Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Masalah Akut Kota Batam

Dualisme kewenangan bukan satu-satunya penyebab ekonomi Batam memburuk. Menjadikannya sebagai daerah otonomi khusus bisa menjadi solusi.

28 Desember 2018 | 07.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kota Batam diwaktu malam

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meleburkan kursi kepemimpinan Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Pemerintah Kota Batam dapat menimbulkan masalah baru. Keputusan yang diambil dalam rapat kabinet terbatas itu, Rabu dua pekan lalu, terlihat sekadar langkah kepepet mengatasi memburuknya perekonomian Batam ketimbang buah pemikiran jangka panjang yang mendalam. Strategi komprehensif dan ajek semestinya disiapkan untuk memastikan misi menjadikan pulau itu sebagai lokomotif perekonomian Indonesia dapat terwujud.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepekan setelah keputusan menjadikan Wali Kota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam, belum ada kejelasan bagaimana satu sopir akan mengendarai dua kendaraan ini. Pemerintah masih perlu merevisi sejumlah peraturan, termasuk menyiapkan regulasi baru untuk memperjelas status, kedudukan, hingga hubungan kerja Pemerintah Kota dan BP Batam. Gambaran tentang nasib zona perdagangan bebas (FTZ) Batam dan rencana membaginya dalam 24 titik kawasan ekonomi khusus lebih gelap lagi. Cara menyelesaikan masalah semacam ini bakal melanjutkan ketidakpastian usaha yang telah berlangsung lama di Batam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dualisme pengelola Batam memang persoalan. Mengakhirinya memang langkah yang tepat, atau lebih tepat disebut terlambat, karena sejak 2015 Kabinet Kerja telah berulang kali membahasnya. Sejak jauh hari, sinyal bahaya bakal lahirnya tumpang-tindih kewenangan telah dinyalakan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam. Aturan itu mengamanatkan lahirnya peraturan pemerintah untuk memastikan Pemerintah Kota dan BP Batam tak bentrok di lapangan. Tapi regulasi tersebut tak pernah ada sampai sekarang.

Karut-marut yang akut dalam pengelolaan Batam belakangan membuat perekonomian kota memburuk. Laju pertumbuhan produk domestik regional bruto Batam, yang sejak 2010 hanya berkisar Rp 80 triliun per tahun, terus merosot. Sedikitnya 169 perusahaan hengkang dari Batam sejak 2015. Setiap tahun, jumlah warga perkotaan yang menganggur, tak kebagian lapangan kerja atau kehilangan pekerjaan, bertambah 4.000 orang. Seluruh data statistik membuat kondisi Batam bak bumi dan langit dibandingkan dengan Singapura, yang hanya dipisahkan laut sejengkal di sisi utara.

Pemerintah semestinya mengakhiri masalah ini dengan membubarkan satu dari dua otoritas biang keruwetan-bukan mempertahankan keduanya untuk dikelola pejabat yang sama. Membubarkan BP Batam lebih mudah dilakukan. Pemerintah Kota dapat tetap mengelola kawasan ekonomi khusus dan zona di luar cluster dengan fasilitas yang adil bagi setiap pelaku usaha.

Ada baiknya pemerintah mempertimbangkan cara Cina mengubah status Chongqing menjadi kota dengan otonomi khusus setingkat provinsi pada 1997. Dilepaskan dari induknya, Provinsi Sichuan, kini kota itu menjadi mercusuar ekonomi dan pembangunan di wilayah barat Negeri Tirai Bambu. Batam juga bisa diubah menjadi kota otonomi khusus perekonomian dengan dukungan penuh langsung dari Jakarta.

Kelak, agar terfokus dan cepat mengatasi ketertinggalan, kursi wali kota pemimpin daerah otonom ini harus diisi ahli strategi ekonomi dan pembangunan. Pemilihan kepala daerah bisa dihapuskan di wilayah ini untuk menjamin tak adanya konflik kepentingan partai politik.

Strategi yang mendalam dan memandang ke depan perlu dilakukan sungguh-sungguh karena terbukti hampir setengah abad kita tak mampu membangun "Singapura Baru". Tanpa itu, pemerintah sebaiknya realistis, tak ambisius membebani Batam dengan mimpi menjadi kota industri terdepan di negeri ini.

Ali Umar

Ali Umar

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus