Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak tujuh ekor kukang jawa atau Nycticebus javanicus dilepasliarkan ke kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat, pada Jumat, 19 Januari 2024. Kukang jawa termasuk satwa dilindungi menurut PermenLHK Nomor 106 Tahun 2018. Saat ini statusnya sudah critically endangered atau mulai punah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelepasan kukang jawa ke habitat aslinya dilakukan bersama tim gabungan yang terdiri dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tujuh ekor kukang jawa yang dilepasliarkan sebagian berasal dari penyerahan oleh masyarakat kepada Balai Besar KSDA Jawa Barat. Selain itu, ada hasil dari pelaporan perdagangan satwa, sebab kukang jawa kerap dipelihara dan diperjualbelikan untuk jadi hewan peliharaan.
Kepala Balai BKSDA Jawa Barat, Irawan Asaad, mengatakan kukang jawa itu sebelum dilepasliarkan sudah lebih dulu mendapatkan perawatan dan rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi YIARI. Seusai dinyatakan layak untuk dikembalikan ke habitat aslinya, maka kukang jawa dilepasliarkan.
"Kukang jawa yang dilepasliarkan kali ini berjumlah tujuh ekor. Kukang ini berasal dari penyerahan masyarakat kepada Balai BKSDA Jawa Barat. Kukang dinyatakan lulus untuk lepas liar, giginya lengkap dan sehat," kata Irawan saat diwawancarai Tempo di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
Irawan menegaskan, langkah konservasi yang baik untuk penyelamatan satwa adalah mengembalikannya ke habitat asalnya, misalnya kukang jawa yang dilepasliarkan ke hutan. Masyarakat dan segenap unsur pemerintahan harus turut andil dalam menjaga satwa ini, supaya keberadaannya tidak semakin punah.
Kendati demikian, menurut Irawan, ada pula satwa yang tetap berada di pusat rehabilitasi akibat kondisi satwa tersebut yang belum atau tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan, bisa saja karena sakit atau cacat.
"Mereka (kukang jawa) harus beradaptasi kepada alam di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Saat ini satwa akan terus dipantau ke lokasi pelepasan hingga beberapa waktu ke depan, sebelum akhirnya dibiarkan bebas," ucap Irawan.
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah habitat untuk kukang jawa, Irawan menyebut kukang jawa salah satu satwa endemik dan populasinya harus terus dilindungi. Selain kukang jawa, menurut Irawan, juga ada macan tutul dan elang jawa yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
"Dukungan dari masyarakat sekitar sangat kita syukuri, mereka memiliki pendapat bahwa kukang jawa adalah hewan yang sakral dan sangat dihormati, jadi ini bisa mendukung pula sebagai upaya konservasi kita, supaya populasinya tetap terjaga," ujar Irawan.
Sementara itu, Ketua Program YIARI, Karmele Llano Sanchez sangat mengapresiasi kerja sama dari berbagai pihak untuk dilepasliarkannya kukang jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. "Semoga kesadaran semua pihak ini mampu untuk menjaga satwa supaya terus dilindungi kelestariannya," kata Karmele dari keterangan resmi yang diterima Tempo.
Dari tujuh ekor kukang jawa yang dilepasliarkan, enam di antaranya jantan dan satu betina. Kukang jawa ini diberi nama masing-masingnya Paw-paw, Klap, Kilat Teru, Ciban, Cibon dan Ciben.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.