Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Indonesia Akan Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional Pekan Depan

Sistem perdagangan karbon tersebut diklaim menghargai inovasi, mendorong pembangunan berkelanjutan, dan menciptakan platform kerja sama internasional.

17 Januari 2025 | 08.48 WIB

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat memberi sambutan dalam acara persiapan Perdagangan Karbon Internasional Indonesia di Pullman Hotel, Jakarta, 16 Januari 2025. Tempo/M. Faiz Zaki
Perbesar
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat memberi sambutan dalam acara persiapan Perdagangan Karbon Internasional Indonesia di Pullman Hotel, Jakarta, 16 Januari 2025. Tempo/M. Faiz Zaki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, peluncuran perdagangan karbon internasional Indonesia pada 20 Januari 2025 nanti, atau Senin pekan depan, sebagai komitmen pemerintah memerangi perubahan iklim. Dia juga menyatakan perdagangan karbon sebagai bukti inovasi untuk kebaikan bersama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Perdagangan karbon lebih dari sekadar mekanisme pasar, ini adalah jembatan antara pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan lingkungan," katanya saat memberi sambutan dalam acara Persiapan Perdagangan Karbon Internasional Indonesia di Pullman Hotel, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hanif mengatakan perdagangan karbon merupakan bagian dari komitmen keikutsertaan Indonesia dalam Conference of the Parties (COP) 21 yang melahirkan Perjanjian Paris atau Paris Agreement pada 2015 lalu. Dalam COP 29 pada akhir tahun lalu, Indonesia juga mengajak semua negara hingga kalangan pebisnis untuk ikut serta dalam perdagangan karbon.

Menurut Hanif, penetapan nilai pada emisi karbon dan menciptakan insentif untuk setiap aksi pengurangan emisi gas rumah kaca bisa mengubah tantangan perubahan iklim menjadi peluang. Sistem perdagangan karbon tersebut diklaim menghargai inovasi, mendorong pembangunan berkelanjutan, dan menciptakan platform bagi berbagai negara untuk bekerja sama menuju masa depan rendah karbon.

Dalam komitmen forum COP ditekankan untuk menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius--dihitung dari masa pra-industri. Sehingga, seiring dengan itu, transisi energi juga diharapkan berlangsung secara masif.

Pemerintah Indonesia, kata Hanif, berupaya mencapai target NDC (Nationally Determined Contribution) dengan mempromosikan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Itu, Hanif menambahkan, dapat dicapai melalui implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK), yang mencakup perdagangan karbon (terdiri dari perdagangan emisi dan offset emisi).

"Pembayaran Berbasis Kinerja (atau Result Based Payment), pungutan karbon atau pajak karbon, dan mekanisme lain yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi," ucap Hanif.

Di sektor FOLU (Forest and Other Land Uses), kata Hanif, pemerintah melihat potensi yang sangat besar untuk menyerap karbon, memulihkan ekosistem, dan mendorong kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. Dari proyek reboisasi hingga upaya konservasi yang inovatif, pemerintah mengklaim bisa mengubah aset hijau menjadi mesin perubahan.

"Namun, perlu waktu bagi FOLU untuk menyerap karbon dan membawa FOLU ke dalam perdagangan karbon, karena aksi mitigasi di sektor ini memerlukan waktu yang cukup lama sampai menghasilkan serapan," ujarnya.

Hanif menuturkan, regulasi yang ada telah mampu mengakomodasi berlangsungnya proses perdagangan karbon di Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri. Perihal usulan revisi Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian NDC dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Nilai Ekonomi Karbon, diklaim bisa dilaksanakan tanpa mengganggu proses perdagangan karbon di dalam maupun di luar negeri.

Keberhasilan perdagangan karbon, Hanif menambahkan, bergantung pula kepada kolaborasi antarnegara, industri, dan masyarakat. "Ini bukan sekadar upaya pemerintah tetapi juga seruan untuk bertindak bagi sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil," katanya.

M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus