Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Tersandung Pertemanan Lama

Dari pekerja kontraktor menjadi pengusaha kakap. Menang tender Borang berkat kedekatannya dengan petinggi PLN?

8 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERMULA dari seorang pekerja kontraktor jalan, Johanes Kennedy Aritonang kini dikenal sebagai pengusaha ”kakap” beromzet ratusan miliar rupiah. Peruntungan lelaki kelahiran Tapanuli Utara, 46 tahun silam, ini sejak 1990 melejit bak meteor.

Lahan 200 hektare di kawasan Muka Kuning, Batam, yang bisa dikuasainya, disulapnya dari hutan menjadi kawasan industri dan kompleks perniagaan. Di sana, ia membangun kawasan industri Panbil Industrial Estate, Mal Panbil, kompleks rumah toko, juga Plaza Panbil tempat PT Nusatama Properta Panbil, miliknya, berkantor. ”Johanes ulet dan pekerja keras,” kata Ombur Rajaguguk, kawan dekatnya.

Awal 2006, nama Johanes mencuat ke kancah nasional. Tapi kali ini bukan kisah suksesnya yang terpampang di media massa nasional. John, sapaan akrab Johanes, diwartakan terlibat kasus dugaan korupsi dalam pengadaan turbin pembangkit listrik Borang, Palembang, Sumatera Selatan, yang diungkap polisi.

Ia bahkan harus merasakan dinginnya terali besi bersama tiga petinggi PLN: Eddie Widiono (Direktur Utama), Ali Herman Ibrahim (Direktur Pembangkitan dan Energi Primer), dan Agus Darmadi (Deputi Direktur Pembangkitan). Beruntung, polisi untuk sementara ini melepas keempat tersangka tersebut karena jaksa menilai dakwaan polisi tak cukup kuat.

Menurut David Octarevia, bekas anggota staf ahli Johanes Kennedy, di awal kariernya, Johanes biasa menerima proyek borongan jalan hingga pembangunan dormitori atau asrama untuk para buruh pabrik di kawasan industri. Ia juga cekatan menggaet peluang lain, seperti memasok pengadaan alat-alat kantor Badan Otorita Batam.

Nama Panbil sendiri, menurut seorang kolega Johanes, merupakan kependekan dari Patric and Billy. Patric adalah anak Johanes, sedangkan Billy anak salah satu mitranya di PT Nusatama. Johanes juga memiliki sejumlah perusahaan. ”Sebagian tidak lagi aktif,” ujar David.

Selain mengelola kawasan industri, PT Nusatama mengelola sejumlah kompleks perumahan, seperti PT Harapan Jaya Sentosa dan Vila Panbil, yang tergolong elite. Iuran keamanan di perumahan itu Rp 600 ribu per bulan. Di Vila Panbil inilah Johanes bermukim.

Kontrak pengadaan turbin Borang sejatinya bisa menjadi cerita sukses Johanes. Namun kontrak pengadaan dua turbin Truck Mounted (TM) 2500 itulah yang justru mengantarkannya menjadi tersangka. Beberapa orang di sekelilingnya menduga Johanes bisa mendapatkan kontrak itu karena pertemanan lamanya dengan Ali Herman. Ali memang lama bekerja di PT Pelayanan Listrik Nasional Batam. Terakhir, ia menjadi direktur anak perusahaan PLN di Batam itu. Hanya saja Johanes menolak dikonfirmasi soal ini (lihat: Tutup Mulut Rame-rame)

Menurut pengurus Asosiasi Kontraktor Listrik Mekanikal Indonesia (AKLI) Batam, H. Ismet Hamid, Johanes dekat dengan Ali Herman terutama saat ia menjabat Ketua AKLI DPC Batam selama dua periode (1990-1996). Hubungan terjalin karena Johanes memiliki pembangkit untuk kawasan industri, yang listriknya kerap dibeli PLN saat kekurangan pasokan setrum.

Selain itu, keaktifannya berorganisasi hingga menjadi ketua di beberapa organisasi, seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), membuat Johanes punya pergaulan luas, termasuk dengan pejabat PLN. Selain sebagai Ketua Kadin Batam, ia menjadi Ketua Perhimpunan Kawasan Industri Batam. ”Di industri kelistrikan Batam, Johanes malah tak punya banyak kegiatan bisnis,” kata Ombur.

Ismet sepakat dengan Ombur. Seingat dia, pekerjaan kontraktor di bidang kelistrikan hanya beberapa kali ditangani Johanes, di antaranya pengerjaan penggalian kabel bawah tanah dan pembangunan beberapa gardu listrik. Ombur menambahkan, bisnis Johanes lebih banyak di bidang properti.

Tapi, kata David, pendapatan Johanes dari kawasan industri Panbil pun tidak seberapa. Kompleks niaganya tidak cukup berhasil. Itu sebabnya Johanes lebih mengandalkan usaha di luar bisnis utamanya.

Salah satunya melalui PT Guna Cipta Mandiri. Guna Cipta berdiri pada 24 September 1998, namun baru tercatat dalam dokumen Tanda Daftar Perusahaan pada 13 Juni 2004—menjelang tender Borang. Meski bukan rekanan PLN, perusahaan ini berhasil menang tender senilai US$ 29,5 juta, menyingkirkan pemain utama di bisnis turbin, seperti PT Indo Turbine dan Rolls-Royce International.

Berdasarkan dokumen Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas dan Surat Izin Usaha Perdagangan, Guna Cipta, yang beralamat di Kompleks Komersial Area Ruko Blok A Nomor 03 Panbil, Batam, tercatat dimiliki oleh Severius Wimen Bouk, 38 tahun. Namun sesungguhnya Johaneslah pemilik perusahaan ini, seperti tertuang dalam perjanjian yang dibuat keduanya pada 17 Juni 2004.

Belakangan ini, meski kedua perusahaannya itu bermarkas di Batam, Johanes kerap mangkal di Jakarta. Dari kantor Guna Cipta Mandiri di lantai 10 gedung Graha Surya Internusa di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, ia biasa mengendalikan bisnisnya. Hotel Mulia di kawasan Senayan, Jakarta, pun menjadi tempatnya bermukim dua tahun terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus