Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik dari Kementerian Kehutanan menetapkan dua tersangka dalam kasus penyelundupan 94 spesimen satwa liar ke luar negeri untuk dijadikan barang seni. Kedua tersangka, BH (32 tahun) dan NJ (23 tahun), ditangkap di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada Selasa 18 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersama penangkapan itu, penyidik menyita berbagai tulang primata dan hewan lainnya, dengan rincian 70 tengkorak jenis primata (orang utan, beruk dan monyet), 6 paruh burung rangkong, 2 tengkorak beruang, 2 tengkorak babi rusa, 8 kuku beruang, 2 gigi ikan hiu, dan 4 tengkorak musang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hewan-hewan tersebut dari seluruh wilayah Indonesia,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 19 Maret 2025.
Dia menuturkan bahwa kasus ini pertama kali terungkap berdasarkan laporan dari United States Fish and Wildlife Service (USFWS) sekitar dua pekan lalu yang menyebut adanya barang-barang selundupan yang dikirim dari Indonesia. Selanjutnya, kata Dwi, tim patroli Kementerian Kehutanan menelusuri dan membuat profil perdagangan spesimen hewan liar ini.
Mereka juga berkoordinasi dengan Badan Intelijen dan Keamanan Polri untuk menyelidiki lebih jauh sebelum kemudian berhasil membekuk BH dan NJ di Sukabumi pada Selasa lalu. Keduanya belakangan diketahui sudah melakukan penyelundupan sebanyak 11 kali.
"Pelaku memasarkan hewan-hewan liar tersebut secara daring," kata Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Rudianto Saragih Napitu saat ditemui di kantornya pada hari ini, Kamis 20 Maret 2025.
Ketika ditangkap dua hari lalu, BH dan NJ disebut sedang berencana menyelundupkan spesimen lagi ke Amerika Serikat. “Pasarnya ke Amerika dan Eropa untuk menjadi barang seni,” ujar Rudianto lagi.
Terhadap kedua tersangka, penyidik menjerat dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
"Kami terus berkomitmen untuk mengungkap kasus kejahatan Tumbuhan dan Satwa Liar yang dilindungi dengan menjalin kerja sama dengan kementerian atau lembaga dalam negeri dan lembaga luar negeri seperti USFWS,” kata Dwi.