Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat mengembalikan tujuh orang utan yang telah direhabilitasi ke habitat aslinya. Pelepasliaran dilakukan di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya wilayah kerja Resort Mentatai, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Nanga Pinoh pada Kamis lalu, 31 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketujuh orang utan sebelumnya dititiprawatkan BKSDA Kalbar di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Orangutan YIARI Ketapang sejak 2010 hingga 2020. Satwa-satwa dilindungi tersebut diselamatkan dari kasus pemeliharaan ilegal. Proses rehabilitasi dimaksudkan untuk mengembalikan sifat alami mereka, sekaligus membuatnya memiliki kemampuan bertahan hidup di habitat asli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari tujuh orangutan yang dilepasliarkan, ada dua orang utan berjenis kelamin betina bernama Rika dan Karmila. Sementara Aben, Muaro, Onyo, Batis, dan Lambai berjenis kelamin jantan. Sebanyak empat dari tujuh orang utan ini adalah pasangan induk dan anak, yakni Rika-Aben dan Kamila-Batis.
Pelepasliaran tujuh orang utan ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di Kalimantan Barat, Kamis 31 Oktober 2024. Orang utan korban perdagangan ilegal, yang di antaranya adalah pasangan induk-anak, itu telah menjalani rehabilitasi 10 tahun FOTO/Dok. YIARI
Dalam pelepasliaran tersebut, Kepala BKSDA Kalimantan Barat, RM Wiwied Widodo, mengungkap pentingnya pelestarian satwa endemik Kalimantan. “Orang utan adalah bagian dari kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia, yang harus dijaga dan dilestarikan,” kata dia dalam keterangan tertulis, Ahad, 3 November 2024.
Sementara Ketua Umum YIARI Silverius Oscar Unggul menegaskan bahwa ini merupakan upaya nyata dari kolaborasi lintas lembaga. “Kami berharap langkah ini dapat memperkuat populasi orang utan di Kalimantan Barat dan mendukung pelestarian hutan yang menjadi rumah mereka," tuturnya.
YIARI telah melepasliarkan 82 orang utan di kawasan konservasi sejak 2016. Adapun Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena dianggap memiliki sumber pakan yang melimpah dan sesuai untuk habitat orang utan.
Pelepasliaran tujuh orang utan ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya di Kalimantan Barat, Kamis 31 Oktober 2024. Orang utan korban perdagangan ilegal, yang di antaranya adalah pasangan induk-anak, itu telah menjalani rehabilitasi 10 tahun FOTO/Dok. YIARI
YIARI bersama Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya juga menerjunkan tim monitoring perilaku dan proses adaptasi orang utan ini di lingkungan barunya. Tim yang melibatkan masyarakat desa penyangga kawasan taman nasional itu akan mencatat perilaku orang utan setiap 2 menit, dari orangutan bangun sampai tidur lagi setiap harinya.
"Proses pemantauan berlangsung selama 1-2 tahun, memastikan orang utan yang dilepaskan bisa bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan barunya," bunyi bagian lain dari keterangan yang dibagikan.