Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini sebuah studi menemukan bahwa angka bunuh diri dapat meningkat signifikan ketika polusi udara memburuk. Terutama bagi kelompok lansia yang dinilai makin rentan untuk melakukannya. Laporan ihwal dampak buruknya kualitas udara ini merupakan hasil riset para peneliti dari India dan Amerika Serikat.
Laporan itu memaparkan, potensi bunuh diri lebih parah dapat terjadi pada kelompok lanjut usia dengan jenis kelamin perempuan. Risikonya mencapai 2,5 kali lipat ketimpang kelompok lain. Laporan ini dipublikasi oleh Medical Daily pada Jumat, 1 Maret 2024. “Faktor lingkungan yang buruk berdampak pada kesehatan mental,” tulis Tamma Carleton, satu di antara tim penulis, seperti dikutip dari Antara pada Sabtu, 2 Maret 2024.
Dampak signifikan buruknya kualitas udara adalah persoalan kesehatan fisik. Di antaranya meningkatnya risiko penyakit asma, penyakit kardiovaskular, bahkan kanker paru-paru. “Kita sering menganggap bunuh diri dan kesehatan mental sebagai masalah yang harus dipahami dan diselesaikan pada tingkat individu,” ucap Carleton.
Hasil penelitian ini, kata dia, menunjukkan pentingnya peran kebijakan publik dan kebijakan lingkungan. Terutama dalam upaya memitigasi krisis kesehatan mental dan bunuh diri di luar intervensi pada tingkat individu. Anjuran tersebut merujuk pada temuan tim peneliti yang mencatat kebijakan pemerintah Tiongkok ihwal upaya mengurangi polusi udara telah berhasil mencegah 46.000 kematian akibat bunuh diri selama lima tahun.
Sebelumnya, ia telah mempelajari dampak suhu terhadap tingkat bunuh diri di India. Dia juga menemukan korelasi peningkatan suhu udara menyebabkan peningkatan tingkat bunuh diri.
Ketika ia dan rekan penulis utama Peng Zhang melihat penurunan angka bunuh diri yang lebih cepat di Tiongkok—dibandingkan dengan rata-rata angka bunuh diri global—mereka memutuskan untuk mengeksplorasi hubungan antara upaya negara tersebut dalam memerangi polusi udara. Kemudian dibandingkan dengan tren penurunan orang di Tiongkok yang mati karena bunuh diri.
Para peneliti kemudian mengumpulkan data demografi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok pada medio 2013 dan 2017. Diperoleh data meteorologi dari Pusat Layanan Data Meteorologi Tiongkok. Sayangnya, mereka harus menghadapi tantangan utama berupa memisahkan dampak polusi terhadap tingkat bunuh diri dari faktor-faktor lain yang berkorelasi seperti aktivitas ekonomi, pola perjalanan, dan hasil industri.
“Mereka memanfaatkan kondisi atmosfer yang disebut inversi, di mana udara hangat memerangkap lapisan udara dingin di bawahnya seperti tutup panci. Hal ini dapat memusatkan polusi udara di dekat permukaan, sehingga menghasilkan hari-hari dengan tingkat polusi yang lebih tinggi. yang tidak berkorelasi dengan aktivitas manusia,” kata studi tersebut.
Dengan memisahkan tingkat polusi dari aktivitas manusia, yang secara inheren mempengaruhi perilaku manusia, para peneliti dapat menentukan dampak kausal antara polusi udara dan tingkat bunuh diri.
Para peneliti pun kemudian membandingkan jumlah kasus bunuh diri di 600 wilayah. Membedakan antara minggu-minggu dengan cuaca inversi dan minggu-minggu dengan cuaca yang lebih umum, dan menganalisis data menggunakan model statistik.
Analisis tersebut menunjukkan bahwa dampak polusi sangat terasa di kalangan lansia. Namun, para peneliti tidak yakin mengapa perempuan lanjut usia sangat rentan terhadap dampak polusi terhadap kesehatan mental, walaupun faktor budaya mungkin berperan.
“Sejumlah besar kasus bunuh diri di kalangan perempuan di Tiongkok dikaitkan dengan krisis akut dan jika polusi berdampak langsung pada kesehatan mental, maka hal tersebut dapat berdampak besar pada perempuan lanjut usia,” kata para peneliti.
“Fenomena ini nampaknya terjadi secara relatif cepat. Angka ini meningkat dalam minggu pertama setelah paparan, dan kemudian menurun secara tiba-tiba ketika kondisi membaik. Hal ini menunjukkan bahwa polusi mungkin memiliki efek neurologis langsung, dibandingkan menciptakan masalah kesehatan kronis yang mendorong angka bunuh diri meningkat. Memang benar, ada semakin banyak bukti bahwa polusi partikulat mempengaruhi neurokimia.”
Selain polusi udara, beberapa faktor lingkungan dapat mempengaruhi tingkat bunuh diri. Seperti pemanasan udara selama tiga puluh tahun di India menyebabkan dampak bunuh diri yang sama besarnya dengan pengendalian polusi udara selama lima tahun di Tiongkok.
“Kebijakan publik mengenai polusi udara sesuatu yang tidak dapat anda kendalikan, apa yang ada di luar jendela anda mempengaruhi kemungkinan anda bunuh diri dan menurut saya hal ini memberikan sudut pandang yang berbeda pada solusi yang harus kita pikirkan. Penting bagi kita untuk memikirkan hal ini. pejabat kesehatan masyarakat juga mengetahui hal ini ketika iklim kita semakin panas dan polusi meningkat hal ini terjadi di banyak negara berkembang,” kata Carleton.
ANTARA
Baca Juga: Polusi Udara Dapat Mengubah Aroma Bunga, Membuat Bingung Serangga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini