Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Putu Setia
Dia awalnya petugas keamanan di sebuah bank perkreditan rakyat. Orangnya berpenampilan sederhana. Tak ada yang menyangka dia mencuri puluhan juta rupiah uang di bank itu dengan mudah karena tahu di mana uang itu disimpan. Uniknya, uang curian dipakai untuk berfoya-foya di hotel mewah.
Ketika dia ditangkap, sama sekali tak ada wajah penyesalan. "Saya orang miskin. Betapapun kerasnya saya bekerja, tak akan pernah menikmati kehidupan mewah dan berfoya-foya di hotel. Makan enak di restoran, berenang di kolam bersih. Saya tahu kalau saya pasti bakal ditangkap dan masuk penjara. Tak apa-apa, yang penting dalam hidup ini saya pernah berfoya-foya layaknya orang kaya. Kalau saya tidak mencuri, hidup saya biasa-biasa saja, kapan saya pernah jadi orang kaya?"
Ini cerita sekitar tiga bulan lalu di Bali. Saya tak tahu apakah dia tergolong sakit. Kalau ya, apa jenis penyakitnya? Ada orang yang sadar berbuat jahat dan tahu risikonya, hanya karena ingin menikmati hidup yang lain dari kesehariannya. Hidup dalam mimpi yang dipaksakan jadi kenyataan.
Apa bedanya dengan Andika dan Anniesa, pasangan suami-istri pemilik First Travel? Satpam bank itu "cuma mencuri" tak sampai seratus juta rupiah dan hanya berfoya-foya di hotel kawasan Nusa Dua. Barangkali yang dimakannya cuma spageti, piza, hamburger, dan sewa kamarnya tak sampai lima juta rupiah. Sedangkan Andika dan Anniesa berhasil meraup uang peserta umrah sampai ratusan miliar rupiah dan cara berfoya-foyanya pun luar biasa. Berkeliling ke berbagai negara, membangun rumah supermewah, bergaya hidup glamor. Saya pun yakin suami-istri ini tahu bahwa suatu saat mereka akan tertangkap dan masuk penjara, meninggalkan semua kemewahan yang sudah didapatnya. Tak mungkin mereka tak menyadari risiko itu.
Saya mengulang pertanyaan tadi. Apakah Andika dan Anniesa sakit? Kalau ya, apa jenis penyakitnya? Sadar berbuat jahat dan tahu risikonya, tapi tetap dijalani hanya karena ingin menikmati "mimpi yang dijadikan kenyataan". Mereka tahu telah menipu orang-orang yang ingin beribadah umrah dengan teknik marketing yang jitu: berumrah dengan biaya murah. Ketika pasangan suami-istri ini berfoya-foya- misalnya membeli jam dinding dari Jerman seharga ratusan juta rupiah- mereka tentu sadar kemewahan itu bersifat sementara, meski berharap sementara itu bisa diperpanjang. Keduanya menggunakan kesempatan itu ibarat mendapat rezeki nomplok karena awalnya pasangan ini hidup dalam kesederhanaan. Sudah tentu ini kesalahan besar dalam hidup mereka. Yang mereka anggap rezeki itu adalah godaan. Harta untuk berfoya-foya adalah milik orang lain yang mungkin dikumpulkan dengan susah-payah untuk sebuah ibadah suci. Andika dan Anniesa tumpul nuraninya, menikmati hidup supermewah dengan cara membuat orang lain menderita. Saya yakin ini sebuah penyakit, tapi entah apa jenisnya. Yang pasti, jenis penyakit yang mengabaikan rasa syukur hidup di dunia ini dan hanya mengejar kenikmatan duniawi.
Banyak orang sakit yang mirip dengan kasus-kasus ini. Betapa orang tak pernah belajar dari pengalaman orang lain, misalnya tetap saja menerima suap dan melakukan korupsi padahal begitu banyak orang yang sudah ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang menyedihkan, pelakunya orang-orang berkedudukan tinggi semacam direktur jenderal di kementerian. Nikmat hidup apa lagi yang harus dikejar? Sekali lagi saya tak tahu jenis penyakit ini, tapi saya tahu salah satu obatnya, yakni mari kita syukuri rezeki yang telah diberikan di jalan yang benar- betapa pun kecilnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini