Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Aroma Food Estate di Proyek Tambak Vaname

Rencana ekspansi tambak udang modern disorot pegiat lingkungan. Berpotensi mengulang bencana food estate.

1 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Nelayan dan petambak tradisional resah dengan dampak dari ekspansi tambak udang modern berskala luas.

  • Kekhawatiran atas dampak ekspansi tambak udang kembali menjadi pembicaraa publik. Mangrove jadi korban utama transisi lahan tambak.

  • Alasan KKP meggeber proyek shrimp estate. Pemerintah mengklaim akan memastikan tambak udang baru ramah lingkungan.

SUDAH tiga tahun Masarul merasakan getah dari pembangunan kompleks tambak udang di kampungnya. Nelayan Nagari Ulakan, Kabupaten Padang Pariman, Sumatera Barat, itu harus mencari ikan lebih jauh dari bibir pantai. "Tangkapan sudah berkurang. Kurangnya tidak sedikit, biasanya bisa 50 kilogram ikan satu hari. Kalau sekarang, 10 kilogram pun tak sampai," kata Masarul ketika ditemui Tempo, Selasa, 30 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Siang itu, kompleks tambak udang yang dituding Masarul sebagai biang masalah bagi nelayan Nagari Ulakan tersebut bak mati suri. Hanya satu unit tambak seukuran 1,5 kali lapangan futsal yang masih beroperasi. Dua unit tambak lain sudah ditinggalkan pengelolanya, menyisakan kolam raksasa yang kering kerotang dan keramba udang yang kosong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lima tahun lalu, ketika pengusaha tambak udang berdatangan, Masarul tak mengira bakal menanggung dampak dari investasi budi daya perikanan di Nagari Ulakan itu. Pria 55 tahun ini baru menyadarinya ketika semakin sulit mencari ikan di sekitar pantai.

Masarul hakulyakin pantai di kampungnya sudah tercemar. Pasalnya, limbah tambak udang dialirkan ke bantaran sungai yang berjarak sekitar 500 meter dari kolam-kolam buatan tersebut. Sungai itu bermuara ke lautan. "Bahan kimia yang dibuang ke bantaran sungai itulah yang membuat ikan hilang," ujarnya.

Kondisi tambak udang di Nagari Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, 30 Januari 2024. Dok. Fachri Hamzah/Tempo

Menurut Masarul, para nelayan tradisional Nagari Ulakan sudah berupaya meminta pemerintah setempat menangani masalah limbah tambak udang dan dampaknya. Namun, kata dia, solusi yang ditunggu tak kunjung datang. "Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat pernah ke sini, tapi tidak ada hasil juga," ucapnya sambil mengemasi tangkapan.

Permasalahan yang sama muncul di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Aktivitas Amin Abdullah sebagai petambak tradisional di Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, mulai terganggu sejak datangnya investasi tambak intensif—klasifikasi tambak modern dengan teknologi pompa air dan desain yang kompleks untuk meningkatkan produktivitas.

"Baru sekitar 3-4 tahun ini, para pengusaha besar mulai membuka tambak intensif yang pakai kincir di Kecamatan Jerowaru," kata Amin.

Persoalannya, pembangunan tambak udang berskala besar itu ditengarai tak disertai penyediaan sistem pengelolaan limbah yang memadai. Padahal sistem budi daya perikanan ini menggunakan bahan kimia, seperti antimikroba, antibakteri, antelmintik, dan pestisida. Tambak vaname juga menghasilkan zat beracun, seperti amonia dari proses metabolisme udang dan dekomposisi sisa pakan, feses, serta plankton yang mati.

Ketua komunitas pegiat lingkungan Lingkar Juang Karimunjawa Bambang Zakariya menunjukkan pencemaran sisa limbah tambak udang vaname intensif di sekitar area hutan mangrove tepi pantai Desa Kemujan, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, 18 September 2024. ANTARA/AJI STYAWAN

Amin menilai konsep tambak intensif akan merusak ekosistem laut di Lombok Timur. Pasalnya, menurut dia, pengusaha tambak intensif pada umumnya membuang langsung limbah tambak udang ke lautan. Potensi pencemaran pun meningkat di Jerowaru karena wilayah pesisirnya terdiri atas teluk-teluk kecil dengan arus yang tidak kuat.

Menurut Amin, masalah limbah tambak intensif ini bakal memicu konflik horizontal karena berimbas ke petambak garam, pembudi daya lobster keramba apung, serta petambak tradisional. "Kalau membuang ke laut terus, dengan model teluk seperti di Jerowaru ini, bahan kimianya itu bakal mengendap karena tidak terbawa arus," ucapnya.

Kembali Jadi Sorotan

Dua pekan terakhir, dua peristiwa memantik sawala ihwal tambak udang. Pada Selasa, 23 Januari lalu, Kejaksaan Negeri Jepara menahan Daniel Frits Maurits Tangkilisan, aktivis lingkungan hidup yang beberapa tahun terakhir getol menyuarakan dampak pembangunan tambak udang di Pulau Karimunjawa, Jawa Tengah.

Penahanan dilakukan setelah Kepolisian Resor Jepara melimpahkan berkas penyidikan kepada jaksa. Polisi menetapkan Daniel sebagai tersangka pada Mei tahun lalu atas video yang diunggahnya di Facebook pada 12 November 2022. Video itu merekam pencemaran limbah tambak udang di Pantai Cemara, salah satu destinasi wisata di Karimunjawa. Kasus ini dinilai banyak kalangan sebagai bentuk kriminalisasi terhadap pembela lingkungan hidup.

Aksi protes terhadap pencemaran yang diakibatkan tambak udang vaname intensif di sekitar area hutan mangrove tepi pantai Desa Kemujan, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, 19 September 2023. ANTARA/Aji Styawan

Sedangkan peristiwa kedua terjadi pada 26 Januari lalu, tiga hari setelah penahanan Daniel, di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP meneken kontrak dengan manajemen PT Hutama Karya (Persero). Hutama Karya, bersama PT Adhi Karya Tbk (Persero) dan PT Minarta Dutahutama, akan menggarap proyek konstruksi rancang dan bangun budi daya udang terintegrasi senilai Rp 1,11 triliun di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.

Proyek tersebut merupakan bagian dari rencana besar pemerintah meningkatkan produktivitas komoditas udang menjadi 2 juta ton per tahun. Sumba Timur akan menjadi lokasi pembangunan tambak udang vaname modern. Melalui proyek percontohan yang dibiayai anggaran negara ini, pemerintah berharap pihak swasta tergiur untuk ikut membangun tambak intensif di sejumlah daerah sentra budi daya udang.

Kalangan pegiat lingkungan hidup khawatir program shrimp estate akan memperparah bencana ekologis di laut dan pesisir pantai Indonesia. Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin menilai proyek shrimp estate tak ubahnya food estate. Proyek-proyek ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah ini, kata dia, mengancam lingkungan hidup. "Konsepnya disalin saja. Food estate merusak hutan dan kita tahu itu gagal," ucapnya. "Dan shrimp estate akan merusak pesisir, mengulang kegagalan."

Made with Flourish

Menurut Parid, pembangunan tambak budi daya perikanan menjadi penyebab utama hilangnya tutupan mangrove dalam beberapa tahun terakhir. Dia khawatir dampak yang sama bakal semakin parah akibat proyek tambak udang raksasa di Sumba Timur. "Lahan pesisir yang akan dibuka di sana sangat luas dan berpotensi membuat ekosistem mangrove semakin menyusut," ujarnya.

Merujuk pada MapBiomas Indonesia, platform analisis transisi tutupan dan fungsi lahan berbasis citra satelit yang dikembangkan Auriga Nusantara, lahan tambak memang semakin luas dalam dua dekade terakhir. Per 2022, luas tambak mencapai 805,19 ribu hektare, bertambah 126,67 ribu hektare atau dua kali luas wilayah DKI Jakarta dibanding pada 2000. 

Data dari platform yang sama juga menunjukkan hanya 560,31 ribu hektare tambak existing yang sejak awal merupakan lahan tambak. Sisanya adalah tambak hasil peralihan lahan mangrove, lahan pertanian, vegetasi nonhutan, dan formasi hutan non-mangrove.

Hutan mangrove menjadi korban terbesar dari perubahan fungsi tersebut. Dalam 22 tahun terakhir, hutan mangrove seluas 87,88 ribu hektare—hampir setara 1,5 kali luas wilayah DKI Jakarta—bersalin rupa menjadi tambak.

Made with Flourish

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Barat Wengki Purwanto menyatakan permasalahan dari pembangunan tambak udang bukan hanya potensi dampak buruknya terhadap lingkungan hidup, tapi juga sarat pelanggaran regulasi. Saat ini, kata dia, lebih dari 600 petak tambak udang telah terbangun di pesisir Sumatera Barat. Hasil analisis citra satelit menunjukkan sekitar 300 petak tambak udang berada di area terlarang.

"Karena berada dalam radius 100 meter dari sempadan pantai dan bertentangan dengan rencana tata ruang dan wilayah," kata Wengki. "Ada juga yang tidak memiliki izin."

Demi Menggenjot Produktivitas

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tb. Haeru Rahayu, membenarkan bahwa program shrimp estate digeber untuk mencapai target produksi 2 juta ton udang per tahun. Dia menjelaskan, target ini ditetapkan lewat pembahasan di Kelompok Kerja (Pokja) Udang Nasional yang dikomandoi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. "Pokja Udang Nasional meminta KKP memenuhi target produksi nasional sebanyak 2 juta ton atau nilai ekspor setara dengan peningkatan 200 persen pada 2024," kata Haeru ketika ditemui Tempo di kantornya pada Rabu, 31 Januari lalu.

Menurut dia, proyek shrimp estate diperlukan karena data menunjukkan tambak udang hanya seluas 300,05 ribu hektare atau sekitar 37,4 persen dari total luas tambak di Indonesia. Dari luas tersebut, hanya 9.055 hektare yang masuk kelas tambak intensif, yang produktivitasnya bisa mencapai 30 ton per hektare per tahun. Sedangkan sebagian besar tambak udang merupakan tambak tradisional dengan produktivitas amat rendah.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Tb. Haeru Rahayu. ANTARA/HO-KKP

Melalui program shrimp estate, KKP akan menggulirkan dua proyek, yakni membangun percontohan (modelling) dan merevitalisasi tambak tradisional di 13 daerah sentra produksi udang nasional. Pembangunan tambak udang di Sumba Timur merupakan bagian dari proyek modelling. Menurut Haeru, proyek percontohan ini diharapkan akan menarik minat pihak swasta untuk turut dalam program revitalisasi tambak udang tradisional, yang ditargetkan bisa mencakup area seluas 9.000 hektare.

Haeru mengatakan program revitalisasi tambak tradisional menjadi tambak intensif harus melibatkan pihak swasta karena terbatasnya anggaran KKP. "Tapi, persoalannya, teman-teman swasta itu, kalau pemerintah belum melakukan, mereka belum mau mencoba karena takut pada risiko kegagalan," katanya. "Makanya pemerintah harus hadir, bagian riset, bagian uji coba."

Dia menampik tudingan bahwa proyek shrimp estate mengancam lingkungan hidup. Haeru mengklaim KKP akan mengedepankan kepentingan ekologi, terutama lewat kewajiban penyediaan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Prinsip serupa akan diterapkan pada proyek modelling tambak udang di Sumba Timur. "Ini dulu lahan tidur. Tidak ada pohon. Kalau ada yang bilang merusak mangrove, itu tidak ada," ujarnya. "Harapannya, modelling ini nanti dicontoh yang lain, terutama pihak swasta."

Haeru mengatakan KKP sebagai pembina akan melengkapi penyelenggaraan program ini dengan sederet regulasi, termasuk berupa norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang harus dipatuhi pengusaha tambak. Adapun pengawasannya akan dilakukan dengan kerja sama antara Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta kepolisian. "Kalau ada yang melanggar, bakal terancam sanksi administrasi dan pidana," katanya.

IRSYAN HASYIM | AGOENG | FACHRI HAMZAH

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus