Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Barang yang sedang dipersoalkan itu tegak di area Pembangkit Listrik Tenaga Gas Borang, Sumatera Selatan. Berwarna biru dan abu-abu, dua turbin penghasil listrik yang sudah ditempeli logo setrum PLN itu berbentuk boks trailer roda enam.
Pekan lalu, Tempo berkunjung ke sana. Sepi. Tak banyak karyawan karena kantor-kantor masih tutup. ”Kalau bulan puasa, kantor buka agak siang,” kata seorang tukang sapu. Ada tiga kantor di area ini: PT Perusahaan Listrik Negara, PT Kokindo—anak usaha PLN yang mengelola operasionalisasi turbin—dan PT Medco Energi sebagai pemasok gas.
PLN mengklaim turbin yang sudah dipakai seribu jam di Ghana itu berkapasitas 18,4 megawatt. Suaranya bising seperti di dekat baling-baling pesawat udara. ”Turbin hidup terus selama 24 jam,” kata Fikri, petugas pengawas.
Menurut dia, mesin Truck Mounted (TM) 2500 tiba di Borang pada akhir Oktober 2004, lalu dioperasikan dua bulan kemudian. Dan belum pernah rusak parah. ”Setahu saya, suku cadangnya juga belum ada yang diganti,” katanya.
Tapi perawatannya memang supertelaten. Fikri dan empat temannya dalam satu shift—ada tiga shift dalam sehari-semalam—harus memeriksa dan membersihkan kotoran mesin setiap satu jam.
Borang berada di perbatasan Palembang dan Banyuasin, di wilayah hutan yang jauh dari permukiman. Tahun lalu, kasus rekayasa tender dan dugaan markup alias penggelembungan harga pembelian dua turbin tersebut menyeret Direktur Utama PLN ke penjara. Sejak itu, wilayah ini menjadi ramai.
Di kiri-kanan jalan berkerikil selebar dua meter, tertera penawaran kapling-kapling tanah yang akan dijual. Para pengembang rupanya mulai berminat membangun permukiman baru di sini.
Untuk mencapai lokasi, perlu setengah jam naik sepeda motor dari pusat Kota Palembang. Jalan masuknya rapi-jali dengan beton mulus—sisa-sisa penyambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada November 2004. Saat itu, Yudhoyono meresmikan PLTGU Independent Power Producers (IPP), produsen setrum swasta pertama di Sumatera.
PLTGU swasta itu hasil kerja sama pemerintah Indonesia dengan investor Cina, dan beroperasi dua bulan sebelum diresmikan. Itu sebabnya Palembang selamat menggelar Pekan Olahraga Nasional, 2-14 September 2004, meski listrik hanya benderang di sekitar stadion.
Di rumah-rumah penduduk, listrik tetap saja byar-pet. Itu karena pembangkit baru ini harus membagi listrik untuk tiga provinsi lain di Sumatera bagian selatan. Sedangkan turbin PLN yang ditunggu tak kunjung tiba.
PT Guna Cipta Mandiri, yang menang tender pembelian dua turbin pasokan General Electric, gagal memenuhi janjinya. Dalam kontrak, Guna Cipta berjanji mendatangkan turbin sebelum PON dan pemilihan presiden tahap II, Oktober 2004.
Nyatanya, mesin baru tiba akhir Oktober dan dioperasikan dua bulan kemudian. Padahal dua hajatan itulah yang menjadi alasan PLN membeli turbin, tak peduli anggaran lagi cekak.
IPP dan PLTG Borang milik PLN hanya dipisahkan jalan dan simpangan—titik terakhir sambungan beton jalan. Beton berbelok ke kanan, ke arah pembangkit IPP. Jalan ke kiri ke arah pembangkit PLN masih berkerikil dan bocel-bocel. Orang Palembang sendiri menyangka mesin IPP itu adalah mesin PLN yang ramai diberitakan media sepanjang 2005-2006.
Seorang penyidik Markas Besar Kepolisian RI yang datang memeriksa kawasan ini pada 2005 melukiskan, Borang betul-betul seperti hutan. Sang penyidik sengaja datang malam hari. ”Supaya ketahuan kualitas pembangkit Borang sebenarnya,” katanya.
Sementara jalan ke pembangkit IPP diterangi lampu merkuri, si penyidik terpaksa berbekal senter ketika menyusuri jalan setapak 500 meter dari persimpangan itu ke pembangkit PLN. ”Jalan pun harus hati-hati, takut dipatuk ular,” katanya, tergelak.
Spesifikasi TM 2500 | |
Bahan bakar | Gas |
Kapasitas (megawatt) | 18 |
Heat Rate (BTU/kWh) | 10.695 |
Tingkat Kebisingan (dB) | 85 |
Frekuensi (Hz) | 50/60 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo