Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Love For Sale 2: Arini yang Selalu Memilih Pergi

Sebuah film drama keluarga yang asyik yang kini tokoh sentral beralih pada Arini.

16 November 2019 | 12.08 WIB

Poster film Love For Sale 2   | Dok: Visinema Pictures
Perbesar
Poster film Love For Sale 2 | Dok: Visinema Pictures

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Love For Sale 2: Arini yang Selalu Memilih Pergi 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LOVE FOR SALE 2

Sutradara     : Andibachtiar Yusuf

Skenario       : M.Irfan Ramly

Pemain          : Adipati Dolken, Della Dartyan, Ariyo Wahab, Bastian Steel

Produksi       : Visinema Pictures

 

Seorang Ibu Minang yang merindukan menantu idaman. Seorang putera tengah tampan yang ogah kawin dan lebih suka berkencan semalam dengan berbagai rupa perempuan. Seorang putera sulung yang isterinya tak kunjung disukai ibunda. Dan seorang putera bungsu yang manja, yang sempat candu narkoba dan ditinggal anak-isterinya.

Di dalam kekacauan itu, si putera tengah tampan Ican  (Adipati Dolken) menjadi harapan sang ibu untuk memberikannya menantu yang diimpikannya. Maka di saat inilah, gadis kita Arini (yang menambahkan nama belakang Chaniago) muncul dengan pretensi mencari kamar kos. Manis, jago masak, pandai mengelus hati Ibu dan selalu bisa membereskan segala persoalan. Ondeee…..ibu mana yang tak akan lumer hatinya, bak mentega kena wajan panas, si ibu rewel menjadi melekat pada si Arini cantik ini.

Ican, yang memang menyewa Arini dari Love.inc dengan tujuan meredam serangan dan gugatan “kapan ni ibu dikasih menantu”, tentu gembira dengan perkembangan ini. Apalagi dengan adanya Arini, sang ibu jadi mulai lebih ramah pada menantu dari anak pertama yang biasanya kena omelan. Arini pula yang kemudian membuat segala pergunjingan ‘selesai’—minimal sementara—bahwa Ican akhirnya akan berlabuh ke mahligai rumah tangga.

Sekuel dari  film Love For Sale (Andibachtiar Yusuf, 2018) ini kini lebih fokus kepada sosok Arini yang tetap saja misteris dan kini mencemplungkan dirinya pada sebuah keluarga Padang. Jika film pertama lebih fokus kepada tokoh Richard (Gading Marten yang dengan segera melejit sebagai salah satu aktor terbaik Indonesia) dan hubungannya dengan Arini, maka sekuelnya adalah sebuah drama keluarga. Saya rasa memang film pertamanya begitu intense dan Gading menyalakan api di dalam film itu, hingga seolah sulit untuk menandingi dengan sekuel yang lebih bersinar.

Memang Gading adalah peniup nyawa. Tetapi tak berarti sekuelnya tak bisa hidup tanpa dirinya. Sekuel inipun mengandung kisah yang menarik karena drama keluarga di Indonesia jarang tampil dengan asyik seperti film ini. Tokoh-tokoh yang memang banyak, lengkap dengan tetangga dan kelompok Sikumbang Taylor menunjukkan keIndonesiaan yang sangat kental, yang sangat menekankan kekeluargaan sekaligus sangat ingin mencampuri urusan setiap orang. Hangat reriungan, dan sesekali bisa makan ati (lihat bagaimana ketika si menantu anak pertama terus terusan diomeli ibu).

Semua pemain tampil dengan pas. Cerita mungkin sedikit harus diperketat, karena begitu banyak sub cerita dan tokoh. Tetapi percayalah, semuanya tampil asyik dan meyakinkan.

Bahwa sejak awal penonton yang sudah pernah menyaksikan film pertama sudah merasakan ‘adat Arini’ , tentu tak perlu berduka dengan segala keputusannya. Pada akhirnya kita juga ingin menguak, siapakah sesungguhnya Arini Kusuma atau Arini Chaniago ini? Siapakah nama aslinya? Dan siapakah orang-orang yang ada di foto ponselnya?

Film ini menjanjikan lanjutan……dan Arini masih terus berlari.

Leila S.Chudori

 

Leila S. Chudori

Kontributor Tempo, menulis novel, cerita pendek, dan ulasan film.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus