Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Ini Alasan Puncak Jaya Bersalju dan Terancam Perubahan Iklim

Puncak Jaya adalah satu-satunya daerah tropis yang masih memiliki gletser dan terancam hilang akibat pemanasan global.

21 Februari 2020 | 10.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Puncak Jaya. TEMPO/Rully Kesuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Puncak Jayawijaya atau Puncak Jaya, Papua, menjadi daya tarik tersendiri karena dilapisi salju yang sempat dianggap aneh karena lokasinya di daerah tropis. Menurut peneliti dari Balai Arkeologi Papua Hari Suroto, Puncak Jaya adalah satu-satunya yang masih memiliki gletser dan terancam hilang akibat pemanasan global.

Hari menerangkan mengapa hingga sampai saat ini puncak yang banyak peta dunia menjulukinya Carstensz atau Carstensz Top itu masih memiliki gletser. "Puncak Jaya berada di tempat paling tinggi di Papua dan Papua Nugini, temperatur udaranya sangat rendah dan mendekati titik beku," ujar dia kepada Tempo, Jumat, 21 Februari 2020.

Sebenarnya, bukan hanya Puncak Jaya saja yang memiliki salju, gunung lain di Papua juga konon dulu puncaknya diselimuti salju, tapi hilang karena pemanasan global. Kini, Hari meneruskan, salju di Puncak Jaya juga terancam hilang menyusul gunung-gunung lain.

Menurut Hari, salju semakin berkurang karena perubahan iklim, ditambah letak gletser Puncak Jaya berada di daerah tropis yang relatif rendah turut berpengaruh. "Gletser memiliki mikro ekosistem yang rumit dan sensitif. Sekali mencair, laju penyusutan akan sulit dihentikan," kata arkeolog lulusan Universitas Udayana itu.

Pada tahun 2010, gletser Puncak Jaya memiliki ketebalan 32 meter, kemudian menyusut sebanyak tujuh meter per tahun. Gletser yang merupakan peninggalan Zaman es itu juga merupakan gletser tropis yang rentan pada perubahan iklim. "Kondisi saat ini, gletser Puncak Jaya kurang dari 100 hektare. Padahal dulu 2.000 hektar," tutur Hari.

Jadi gletser tropis di salah satu puncak tertinggi di dunia yang disejajarkan dengan Puncak Himalaya dan Puncak Andes itu telah kehilangan 85 persen luasnya sejak beberapa dekade terakhir. Gletser-gletser di puncak ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut itu terancam punah, karena pembentukan es tidak ada lagi.

Hal senada dikatakan ahli geologi dari Ohio State University yang memperkirakan gletser di Puncak Jaya terancam hilang karena mencair akibat pemanasan global. "Diperkirakan esnya akan bertahan beberapa tahun lagi," kata Lonnie Thompson, peneliti senior dari pusat riset Ohio State's Byrd Polar, seperti dikutip Science Daily, beberapa waktu lalu.

Menurut Thomson, yang juga profesor dari School of Earth Sciences, salju yang menutupi Puncak Jaya mulai menyusut beberapa tahun terakhir. Dari hasil citra satelit menunjukkan luasan es di pegunungan itu telah hilang sekitar 80 persen sejak 1936 atau dua pertiga dari ekspedisi ilmiah terakhir yang dilakukan di tempat itu pada awal 1970.

Thompson mengambil tiga sampel inti es dari Puncak Jaya. Penelitian itu merupakan hasil kerja sama National Science Foundation, perusahaan tambang Freeport, serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Hari mempertegas bahwa laju penurunan es meningkat menjadi lima kali lebih cepat hanya beberapa tahun terakhir. Kemudian perlahan hilangnya gletser di Puncak Jaya juga disebabkan oleh aktivitas manusia.

"Seperti alih fungsi hutan, penambangan dalam skala luas, penebangan hutan untuk pembangunan jalan. Solusinya yaitu menghijaukan kembali hutan yang gundul atau lahan kosong, ini untuk mengurangi emisi gas rumah kaca," kata Hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Erwin Prima

Erwin Prima

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus