Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Hujan Es Sampai ke Lombok Timur, Simak Penjelasan BMKG dan IPB

BMKG membenarkan peristiwa hujan es di Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada Minggu, sekitar pukul 15.20 waktu setempat.

23 November 2020 | 06.48 WIB

Seorang warga menunjukkan hujan es yang terjadi di Desa Tete Batu, Kabupaten Lombok Timur, NTB, pada Ahad 22 November 2020. ANTARA/HO/Rio
Perbesar
Seorang warga menunjukkan hujan es yang terjadi di Desa Tete Batu, Kabupaten Lombok Timur, NTB, pada Ahad 22 November 2020. ANTARA/HO/Rio

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Mataram - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membenarkan peristiwa hujan es di Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada Minggu, sekitar pukul 15.20 waktu setempat. BMKG menyebutnya akibat pembentukan awan Cumulonimbus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Prakirawan Stasiun Meteorologi BMKG di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (ZAM), Levi Ratnasari, mengungkap keberadaan awan jenis itu berdasarkan hasil pantauan citra radar dan satelit. Liputan awan konvektif itu terpantau di sekitar wilayah terjadinya hujan es.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Suhu puncak awan Cumulonimbus terpantau sangat dingin," katanya, Minggu 22 November 2020.

Dia menerangkan, awan Cumulonimbus atau dikenal dengan awan Cb dapat terbentuk akibat adanya pemanasan yang kuat di permukaan serta udara yang labil di wilayah tersebut. Pertumbuhan puncak awannya bisa melampaui enam kilometer dan dapat menghasilkan butiran es.

Butiran es dapat jatuh ke permukaan juga didukung oleh kondisi dari suhu di permukaan di wilayah tersebut. Ketika suhu di permukaan atau daratan cukup dingin maka butiran es yang jatuh dari puncak awan Cb tersebut tak sepenuhnya luruh. "Sehingga hujan yang di hasilkan berupa butiran es," katanya.

Umumnya, kata dia, hujan es terjadi dalam waktu singkat, namun diikuti oleh terjadinya hujan lebat yang disertai petir bahkan angin kencang. Untuk itu, Levi mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan mengenali cuaca di sekelilingnya jika teramati awan Cb, yakni awan hitam seperti bunga kol dan berlapis.

"Sebaiknya masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah karena potensi cuaca ekstrem dapat terjadi di mana saja dan kapan saja," katanya.

Rio, warga di Desa Tete Batu, Kabupaten Lombok Timur, mengaku kaget dengan kejadian hujan es secara tiba-tiba pada Minggu siang menjelang sore itu. "Awalnya hujan lebat biasa. Tidak lama, tiba-tiba suara seperti benda berjatuhan di atap. Setelah kami cek, ternyata es sebesar kira-kira biji kelengkeng yang berjatuhan," kata Rio.

September lalu, tak lama dari hujan es di wilayah setempat, Rini Hidayati, dosen dari Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), IPB University, Bogor, telah memperingatkan kalau fenomena hujan es mempunyai pola pergeseran dari wilayah barat Indonesia ke arah timur.

Warga menunjukkan butiran es saat Hujan es di daerah Bogor, Rabu, 23 September 2020. Istimewa

Dia menyebutkan, penerima hujan es umumnya dimulai dari Sumatera bagian barat laut ke arah selatan dan timur, kemudian menyusul Jawa bagian barat dan selanjutnya ke arah timur dengan skala yang masih sulit diperhitungkan. "Hujan es sangat terkait dengan kejadian Equinox yang biasanya terjadi di akhir musim kemarau atau awal musim hujan," katanya merujuk kepada kejadian atau fenomena ketika matahari tepat berada di equator.

Saat Equinox, penerimaan energi matahari di wilayah dekat equator cukup tinggi. Tandanya, biasanya, udara panas dan lembap, terutama karena banyak uap air yang dibawa oleh angin dari lautan. Kondisi panas dan lembap tersebut menyebabkan terbentuknya awan Cumulonimbus (Cb). 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus