Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal gula bukan hal baru bagi Eddy Abdurrahman. Lama berdinas di Medan sebagai Kepala Bea Cukai Sumatera Utara, namanya populer di kalangan pemain gula setempat, baik yang terang maupun "gelap". Sejak September 2002, dia pindah ke Jakarta setelah diangkat menjadi Dirjen Bea Cukai. Dalam posisi ini, Eddy ikut sibuk mengurus gula yang kini ramai jadi komoditas ilegal. Kepada TEMPO, Eddy menjawab sejumlah konfirmasi. Berikut petikannya.
Kami menelusuri pemain gula ilegal di Tanjung Balai dan Medan. Wah, nama Anda rupanya populer di sana sebagai "beking bos-bos penyelundup gula" di Sumatera. Apa komentar Anda?
(Tertawa) Tuduhan seperti itu sudah biasa saya alami, tapi saya enggak punya kepentingan (interest) apa pun. Saya enggak kenal mereka.
Dari berbagai kasus, tampaknya Bea Cukai cuma berani menggertak penyelundup kecil. Mengapa?
Belum lama kami menyisir gudang. Tapi, begitu anak buah saya menemukan sesuatu, kita malah dibalikkan dengan pertanyaan, "Kenapa tidak tangkap yang lebih besar?" Lo, yang lebih besar itu siapa?
Yang lebih besar itu para dalang, pedagang besar, atau rekanan dari importir resmi. Bukankah mereka ini yang harus ditangkap?
Saya setuju. Persoalannya bagi kita, penyidik itu tak bisa mengajukan penyidikan kalau tak ada bukti-bukti yang lengkap.
Modus apa yang biasanya digunakan para pemain besar?
Modusnya menggunakan orang-orang suruhan. Tapi, kalau kita hanya menuduh (tanpa bukti?Red.), si mastermind itu bisa menggunakan pengacara yang mengalahkan kita.
Penyelundupan terkesan lebih marak setelah tata niaga gula diterapkan. Apa pendapat Anda?
Memang begitu. Dengan tata niaga, tak setiap orang punya kesempatan mengimpor. Padahal permintaan tinggi. Sehingga, dia akan memasukkan dengan segala cara. Makanya, dengan adanya tata niaga, yang paling sulit adalah Bea Cukai. Kami adalah pihak yang paling mudah disalahkan.
Gula selundupan mudah sekali masuk dari Port Klang. Apakah tidak ada koordinasi antara kita dan aparat Malaysia?
Port Klang itu zona perdagangan bebas yang dibuat pemerintah Malaysia untuk menarik sebanyak mungkin perdagangan ke sana. Karena itu, aturan kepabeanan tak berlaku di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo