Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Melansir dari laman kkp.go.id, dugong merupakan binatang malam atau nokturnal. Ia hanya mencari makan saat malam hari. Mamalia ini setidaknya harus makan 50 kilogram rumput laut setiap harinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hewan yang disebut juga sebagai ikan duyung ini adalah salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia dan merupakan satu-satunya satwa ordo Sirenia yang area habitatnya tidak terbatas pada perairan pesisir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugong memiliki nama ilmiah Dugon dugon. Nama dugong diambil dari bahasa Tagalog “dugong” yang bersumber dari bahasa Melaya “duyong” atau “duyung” yang berarti “perempuan laut”.
Fisik dugong mirip dengan manatee. Keduanya terlihat cukup gemuk dan memiliki kulit tebal keabu-abuan yang cenderung keriput. Meski begitu, kulit ini sebenarnya sangat beroror dan hidronamis.
Kedua hewan ini juga menggunakan ekornya untuk berenang. Ekor yang diayunkan naik-turun akan memberikan daya dorong untuk berenang ke depan, sedangkan ekor yang dipelintir akan membantu hewan ini untuk berenang membelok.
Meski serupa, keduanya memiliki perbedaan. Ekor manatee menyerupai dayung lebar, sementara ekor dugong menyerupai lumba-lumba atau paus.
Dugong memiliki kepala yang besar dan papak sehingga cocok untuk mengambil nafas di permukaan air. Tak heran ia muncul ke permukaan untuk bernapas setelah menyelam sekitar enam menit di dalam laut.
Mamalia air ini memiliki gerakan renang yang lambat dengan kecepatan 10 hingga 22 kilometer per jam. Ini menyebabkan ia sering menjadi mangsa mudah bagi predator, seperti buaya air asin, hiu besar, dan paus pembunuh.
Hewan ini memiliki rambut kasar di sekitar mulut untuk mendeteksi lamun atau rumput laut untuk makanannya. Dugong juga memiliki sepasang anggota badan menyerupai sirip di bagian depan yang digunakan sebagai keseimbangan dan untuk berenang di dasar laut mencari makanan.
Dugong memiliki mata yang kecil dan bisa memproduksi air mata. Melansir dari laman Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), air mata dugong di beberapa tempat di Asia Tenggara dipercaya sebagai ramuan cinta yang ampuh.
Selain itu, semua bagian tubuh dugong dapat dimanfaatkan, mulai dari daging, kulit, isi dari perutnya, hingga gigi yang berupa gading. Dugong juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti konsumsi, obat-obatan, pernak-pernik hiasan, dan berbagai keperluan religi dan budaya masyarakat adat.
Hal ini membuat maraknya perburuan mamalia laut nokturnal ini sehingga dilakukanlah upaya konservasi. Salah satunya adalah program Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) yang dilakukan di Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, Mosambik, Madagaskar, Timor Leste, dan Vanuatu mulai 2016 silam.
AMELIA RAHIMA SARI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.