MENGIKUTI adu pernyataan politik akhir-akhir ini, bisa menarik
tetapi bisa juga membingungkan. Terutama bagi mereka yang masih
punya sisa-sisa logika. Bung Ignas Kleden (TEMPO, Th. VII No.
45) yang ahli bahasa pun dibikin kabur oleh hamburan banyak kata
serba terselubung, serba tersarnar. Beberapa ungkapan pernyataan
itu bisa bermakna apa saja.
Saya yang senang matematika, mencoba menelusuri nalar pernyataan
politik itu melalui logika matematika.
Ambillah contoh soal Konstitusionil dan Inkonstitusionil.
Logikanya, apa yang inkonstitusionil itu ialah segala tindakan
yang dilarang oleh konstitusi. Dan apa yang konstitusionil
tentulah segala tindakan yang dibenarkan konstitusi. Konstitusi
kita jelas, Undang-Undang Dasar 1945. Banyaknya pasal cuma 37.
Rumusannya bagus, memakai bahasa sederhana dan mudah difahami.
Sehingga membeberkan logika konstitusi kita ini, teoritis
tidaklah sulit benar.
Teorinya
Teoritis, apa yang disebut konstitusionil (disingkat K) ialah
suatu himpunan, unsur-unsurnya terdiri dari aturan-aturan yang
terdapat dan atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945. Unsur-unsur lain yang terdiri dari semua aturan yang tidak
terdapat dan atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
disebut bukan konstitusionil (disingkat K, dibaca: bukan K).
Sederhana bukan? Apalagi bila digambar dengan diagram Venn
seperti di bawah ini.
Unsur-unsur (aturan) yang terdapat dalam himpunan K yang
konstitusionil) antara lain: MPR memilih Presiden Kedaulatan di
tangan rakyat Hak Milik mempunyai fungsi sosial Perekonomian
disusun atas dasar usaha bersama dan berazaskan kekeluargaan dan
lain-lain isi yang tersurat dan tersirat dalam pasal-pasal UUD
45.
Unsur-unsur_aturan) yang terdapat dalam himpunan komplementer K
(yang tidak konstitusionil) antara lain misalnya Presiden
memilih MPR Rakyat di tangan kedaulatan Kegiatan sosial
mempunyai fungsi hak milik Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama atas dasar keluarga dan lain-lain yang aneh-aneh, yang
tidak cocok dengan konstitusi. Nah, mestinya kan jelas
memisahkan mana yang konstitusionil dan mana yang tidak
konstitusionil.
Prakteknya
Tetapi prakteknya, pengertian konstitusionil dan
inkonstitusionil yang tcrungkap dan pernyataan akhir-akhir ini,
bila diteliti unsur-unsur (aturan) yang dimaksudkan, ternyata
tidak sama dengan gambaran teoritis di atas.
"Konstitusionil" (disingkat K) ialah suatu himpunan yang
unsur-unsurnya terdiri dari norma-norma yang menurut tafsir si
empunya cerita, sesuai dengan UUD 1945. Sedang
"Inkonstitusionil" (disingkat "I") ialah suatu himpunan yang
unsur-unsurnya terdiri dari norma-norma yang menurut tafsir si
empunya cerita, tidak sesuai denan UUD 1945.
Repotnya, yang namanya "tasir si empunya cerita" ini
untuk suatu bunyi pasal bisa lain-lain. Tergantung waktu,
kepentingan dan buat siapa norma itu dikenakan. Sehingga sebagai
pengamat, kita merasakan adanya norma-norma yang bisa dibilang
konstitusionil tetapi bisa pula dibilang inkonstitusionil.
Tergantung kapan, untuk apa dan buat siapa norma itu dianggap
berlaku. Gambar kedua himpunan "K" dan "I" itu dalam diagram
Venn ialah sebagai berikut:
Nah, di sinilah - daerah yang bergaris itu!--letak "daerah
sengketa" tentang konstitusionil atau tidak konstitusionilnya
suatu tindakan, diukur dengan maksud dan tafsir si empunya
cerita itu. Karena itu unsur-unsur aturan tentang kaos oblong,
poster, usul calon Presiden, Lembaga Kopkamtib, pawai alegoris,
konsesi kawasan laut dan konsesi hutan dan pungutan-pungutannya,
nuwun sewu termasuk "daerah sengketa" yang bergaris itu!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini