Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Kemenhut: 77 Ribu Hektare Lahan DAS Cimandiri Kritis Akibat Alih Fungsi

DAS Cimandiri terletak di Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kaupaten Bogor dan Kabupaten Lebak.

11 April 2025 | 16.26 WIB

Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang jadi hulu DAS Cimandiri, Sukabumi, 19 Maret 2025. (Dok. Konservasi Indonesia)
Perbesar
Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang jadi hulu DAS Cimandiri, Sukabumi, 19 Maret 2025. (Dok. Konservasi Indonesia)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyebutkan total luas daerah aliran sungai (DAS) Cimandiri 181.457 hektare, termasuk kawasan hutan sekitar 44.854 hektare atau 24,72 persen, yang terdiri atas cagar alam darat, hutan lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan taman nasional. Selebihnya, sekitar 75 persen, masuk dalam areal penggunaan lain (APL).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan Dyah Murtiningsih mengatakan secara administrasi DAS Cimandiri terletak di Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kaupaten Bogor dan Kabupaten Lebak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dari data Kemenhut menunjukan bahwa kurang lebih mencapai 77.012,77 hektare atau 42,44 persen dari luas DAS Cimandiri termasuk kategori kritis, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan,” kata Dyah kepada Tempo, Jumat, 11 April 2025.

“Hal ini tentunya menjadi perhatian semua pihak dalam penanganan kerusakan di DAS Cimandiri tersebut," kata Dyah menambahkan. Dyah menyebutkan luas lahan kritis dalam kawasan hutan mencapai 9.712 hektare, dan yang di luar kawasan mencapai 67.300 hektare.

Menurut dia, lahan kritis di DAS Cimandiri terjadi karena adanya alih fungsi lahan. Dyah menyebutkan permukiman semakin bertambah dalam kurun waktu 15 tahun terakhir sekitar 2.800 hektare, dengan luasan menjadi kurang lebih 10.360 hektare.

“Pertanian lahan kering berkurang dan berkonversi menjadi hutan tanaman, hutan lahan kering sekunder, dan permukiman. Serta terdapat perubahan komoditas tanaman juga dapat mengubah tutupan lahan yang teridentifikasi dari perubahan tekstur dan rona citra, dari pinus menjadi lahan pertanian campur dan permukiman.”

Kondisi lahan lainnya, kata Dyah, semak belukar dan tanah terbuka yang juga relatif berkurang dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Lahan tersebut sudah dapat dimanfaatkan masyarakat di bidang pertanian. “Sawah dan tubuh air relatif sama luasnya dalam 10 tahun terakhir, dan terdapat penambahan areal tambang menjadi sekitar 150 hektare,” kata dia.

Merujuk data Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, kata Dyah, lahan dalam konteks pemulihan ekosistem melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan( RHL) seluas 1.470,98 hektare dengan rincian 478,42 kegiatan pemulihan ekosistem di kawasan Taman Nasional dan 992,56 kegiatan RHL dari BPDAS  dengan menggunakan berbagai mekanisme kegiatan dan sumber dana APBN.

“Selain itu terdapat kegiatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) seluas 856 ha dan 36 bangunan konservasi tanah dan air (KTA),” ujar Dyah.

Sebelumnya, Forest Watch Indonesia (FWI) melihat dampak banjir di Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya berhubungan dengan rusaknya lahan sepanjang DAS yang hulunya berasal dari wilayah Kabupaten Bogor.

Juru Kampanye FWI Anggi Putra Prayoga mengatakan penyebab dari kerusakan itu adalah tingginya tren deforestasi. “Menyebabkan kemampuan tanah untuk mengkonservasi air itu menjadi hilang karena sudah banyak berubah,” ujarnya saat dihubungi, Jumat, 14 Maret 2025.

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus