Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Keliling di pande giling keliling di pandegiling

Kampung pandegiling, surabaya akan mewakili asia tenggara dalam pameran permukiman perkotaan di berlin. (ling)

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI zaman revolusi, kampung ini kesohor di seantero Kota Surabaya. Warganya terkenal 'bajingan'. Dulu, "kalau kami mencari kerja, tak kami bilang berasal dari Pandegiling," tutur Munawi, 70 tahun, peminum dan pemabuk di masa mudanya. "Jika akhirnya toke atau orang Belanda itu tahu tempat tinggal kami, kontan kami diusir." Kini, kampung yang termasuk Kelurahan Tegal Sari itu tetap saja menampilkan wajah kurang sehat. Gotnya tidak mengalir. Nyamuk dan lalat bercengkerama di mana-mana. WC umumnya, terletak di sudut lorong yang dilewati setiap orang, menyebarkan bau 'seronok', berdampingan dengan kandang kambing. Tahi binatang berjanggut ini pun ikut menyemarakkan pemandangan. Itulah sebabnya banyak yang terperanjat, ketika pertengahan bulan lalu kampung ini dikabarkan terpilih mewakili Asia Tenggara dalam pameran The City Centre as a Place to Live, yang akan berlangsung September tahun depan. Salam, wakil kepala Kampung Pandegiling, terbingung-bingung. "Saya tidak tahu apa yang menjadi ukuran," katanya. Pameran itu disponsori lembaga nonpemerintah Jerman Barat -- International Building Exhibition -- untuk memperingati hari jadi ke-750 Kota Berlin. Inilah pameran keempat setelah 1911, 1931, dan 1957. Kota lain yang akan ikut ambil bagian adalah Aleppo (Syria), Kabul (Afghanistan), Uagadugo (Volta Hulu), dan Salvador de Bahia (Brazil). Pemerintah Kota madya Surabaya sudah tentu tidak menunjuk Pandegiling. Pilihan dijatuhkan oleh organisasi Jerman Barat itu, yang mengirimkan tiga ahli permukiman perkotaan dari Hoch Schule Der Kunste sekolah tinggi kesenian di sana. Di antara mereka terdapat Dr. Ing. Surjadi Santoso, kelahiran Jakarta, pengajar tetap jurusan arsitektur untuk sekolah tinggi tersebut. "Ketiganya saya ajak berkeliling ke semua kampung, berhari-hari," tutur Ir. Johan Silas kepada TEMPO, pekan lalu. Dosen tetap jurusan arsitektur ITS untuk mata kuliah permukiman di perkotaan ini kemudian menambahkan, "mereka berembuk sendiri, dan ternyata Pandegiling yang terpilih." Konon kriteria yang digunakan ialah "kampung yang mewakili segala warna, bentuk, dan corak permukiman di kota atau negara bersangkutan" -- dalam hal ini Indonesia. Semua permasalahan kampung di Indonesia bisa ditemukan di sini. Kekhasan Pandegiling, menurut Johan yang mengutip para ahli Jerman itu, kampung ini dijepit permukiman bercorak Eropa (Belanda). Di selatan terbentang daerah Darmo, dan di utara terdapat Tegal Sari, Pregolan, dan Kedondong. Kedua kawasan itu dulu dihuni keluarga Belanda. Dalam pameran di Berlin nanti akan dibahas pengaruh permukiman Belanda terhadap Pandegiling. Pengaruh itu bisa tampil dalam gaya arsitektur, maupun corak pembagian ruang (space). Akan dipelajari seberapa jauh pengaruh Eropa mengubah wajah asli Pandegiling, dan mengapa kampung itu bisa bertahan. Di Pandegiling, kampung dengan 4.500 penduduk, memang tampak beberapa rumah asli bergaya Jawa. Tapi tak kurang pula rumah bergaya Belanda. Yang unik, ada rumah lama yang depannya dirombak, tapi bagian belakangnya tetap dipertahankan. Semua itu bercampur dengan wajah kemiskinan Pandegiling, dengan mayoritas penduduk pedagang kaki lima dan tukang becak. Kini sudah ada pegawai negeri, bahkan keturunan Cina, bermukim di Pandegiling. Sekitar 25% penduduk memiliki sepeda motor, hampir tiap rumah punya pesawat televisi hitam putih. Kampung ini memillki 2 SD, I SMP, dan I SMA, semuanya didirikan yayasan milik kampung sendiri. Ada tiga masjid, tapi tidak ada gereja untuk 25% penduduk beragama Protestan dan Katolik. Walikota Surabaya, Muhaji Wijaya, kabarnya akan diundang menghadiri pameran itu. Tapi Muhaji belum tahu banyak tentang terpilihnya Pandegiling. "Kalau memang itu sudah menjadi keputusan mereka, tentu saja merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus