Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Cerita Cemas Penebangan Hutan Alam di Mentawai, Jerit Asa Sikerei

Penebangan hutan alam di Kepulauan Mentawai dalam dua tahun terakhir kembali marak.

10 Oktober 2023 | 08.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Mentawai - Penebangan hutan alam di Kepulauan Mentawai dalam dua tahun terakhir kembali marak akibat Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah III atau BPHP Pekanbaru mengeluarkan 31 hak akses SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan) di Areal Penggunaan Lain atau APL dengan rata-rata seluas 50 hektare. Enam hak akses sudah melakukan penebangan pada 2022 dan delapan lainnya pada 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah pihak yang peduli akan kerusakan hutan di Kepulauan Mentawai mengkhawatirkan hal itu. Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai Yosep Sarogdok mengatakan pemberian izin penebangan hutan di APL hanya modus untuk pengambilan kayu yang dilakukan oleh investor sehingga terjadi penggundulan hutan di mana-mana di Mentawai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yosep meminta pemerintah pusat meninjau kembali izin-izin penebangan hutan di Kepulauan Mentawai, baik di hutan produksi maupun di hutan areal penggunaan lain. “Penebangan hutan di Kepulauan Mentawai saat ini semakin menghawatirkan, dampaknya sangat besar terhadap lingkungan, contohnya sekarang kami di Tuapeijat sudah sebulan krisis air karena tidak turun hujan, sumur kering, air sungai yang menjadi sumber PDAM susut, masyarakat harus membeli air galon,” kata Yosep Sarogdok di sela acara perayaan 24 tahun Kabupaten Kepulauan Mentawai di Tuapeijat, Pulau Sipora, Kamis , 5 Oktober 2023.

Menurut Yosep penyebab sungai susut karena ada penebangan hutan di APL (Areal Penggunaan Lain) yang merupakan areal tangkapan air PDAM di Desa Tuapeijat. Penebangan hutan itu sudah berlangsung sejak dua tahun lalu.

Pemerintah, katanya, harus memikirkan Kepulauan Mentawai yang saat ini krisis air akibat banyaknya penebangan hutan. Ia mengatakan krisis air tidak hanya dialami warga untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga air untuk perkebunan yang menyebabkan perkebunan masyarakat mengalami kekeringan. “Bagaimana bisa mereka bercocok tanam kalau tidak ada sumber air, pasti tanamannya akan layu dan mati, itu harus dipikirkan, kita punya tangung jawab barsama,” ujarnya.

Yosep mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus merevisi ulang kebijakan mereka tentang hutan produksi, karena selama ini sebagian besar hutan di Mentawai sejak 1970 ditetapkan menjadi hutan produksi untuk ditebang perusahaan.

"Seharusnya daerah kepulauan kecil seperti Mentawai hutannya tidak boleh dikelola perusahaan apalagi skala besar, kalau mereka mengambil kayu sampai ribuan, sedangkan masyarakat mengambil kayu untuk kebutuhannya saja,” katanya.

Pemberian hak akses SIPUHH untuk areal penggunaan lain menurutnya juga harus ditinjau ulang. Meski atas nama masyarakat pemilik lahan, namun di lapangan dilakukan oleh investor dan menebang kayu dalam jumlah yang besar.

“Penebangan hutan tidak menguntungkan masyarakat, berapalah yang kita dapatkan dari itu, lagi-lagi pengusaha yang diuntungkan, kita di sini yang mendapat dampak, tidak punya air saat musim kering dan kebanjiran saat musim hujan,” katanya.

Data dari Dinas kehutanan Provinsi Sumatera Barat kayu yang sudah ditebang melalui hak akses SIPUHH pada Januari hingga 18 September 2023 di Pulau Sipora dan Pulau Pagai Selatan sebanyak 15.177 batang atau 29.938 kubik. Pada 2022 penebangan hutan alam di areal penggunaan lain di Pulau Sipora sebanyak 8.388 batang pohon atau 20.237 kubik kayu. 

Sekretaris Yayasan Citra Mandiri Mentawai Pinda Tangkas Simanjuntak juga mengaku sangat resah dengan banyaknya penebangan hutan di Pulau Sipora. “Akses air minum saja semakin sulit, pulau kecil seperti Sipora sangat rentan, pembabatan hutan ini akan meningkatkan potensi bencana ekologi seperti kekeringan dan banjir di Sipora,” kata Pinda yang juga berdomisili di Tuapeijat, Sipora Utara. 

Penebangan hutan juga mengkhawatirkan aktivis primata yang sering mengamati primata endemik Mentawai. Mateus Sakaliau aktivis “Malinggai Uma” mengatakan penebangan hutan alam di lokasi APL di Hutan Berkat dan Pantai Pukarayat di Pulau Sipora menyebabkan hutan habitat utama primata endemik, seperti Joja, Simakobu, Bilou, dan Bokou hilang.

“Sebelumnya di sana salah satu kantong penting habitat primata endemik Mentawai di Sipora, di sana keempat primata itu sangat banyak, tetapi sekarang semua pohon sudah ditebang, primatanya tidak terlihat lagi, ini sangat menyedihkan, kita dengan cepat kehilangan primata penting itu,” kata Mateus.

Ia mengkhawatirkan nasib keempat primata endemik Mentawai di Pulau Sipora, karena sama sekali tidak ada kawasan konservasi untuk mereka. 

Aman Godai, sikerei yang ahli tanaman obat dan tokoh adat Mentawai juga menghawatirkan banyaknya hutan Mentawai yang hilang. Selain ahli pengobatan tradisional dalam kehidupan masyarakat Mentawai, sikerei juga pemimpin ritual adat, mulai dari pembangunan rumah, pembuatan sampan, pembukaan ladang, kelahiran, hingga kematian.

Aman Godai mengatakan tanaman obat semakin sulit dicari dan hanya tersisa di hutan-hutan yang masih baik kondisinya. “Sebaiknya jangan ada lagi perusahaan yang menebang hutan di Mentawai, karena kami para sikerei semakin sulit mencari tanaman obat, saat pohon ditebang, tanaman obat yang banyak tumbuh di bawahnya juga akan mati atau berubah menjadi ladang pinang oleh masyarakat, padahal tanaman obat itu sangat berharga,” kata sikerei yang berdomisili di Siberut Selatan itu ketika ditemui Tempo di Tuapeijat, Sipora, Kamis, 5 Oktober 2023.

Penjabat Bupati Kepulauan Mentawai Fernando Jongguran Simanjuntak yang dikonfirmasi di Tuapeijat pada Kamis, 5 Oktober 2023 mengatakan akan mendalami masalah dampak penebangan hutan di Kepulauan Mentawai.

“Nanti kalau saya sudah mendalami bersama jajaran, kami akan membuat sikap resmi tentang hal ini,” kata Fernando yang menjabat sejak 24 Mei 2023.

Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat Yozarwardi juga resah melihat banyak penebangan yang dilakukan di kawasan APL di Kepulauan Mentawai. Ia berharap kebijakan pemberian hak akses SIPUHH di kawasan APL itu dievaluasi.

“Kalau seperti ini yang terjadi, hancur hutan Indonesia yang ada di APL, pemiliknya tidak ikut menanam, sekarang dia menebang dengan dalih alasan PHAT (Pemegang Hak Atas Tanah), pemegang hak atas tanah kan orang setempat, bekerja sama dengan investor, karena kami tidak punya kewenangan apa-apa tentu kami hanya bisa menyarankan agar dievaluasi kebijakan itu, saya sudah menyurati Dirjen di KLHK,” kata Yozarwardi.

Menurutnya Dinas Kehutanan Sumatera Barat tidak terlibat dalam pemberian hak akses SIPUHH di kawasan APL di Kepulauan Mentawai. Semua hak akses SIPUHH dikeluarkan BPHP Wilayah III Pekanbaru, badan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang membawahi Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat.

Hak akses penebangan hutan

Kepala Seksi Perencanaan BPHP Wilayah III Pekanbaru Ruslan Hamid mengatakan BPHB Wilayah III memberikan beberapa hak akses SIPUHH di Kabupaten Kepulauan Mentawai kepada masyarakat Pemegang Hak Atas Tanah atau PHAT. Pemegang Hak Atas Tanah yang mendapat hak akses SIPUHH sudah memenuhi persyaratan.

“Kawasan APL itu bukan ranah kami, tetapi karena di atas tanah itu ada tegakan hutan yang tumbuh alami, maka diperlukan hak akses SIPUHH untuk pemilik lahan yang akan mengelola kayunya agar hak-hak negara bisa dipungut dari situ. Di hutannya itu ada potensi yang harus dia bayar ke negara setiap menumbangkan kayu,” katanya. 

Penebangan hutan yang berlangsung di Mentawai saat ini tidak hanya melalui hak akses SIPUHH, tetapi juga Hak Pengusahaan Hutan. Data dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat ada dua pemegang HPH yang beroperasi di Mentawai, yaitu PT Minas Pagai Lumber dan PT Salaki Suma Sejahtera.

HPH PT Minas Pagai Lumber seluas 78 ribu hektare di Pupau Pagai Selatan dan Pulau Pagai Utara dan HPH PT Suma Salaki Sejahtera seluas 49.440 hektare di Pulau Siberut. Pada 28 Maret 2023 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal mengeluarkan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 20.706 hektare kepada PT Sumber Permata di Pulau Sipora. 

Manajer PT Minas  Pagai Lumber, Bil Kusna, saat dihubungi melalui telepon pada 2 Oktober 2023 untuk konfirmasi kegiatan penebangan yang dilakukan  PT.Minas Pagai Lumber saat ini di Dusun Matobat, Desa Sinakak Pagai Selatan tidak mengangkat telepon. Saat beberapa pertanyaan diajukan ke nomor WhatsAPP-nya pada Kamis, 5 Oktober 2023 ia juga belum merespon.

Humas PT Salaki Suma Sejahtera Harmanto mengatakan saat ini Salaki sedang melakukan tebangan di Desa Sigapokna di Siberut Barat. “Masa operasional PT.Salaki Suma Sejahtera akan berakhir pada 2031,dulu awalnya beroperasi 2008,” kata Harmanto melalui telepon pada Sabtu, 7 Oktober 2023.

Kuasa Direktur PT.Sumber Permata Sipora Daud Sababalat mengatakan saat ini kajian Amdal sedang berjalan. “Tim konsultan amdal  PT.Sumber Permata Sipora dalam bulan ini masih bekerja di delapan desa yang terdampak untuk melakukan kajian, survei dan mengambil sampel air dan tanah,” kata Daud Sababalat yang dihubungi melalui telepon, Sabtu, 7 Oktober 2023.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus