Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kebebasan, di sini, di sana

Berbagai pendapat mengenai kebebasan pers di negara-negara berkembang. masalah tersebut dibahas dalam konfederasi wartawan asia (caj) ii dan konperensi organisasi agen berita asia (oana) di jakarta. (md)

3 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUJI-pujian dilontarkan para tamu kepada tuan rumah. Begitulah yang terdengar dalam konvensi kedua Konfederasi Wartawan Asia (CAJ) 14-22 Agustus pekan lalu di gedung Dewan Pers, Jakarta. Para wartawan dari ASEAN atau para peninjau dari Jepang, Australia, Papua Niugini, atau Brunei, misalnya, menganggap pers di sini maju, dan organisasi wartawannya baik. Dan ada kebebasan pers. Itu basa-basi atau tidak, Zulharmans dari PWI Pusat yang diangkat jadi presiden CAJ menilai, Undang-undang Pokok Pers kita "lebih bagus dari undang-uhdang di negeri-negeri ASEAN lainnya." Hubungan antara reporter dengan pemimpin redaksi di Singaura dan Malaysia, misalnya, dianggapnya lebih jelek. "Seperti hubungan antara buruh dari majikan," tambahnya. Bahkan menurut August Marpaung, direktur LKBN Antara dalam hal "kebebasan pers" Indonesia lebih dulu memulai. "Para wartawan ASEAN ingin meniru bentuk organisasi seperti PWI," katanya. Di Malaysia, kebebasan pers itu sebenarnya ada -- dalam arti menurut Ahmad Mustapha Hassan, pimpinan kantor berita Bernama (Berita Nasional Malaysia), sampai saat ini belum ada penerbitan pers yang diberangus. Meski begitu tak berarti di sana tidak ada pembatasan. Setiap penerbitan, misalnya, harus memiliki surat izin terbit (dari Kementerian Dalam Negeri) dengan ketentuan: tidak pornografis, tidak menghasut, dan tidak subversif. Dan yang penting: tidak mempersoalkan masalah ras. Sehari setelah konvensi CAJ usai, diselenggarakan konperensi Organisasi Agen Berita Asia (OANA) yang antara lain membicarakan pertukaran informasi yang bebas dan adil, terutama antara negeri maju dengan negeri-negeri yang sedang berkembang. Salah seorang peserta, Hamid Hoosangi, redaktur pelaksana kantor berita Iran Islamic Republic News Agency berbicara paling keras. Bagi Hamid, sekarang ini tidak ada kebebasan pers, terutama di dunia ketiga. "Berita-berita di seantero dunia sekarang ini dikuasai kantor-kantor berita raksasa Barat: AFP, Reuter, UPI, AP," ujar lelaki jangkung berjenggot itu. Ia melukiskan negerinya sebagai korban dari keadaan tersebut. "Mereka tidak pernah memberitakan bahwa di Iran juga ada pembangunan," katanya lagi dengan sengit. Menurut Hamid, sekarang di Iran banyak penerbitan pers non-lslam. "Pemerintah tidak melarang penerbitan semacam itu sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam ajaran Islam, siapa pun boleh berbicara -- meskipun mereka bukan muslim," katanya lagi. Menurut P. Unnikrishnan, pimpinan Press Trust of India, peserta konperensi OANA yang lain, kemerdekaan pers di negerinya dijamin oleh konstitusi. "Di sana tidak ada lembaga sensur, tidak ada praktek pemberangusan atau pembatasan jumlah oplah. Di India banyak penerbitan yang mewakili hampir seluruh aspirasi politik rakyat," katanya bangga. Menurut lelaki berkulit hitam ini, di sana tak mungkin ada intervensi modal pemerintah dalam penerbitan pers. Juga tak mungkin pemerintah melibatkan diri dalam organisasi pers, sebab India menjamin kebebasan usaha swasta," ujarnya. Tapi ia juga menyadari adanya pembatasan pers di dunia ketiga. "Kebebasan pers di dunia ketiga dibatasi oleh perkembangan sistem politik, prioritas politik, dan karakter institusi politik," katanya lancar. Contoh seperti itu barangkali bisa dilihat di Filipina. Sementara tokoh-tokoh pers peserta konperensi OANA seperti dari Iran dan India tersebut membanggakan kebebasan pers di negeri masing-masing, komunike CAJ cukup keras: mengecam pembunuhan seorang wartawan di Muangthai. Tapi organisasi ini juga menyambut baik tindakan pemerintah itu yang mencabut dekrit yang mengekang kebebasan pers. Komunike juga menyatakan prihatin terhadap tindakan sementara pemerintah di ASEAN yang membatasi arus informasi internasional dengan mengontrol peredarannya. Juga ditegaskan, CAJ yang dibentuk pada 1975 sebagai organisasi nonpemerintah, tidak akan terlibat dalam pertentangan politik dan ideologi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus