Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, Aditya Bayunanda, menganggap upaya konservasi berbasis alam lebih unggul dibanding solusi berbasis teknik atau yang dibangun oleh manusia. Perbedaan itu dilihat pada proyek Tanggul Laut Raksasa atau Giant Sea Wall yang rencananya dibangun di sepanjang area DKI Jakarta hingga Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Solusi berbasis alam ini sebetulnya sesuatu yang saya lihat cocok untuk kita di Indonesia, karena pertumbuhan pohon di sini jauh lebih cepat daripada di negara lain,” kata Aditya dalam diskusi bertajuk 'Bincang Masa Depan Alam Indonesia' di Jakarta, Rabu, 20 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tembok laut itu dibangun untuk mengantisipasi penurunan muka tanah di area pesisir. Wilayah pinggir laut, seperti Jakarta dan pantau utara Jawa juga terancam karena kenaikan air laut.
Menurut Aditya, sea wall buatan yang dibangun dengan konstruksi teknik bisa bertahan hingga 20-25 tahun, bila dirawat secara berkala. Adapun sea wall berbasis alam, misalnya yang memanfaatkan bakau atau mangrove, disebut bisa bertahan lebih lama.
Dia menilai tanaman mangrove selalu membesar setiap tahunnya. Selain menjadi tembok laut, mangrove juga bermanfaat untuk area reproduksi ikan dan hewan pesisir lainnya. Tembok mangrove itu juga bisa menyerap karbon.
“Perkembangan mangrove didukung situasi alam Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi dan pencahayaan matahari yang cukup,” tutur dia.
Dalam pengembangan sea wall, pemerintah membangun tembok besar di pesisir utara Jakarta untuk mengantisipasi risiko tenggelamnya Jakarta. Proyek giant sea wall juga sempat menjadi perbincangan karena beberapa kali disinggung oleh calon gubernur dan calon wakil gubernur yang berlaga dalam Pilkada Jakarta.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah, Agus Harimurti Yudhoyono, mengklaim proyek giant sea wall setinggi 4,8 meter di Jakarta bisa bertahan sampai 2033. Fungsinya bisa bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, tergantung situasi lingkungan.
“Sekaligus kita membayangkan apa yang harus kita lakukan, (mengenai) apakah perlu tanggul yang lebih besar lagi,” kata Agus ketika meninjau pembangunan proyek itu di Jakarta Utara pada 4 November lalu.