Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengingatkan masyarakat soal risiko banjir lahar Gunung Merapi yang terus dilanda hujan lebat pada awal Desember ini. Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso mengatakan lahar hujan berpotensi datang dari sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Endapan awan panasnya lumayan (banyak) akibat dari erupsi yang sudah berlangsung selama empat tahun ini," kata Agus pada Selasa, 10 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gunung Merapi yang mengiris sebagian area DI Yogyakarta dan Jawa Tengah ini sudah berstatus Siaga sejak 2020. Erupsi selama empat tahun, kata Agus, menimbun puluhan juta meter kubik endapan material yang tersebar di sejumlah hulu sungai. Material yang menumpuk, terutama di sisi barat daya, berpotensi terurai menjadi banjir lahar.
Meski masih berupa peringatan dini, BPPTKG Yogyakarta meminta masyarakat aktif memantau perkembangan situasi dan mengikuti arahan dari pihak berwenang. Potensi aliran lahar hujan ada di Sungai Gendol, Bedog, Bebeng, serta Boyong.
Saat ini, menurut Agus, ada empat faktor yang meningkatkan risiko banjir lahar hujan. Faktor pertama adalah endapan awan panas hasil erupsi yang sedang terjadi maupun letusan yang telah lewat. Kandungan abu vulkanik yang besar, hingga lebih dari tiga persen, merupakan faktor kedua yang diwaspadai BPPTKG.
Faktor ketiga adalah tingkat kemiringan gunung, artinya bentuk kerucut Gunung Merapi bisa membuat material bergulir menjadi lahar dingin. Faktor terakhir adalah intensitas curah hujan yang sedang meningkat.
Hingga Selasa kemarin, hujan terus mengguyur puncak dan lereng Gunung Merapi dengan volume, durasi, dan intensitas yang beragam. Pada Senin pukul 03:53 WIB, 9 Desember lalu, volume hujan mencapai 31 milimeter (mm), dengan durasi 36 menit, dan intensitas 51 mm/ per jam. Sehari setelahnya, curah hujan di puncak dan lerang menjadi sangat tinggi, mencapai volume 78 mm, durasi 1 jam 42 menit, dan intensitas 79 mm per jam.
Agus menyebut lembaganya tidak bisa memastikan ambang batas intensitas curah hujan yang mampu menggugurkan timbunan material hasil erupsi. "Tidak ada angka yang pasti, namun biasanya dalam rentang (curah hujan) 20-60 mm per jam, serta jika terjadi lebih dari 1 jam," tutur Agus.
Dalam kondisi belum ada patokan pasti, BPPTKG Yogyakarta mengeluarkan peringatan dini agar masyarakat lebih waspada. Tim BPPTKG berencana mengeluarkan notifikasi ihwal potensi banjir lahar jika curah hujan sudah lebih dari 10 mm per jam.
“Kami keluarkan pada 10 menit pertama," kata Agus. "Kemudian kami update jika ternyata curahnya mencapai 60 mm per jam. Ini sudah deras sekali," imbuh dia.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Yogyakarta, Noviar Rahmad, memastikan seluruh perangkat early warning system (EWS) atau alat peringatan dini otomatis di sungai-sungai sudah dalam kondisi aktif.
"Kami telah membentuk dan menyebar Satuan Tugas Siaga Bencana Hidrometeorologi yang siap melakukan penanganan darurat," kata dia.
Pilihan Editor: Fakta Soal Senjata 3D "Ghost Gun" Milik Luigi Mangione, Tersangka Penembak Bos Asuransi Kesehatan