Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Ditunggu, Instrumen Yang Bulat

Dengan adanya fasilitas diskonto dan sertifikat bank indonesia, kelebihan atau kekurangan dana dapat di atasi. belakangan ini, berbagai bank menawarkan kenaikan bunga untuk deposito berjangka. (kl)

3 Maret 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INSTRUMEN-instrumen moneter baru yang diperkenalkan Bank Indonesia pada 1 Februari, yaitu SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan fasilitas diskonto, ditawarkan kepada sistem perbankan tanpa menimbulkan masalah apa pun. Tetapi, patut direnungkan bahwa waktu delapan bulan yang dilewatkan sejak perombakan kebijaksanaan suku bunga 1 Juni 1983 terlalu lama kalau kita hendak menampbng dengan baik perkembangan yang serba pesat yang terjadi di bidang moneter dan keuangan. Pada 22 Februari, Bank Indonesia untuk keempat kalinya menawarkan SBI kcpada sistem perbankan, untuk menampung dana lebih yang ada pada bank. Peredarannya tidak banyak, tetapi memang itulah yang diharapkan. Bank yang mempunyai dana lebih, pertama-tama berusaha menyalurkannya kepada sesama bank komersial, dan baru dalam instansi terakhir akan membeli SBI. Begitu pula, satu-dua bank saja yang mempergunakan fasilitas diskonto. Bank yang kekurangan dana pun lebih suka meminjamnya dari bank komersial lainnya, sebelum minta bantuan bank sentral. Yang penting ialah adanya fasilitas untuk mengatasi kelebihan atau kekurangan dana yang sewaktu-waktu dapat diandalkan. Misalnya, seperti terjadi pada waktw pemborongan valuta asing sampai berjumlah hampir US$ 100 juta menjelang saatnya RAPBN 1984/85 disampaikan kepada DPR Januari yan lalu. Kontraksi peredaran uang denganhampir Rp 100 milyar daram sehari yang terjadi waktu itu, menyebabkan banyak bank kehabisan rupiah untuk melayani nasabahnya yang hendak memborong dolar. Seandainya waktu itu sudah ada fasilitas diskonto pasti bunga call money antarbank tidak akan melonjak sampai 30% setahun. Selama kepekaan terhadap kurs rupiah hanya disebabkan oleh kekhawatiran yang berdasarkan kekurangan informasi, seperti menjelang kenaikan harga BBM, adanya instrumen moneter baru itu memang akan dapat menenangkan keadaan. Tetapi kalau - dan hal ini mudah-mudahan tidak terjadi - selewat cuaca dingin di Eropa dan Amerika sekarang ini harga minyak OPEC sampai turun lagi beberapa dolar dan kepekaan terhadap kurs rupiah sampai muncul kembali, maka skenarionya mungkin akan lain lagi. Sementara itu, waktu terakhir ini ditandai oleh kenaikan bunga yang ditawarkan berbagai bank untuk deposito berjangka, bukan saja oleh bank swasta nasional, melainkan juga salah satu bank pemerintah dan bank asing. Rupanya, gambaran umum bahwa sistem perbankan sejak 1 Juni 1983 berada dalam keadaan likuid merupakan suatu generalisasi yang dalam detailnya tidak selalu sesuai dengan keadaan. Bank pemerintah itu, menurut keterangan, perlu menarik tambahan dana deposito. Sebab, pengetatan anggaran dan intensifikasi pemungutan pajak menyebabkan rekening beberapa BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang dipegangnya sangat menciut. Dana deposlto itu tentu disedotnya dan bank lain, dan karena bank pemerintah itu besar, bank swasta yang kecil juga terpaksa menaikkan bunga depositonya untuk mempertahankan nasabahnya. Tetapi, ternyata, bank swasta nasional yang tadinya sudah memberikan bunga deposito lebih tinggi daripada bank pemerintah pun ada yang menaikkan bunganya. Misalnya, ada suatu bank yang tadinya sudah memberikan bunga 2% sebulan untuk deposito satu tahun, sekarang memberikan bunga 2% sebulan untuk deposito enam bulan untuk jumlah tertentu. Menurut keterangan, bank itu melakukannya karena bunga SBI yang 14% dan 15% lebih tinggi daripada bunga 13% yang tadinya diberikan Bank Indonesia untuk dana lebih yang ditempatkan di bank sentral. Bank itu lokasinya di suatu pusat pertokoan yang ramai, dan hampir semua toko di situ menjadi langganannya. Dengan adanya captive market yang biasanya meminjam uang untuk waktu yang sangat pendek itu, suku bunga kredit dapat dipasang relatif tinggi, terutama karena jasa kreditnya bersifat "ketengan" dan peredarannya cepat. Karena itu pula bank itu dapat memberikan bunga deposito yang relatif tinggi. Pun bank itu tidak mengalami kesulitan untuk menyalurkan kreditnya. Atau, dengan perkataan lain, dana yang menganggur tidak banyak. Kalau pun ada dana lebih, maka adanya SBI sangat menolong. Tetapi pihak bank mengatakan bahwa kenaikan bunga deposito itu tidak diiklankan - sesuai dengan anjuran Perbanas untuk tidak mengadakan "perang bunga". Dengan kebijaksanaan 1 Juni 1983, jelas setiap bank berusaha memanfaatkan setiap faktor yang menguntungkan kedudukannya dalam persaingan. Perombakan yang demikian mendasar, seperti kebijaksanaan 1 Juni 1983, tentu memerlukan instrumen dan penyesuaian lainnya untuk sistem perbankan. Supaya pembiayaan untuk keperluan pembangunan - terutama yang diharap akan dilaksanakan oleh dunia usaha swasta - dapat berlangsung lebih lancar. Sekarang, misalnya, sudah mulai terasa bahwa ketentuan mengenai kredit modal kerja tidak cukup !uwes, dan kepada bank bisa dikenakan penalty untuk sesuatu yang sebenarnya sudah merupakan keperluan riil bagi dunia usaha supaya dapat beroperasi secara wajar. Telah dilewatkan waktu delapan bulan - sejak perombakan kebijaksanaan suku bunga itu - sebelum fasilitas diskonto dan SBI dimulai. Tempo yang demikian itu rasanya perlu dipercepat untuk penyesuaian lainnya, yang mau tak mau harus disusulkan, supaya perombakan 1 Juni 1983 merupakan suatu kebijaksanaan yang bulat dan terpadu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus