Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Lucky Print (PT)

Penduduk cawang ii, jakarta, sudah 7 th kena polusi berupa bau busuk & debu dari pabrik pencelupan tekstil pt. lucky print. surat protes warga setempat selalu dijawab dengan ancaman pejabat setempat. (ling)

28 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUJUH tahun sudah penduduk Cawang II, Jakarta, resah. Tiap hari, terutama antara jam 9 sampai jam 3 siang, udara berbau busuk seperti kentut. Lantai rumah dalam beberapa saat saja telah dilapisi serbuk kapas berwarna coklat kelabu. Juga meja, kursi atau perabot lainnya tertutup serbuk halus yang diterbangkan dari cerobong pabrik pencelupan dan pencetakan tekstil PT Lucky Print. Debu halus itu kadang-kadang disertai dengan lelatu. Malah beberapa waktu lalu sempat membakar kasur seorang penduduk yang tinggal dekat pabrik. Kesehatan sekitar lima ratus penduduk sekitar pabrik pun terganggu. Ada yang menderita sesak nafas, batuk-batuk, bronchitis, TBC. Bahkan dalam dua tahun terakhir sudah dua pemudi meninggal dunia karena sesak nafas: Haryati, 18 tahun, meninggal persis hari Natal 25 Desember 1976, dan Titin, 16 tahun meninggal 31 Juli tahun lalu. Ini dinyatakan dalam surat warga RT 003/02 Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramat Jati, kepada Gubernur Tjokropranolo dengan 8 lembar lampiran, 14 Nopember lalu. Apakah selama ini penduduk diam saja? "Tidak," ujar Dwi Wahyoko Syamsidi, Wakil Ketua RT. Sudah delapan kali penduduk bermusyawarah soal musibah berkepanjangan itu. "Tapi selalu akhirnya pqabat setempat--R.W., Lurah, Camat - menakut-nakuti kami dengan kata-kata 'menggangu ketertiban' 'mengganggu keamanan' PKI, dan sebagainya," tutur Dwi. Ini juga dibenarkan oleh Pit Sadeli, orang Kendari yang telah bermukim di situ 25 tahun lamanya. Katanya: "Saya malah diolok-olok oieh Keamanan Kampung, dibilang 'apa Pit itu sok jadi insinyur'." Ketua RW Setuju Protes-protes berkepanjangan itu bermula dari keengganan penduduk sana merestui berdirinya pabrik itu, tujuh tahun lalu. 26 Juli 1970, empat rukun tetangga (RT) dalam kawasan itu telah mengirimkan surat keluhan atas bahaya pencemaran yang akan terjadi bila pabrik itu jadi didirikan di sana. Rencana itu mereka ketahui, sebab di lokasi itu dipasang papan bertuliskan teks H.O. (Hinder Ordonantie -- UU Gangguan) yang berisi ketentuan bahwa pabrik itu tak boleh mengganggu ketenteraman penduduk di sekitarnya. Protes itu mereka tujukan ke alamat Gubernur Ali Sadikin. Tapi, tanpa setahu mereka, Ketua RW (rukun warga) 02, Sudikno lladisuwardjo mengirim surat susulan ke alamat Gubernur DKI. Isinya: "tak keberatan"'dengan berdirinya proyek itu. Lengkap dengan tandatangan 38 warganya. Dari mana Sudikno dapat memperoleh tanda tangan sekian warganya? "Itu daftar sensus pemilih Pemilu 1971 yang ditimpali kata-kata 'warga RW 02 tidak keberatan' berikut cap dan tandatangan RW," ujar seorang petugas RT di sana sembari menunjukkan dokumendokumen buktinya. Dua Dokter Datang Selain debu yang disertai serbuk kapas, penduduk di belakang pabrik juga mengeluh karena sumur mereka telah tercemar air buangan pabrik. Air limbah tersebut, dialirkan ke sungai kecil yang telah mati dan melalui tanah meresap ke sumur, rupanya. Yang jelas, permukaan kali mati itu tertutup busa hitam pekat. Setelah tujuh tahun memprotes, DKI akhirnya mengutus dua orang dokter Dinas Kesehatan Kota disertai dua staf Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur berikut Wakil Lurah Cawang meninjau pabrik itu, akhir tahun lalu. Tanpa tanyatanya dengan penduduk, mereka langsung meninjau pabrik tersebut. Hasil pemeriksaannya: pabrik dianggap telah melanggar ketentuan Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Harap diketahui saja, debu kapas dalam literatur kedokteran memang dikenal sebagai penyebab Byssinosis, sejenis infeksi paruparu yang ditandai sesak nafas dan batuk-batuk. Di lingkungan DKI timbul pro dan kontra soal itu pabrik. Ir. Martono Soemodinoto, Kepala Dinas Perindustrian DKI menganggap letak pabrik itu "sudah tepat" dan tak menyalahi ketentuan. Juga Kepala Humas DKI B. Harahap menyatakan bahwa letak pabrik "sesuai dengan planologi kota," dan penduduklah yang salah dengan mendirikan rumahnya di sekitar pabrik. Tak ketinggalan ancaman: bila penduduk membuat keributan dengan dalih keresahan, tindakan itu dapat digolongkan "perbuatan kriminil." Namun setelah melakukan penelitian di lapangan, Kepala Pusat Penelitian Masalah Perkotaan & Lingkungan (PPMPL)-DKI, Soetjipto Wirosardjono MSc mengatakan bahwa pabrik tersebut memang tak memenuhi persyaratan. Cerobongnya misalnya, harus dipertinggi sampai 30 meter. Ketika ditinjau wartawan TEMPO Bachrun Suwatdi minggu lalu, belum kelihatan tanda-tanda pemilik pabrik akan meninggikan cerobongnya. Dan kalaupun cerobong ditinggikan tanpa dipasangi penyaring debu, "apakah itu justru tak akan memperlebar radius polusi, misalnya sampai Kampung Melayu?" tanya seorang penduduk di situ. Belum lagi polusi kuping dan saraf karena getaran tiga mesin disel berkekuatan 187 KVA serta dua mesin uap ' 350 TK, yang sempat meretakkan beberapa tembok penduduk. Berbagai keluhan masyarakat itu, hanya ditanggapi dengan nada tak senang oleh Mulyadi Kartono, pimpinan pabrik di situ. "Ah, soal itu kan sudah beres di DKI. Ada apa lagi? Hubungi saja Humas DKI," katanya kepada TEMPO. Setidak-tidaknya, dari segi sosial Lucky Print mungkin merasa cukup dengan menghadiahkan 5 meter kain pada setiap kepala keluarga, menjelang Lebaran. Di samping fasilitas pemeriksaan dokter secara cuma-cuma, setiap hari Jum'at. Tapi menurut penduduk, pokoknya pabrik itulah yang harus pindah. "Sebab tempatnya di Pulo Gadung, bukan di daerah perumahan seperti ini, kan?" komentar seorang warga RT 003.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus