesia pada 7 Januari 2020. Ia beralasan ada keterlambatan sistem informasi keimigrasian di bandar udara. Sedangkan Yasonna menyatakan kesalahan itu bukan kesengajaan. “Swear to God, itu error.”

Pada Selasa, 28 Januari lalu, Yasonna mencopot Ronny sebagai Dirjen Imigrasi. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini beralasan pencopotan Ronny demi menjaga independensi penyelidikan dan menghindari konflik kepentingan. Yasonna juga mencopot Direktur Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian Alif Suadi.




Musala di Minahasa Utara Dirusak

SEKELOMPOK orang merusak Musala Al-Hidayah di Perumahan Griya Agape, Desa Tumaluntung, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Rabu, 29 Januari lalu, sekitar pukul 18.20 waktu setempat. Video perusakan musala tersebut beredar di media sosial sehari setelah perusakan.

Kepolisian Daerah Sulawesi Utara menangkap enam orang dalam peristiwa tersebut. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulawesi Utara Komisaris Besar Jules Abraham Abast mengatakan keenam tersangka adalah warga Desa Tumaluntung. “Salah satunya provokator,” kata Jules, Jumat, 31 Januari lalu.

Perusakan berawal dari perdebatan antara masyarakat sekitar dan penduduk yang berada di dalam musala. Mereka menolak bangunan itu digunakan sebagai tempat ibadah. Setelah perusakan itu, pemerintah Minahasa Utara bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, dan para tokoh agama bersepakat memperbaiki kerusakan dan mengurus izin pembangunan musala.

 



Bupati Kabupaten Solok Selatan, Muzni Zakaria, resmi memakai rompi tahanan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 30 Januari 2020. TEMPO/Imam Sukamto

 

KPK Tahan Bupati Solok Selatan

KOMISI Pemberantasan Korupsi menahan Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria, Kamis, 30 Januari lalu. Ia ditahan di rumah tahanan KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. “Penahanan dilakukan untuk 20 hari ke depan,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri.

Muzni ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pada 5 Mei 2019. Ia diduga menerima suap Rp 775 juta dari proyek jembatan Ambayan dan Masjid Agung di Solok Selatan, Sumatera Barat. Muzni diduga memerintahkan anak buahnya memenangkan perusahaan milik Muhammad Yamin Kahar dalam proyek jembatan dan masjid itu. KPK menahan Yamin Kahar pada Rabu, 22 Januari lalu.

Muzni tak banyak berkomentar soal penahanan ini. “Terima kasih,” kata Muzni kepada wartawan setelah menjalani pemeriksaan dan dibawa ke ruang tahanan.

 


 

Petinggi Sunda Empire Ditangkap

KEPOLISIAN Daerah Jawa Barat menangkap tiga petinggi Sunda Empire, Selasa, 28 Januari lalu. Ketiganya disangka melanggar Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. “Mereka menyebarkan berita yang tak jelas kebenarannya,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat Komisaris Besar Saptono Erlangga.

Ketiga petinggi Sunda Empire itu adalah Nasri Banks, yang menjabat perdana menteri; Ratna Ningrum, yang mengaku sebagai kaisar; dan Rangga Sasana, yang menjadi sekretaris jenderal. Perkumpulan ini mengklaim sebagai kerajaan yang bisa mengendalikan perang nuklir dan Amerika Serikat.

Polisi juga menangkap lima anggota komunitas King of The King alias Indonesia Mercu Suar Dunia. Mereka adalah SMN alias N serta dua bawahannya berinisial F dan P. Polisi masih memburu sang presiden, Dony Pedro. Mengklaim memiliki harta kerajaan yang mampu melunasi utang Indonesia, kelompok ini mengutip Rp 1,5 juta kepada tiap anggotanya.

 


 

Dede Lutfi Alfiandi. TEMPO/Imam Sukamto

 

Divonis Empat Bulan, Lutfi Bebas

PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat memvonis Dede Lutfi Alfiandi hukuman 4 bulan penjara. Pemuda 20 tahun itu terbukti melawan polisi saat unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi pada 30 September 2019. “Tidak segera pergi dari kerumunan setelah diperingatkan sebanyak tiga kali,” kata hakim ketua Bintang A.L. saat membacakan putusan, Kamis, 30 Januari lalu.

Seusai pembacaan vonis, Lutfi bebas dari Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat. Lutfi bergabung dengan pengunjuk rasa dari kelompok pelajar saat berdemonstrasi. Foto dia membawa bendera Merah Putih saat berdemonstrasi viral di media sosial.

Lutfi mengaku dianiaya dan disetrum saat menjalani pemeriksaan di Kepolisian Resor Jakarta Barat. Ia juga menyatakan dipaksa mengakui melempar batu ke arah polisi. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya akhirnya memeriksa lima penyidik Polres Jakarta Barat.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus