Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTENGAHAN Agustus 2024, Alex Mahuse bersama keluarganya, marga Mahuse, di Dusun Senayu, Kampung Soa, Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, ketiban pulung. Tiba-tiba saja perusahaan perkebunan tebu bernama PT Global Papua Abadi memberikan uang tunai senilai Rp 3,8 miliar untuk mereka. “Itu uang tali asih atas pembukaan lahan di tanah ulayat kami,” kata Alex, yang merupakan Ketua Marga Mahuse, ketika ditemui pada Rabu, 4 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bergepok-gepok uang tersebut dibagikan untuk empat marga di Dusun Senayu, meliputi marga Mahuse besar, Mahuse kecil, Gebze, dan Ndiken. Marga yang dipimpin Alex mendapat Rp 800 juta dan marga lain masing-masing Rp 1 miliar. Pemberian uang tunai itu dilakukan saat tanah ulayat sedang dibabat, diiringi prosesi upacara adat dengan memotong enam babi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alex menyebutkan uang tali asih itu sebatas santunan, bukan uang untuk pembelian tanah ulayat mereka. Perusahaan disebut telah berjanji kepada masyarakat bahwa akan ada uang ganti rugi atas tanah dan kayu-kayu raksasa yang dibabat dari tanah ulayat. Proses yang sama juga sedang berlangsung di banyak kampung di Distrik Tanah Miring, Jagebob, dan distrik lain di Merauke.
Distrik Tanah Miring termasuk bagian dari kluster 3 yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai pusat pembangunan proyek swasembada gula dan bioetanol seluas 1,11 juta hektare di Merauke. Proyek ini diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke. Jokowi menunjuk Menteri Investasi—kala itu dijabat Bahlil Lahadalia—sebagai ketuanya.
Proyek tebu merupakan bagian dari program food estate seluas 2,29 juta hektare yang sedang dibangun pemerintah di Bumi Anim Ha. Selain tebu, di sana muncul program cetak sawah seluas 1,18 juta hektare yang sedang dibangun Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama Kementerian Pertanian. Dua megaproyek ini akan membentang di antara 19 distrik dari 22 distrik di Merauke.
Berdasarkan dokumen paparan Sucofindo bertajuk “Studi Kelayakan: Kawasan Sentra Produksi Pangan di Kabupaten Merauke”, terdapat lima kluster alokasi lahan. Di antaranya terbagi dalam kluster 1 seluas 372 ribu hektare, kluster 2 283 ribu hektare, kluster 3 634 ribu hektare, kluster 4 353 ribu hektare, dan kluster 5 seluas 654 ribu hektare.
Progres pembangunan proyek kebun tebu dan bioetanol lebih mentereng lantaran disambangi oleh Jokowi pada 23 Juli 2024. Jokowi menghadiri agenda tanam tebu perdana di dalam konsesi PT Global Papua Abadi di Kampung Sermayam Indah, Distrik Tanah Miring. Merujuk pada foto yang dipublikasikan Kementerian Sekretariat Negara, kedatangan Jokowi didampingi sejumlah menteri, termasuk pendiri korporasi sawit First Resources, Martias Fangiono, bersama anaknya, Wirastuty Fangiono.
“Di sini sudah dicoba, tidak hanya sekali-dua kali, tapi tidak berhasil,” kata Jokowi, seperti dikutip dari siaran pers Sekretariat Negara pada hari yang sama. Namun kali ini, kata Jokowi, program tebu yang dibangun PT Global Papua Abadi akan berhasil menjadi lumbung pangan di Merauke. Pertimbangannya, perusahaan telah menyiapkan lokasi pembibitan, laboratorium kultur jaringan, hingga pabrik bioetanol.
Potongan kayu besar di bukaan lahan tebu PT. Global Papua Abadi (GPA) di distrik Tanah Miring, Merauke, Papua Selatan, 4 September 2024. TEMPO/George William Piri
Bahlil Lahadalia—kini menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral—lebih dulu mengunjungi konsesi PR Global Papua Abadi. Dia menjamin proyek tebu dan bioetanol ini tak akan mangkrak seperti program Merauke Integrated Food and Energi Estate pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. “Saya tidak ingin yang ini kemudian mengalami nasib yang sama,” kata Bahlil pada 17 Mei 2024.
Bahlil juga menjelaskan alasannya memilih Merauke sebagai area lumbung tebu. Dia mengatakan Merauke tidak memiliki hutan karena terdiri atas rawa-rawa yang dipenuhi kayu putih atau tumbuhan eukaliptus. Rencananya, perkebunan tebu akan dibagi dalam dua bagian. Pertama akan dikelola oleh pihak swasta dan di area lain melalui skema kawasan ekonomi khusus yang melibatkan badan usaha milik negara.
Peneliti dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (Center for Regional Analysis, Planning, and Development) Institut Pertanian Bogor (IPB University), Selamet Kusdaryanto, menceritakan lembaganya ditunjuk oleh Kementerian Investasi bersama PT Global Papua Abadi untuk menyusun kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). “Kajian kami khusus perkebunan tebu yang berada di kluster 3 dengan luas sekitar 600 ribu hektare,” kata Selamet kepada Tempo pada 16 September 2024.
Dia menyebutkan proyek ini rencananya dikerjakan oleh 10 perusahaan yang tergabung dalam empat konsorsium. Salah satunya konsorsium pertama yang terdiri atas PT Global Papua Abadi bersama dua anak usahanya, yakni PT Semesta Gula Nusantara dan PT Andalan Manis Nusantara. Ketiganya akan membuka dan mengelola lahan seluas 154 ribu hektare yang diperuntukkan bagi kebun tebu, pabrik gula, dan penyulingan bioetanol.
Selamet mengunjungi area konsesi PT Global Papua Abadi seluas 30.777 hektare yang beririsan dengan Distrik Tanah Miring dan Jagebob pada awal Juni 2024. Ketika itu, perusahaan baru saja memulai pembukaan. Kajian singkatnya menunjukkan pembabatan hutan alam akan memicu deforestasi dan potensi hilangnya daerah resapan air. Dalam jangka panjang, hal itu tentu akan berdampak pada peningkatan debit air di Merauke yang berpotensi memicu banjir di hilir.
Lahan di Kampung Wanam, Distrik Ilwayab, Papua Selatan, 1 September 2024. TEMPO/George William Piri
***
JULIANTO, supervisor PT Myesha Shafiyah Gemilang (MSG)—perusahaan yang bergerak di bidang pertanian dan infrastruktur—sore itu baru saja merampungkan tugasnya. Ia terlihat mengkoordinasikan bawahannya sembari memarkirkan dua ekskavator di area konsesi PT Global Papua Abadi di Kampung Sermayam Indah, Distrik Tanah Miring. “Kami subkontraktor PT Global Papua Abadi yang bertugas untuk land clearing hutan di sini,” kata Julianto ketika ditemui pada 4 September 2024.
Perusahaan Julianto mulai mengerjakan proyek PT Global Papua Abadi pada akhir Agustus 2024. Tugas MSG adalah meratakan hutan alam di area konsesi. Kayu-kayu pelbagai macam ukuran—tak sedikit berukuran lebih dari dua atau tiga pelukan orang dewasa—ditumbangkan menggunakan alat berat. Batang-batang pohon yang terserak dikumpulkan membentuk baris yang membanjar.
Julianto mengatakan kayu dan ranting itu kemudian diangkut ke luar konsesi untuk diolah PT Global Papua Abadi. Adapun pohon-pohon raksasa dibiarkan di tepi jalan atau diangkut ke tempat penggergajian di area perkebunan. Berdasarkan analisis Greenpeace Indonesia, proses pembukaan lahan ini telah berlangsung sejak Juni 2024 hingga saat ini dan mengakibatkan deforestasi mencapai 1.000 hektare.
Bukaan lahan tebu di Distrik Tanah Miring, Papua Selatan, 4 September 2024. TEMPO/George William Piri
Tempo mengamati proses pembabatan hutan itu ketika berkunjung ke konsesi PT Global Papua Abadi pada 4 September 2024. Sekurang-kurangnya hamparan hutan sepanjang 12,51 kilometer—jalan akses yang dibuat perusahaan—telah rata dengan tanah. Di samping kiri dan kanan terbentuk hamparan ladang, menyisakan tumpukan kayu bulat dan ranting. Adapun puluhan alat berat, seperti ekskavator, buldoser, traktor, dan truk-truk enam roda, terus menderu membangun perkebunan.
Dokumen KLHS perkebunan tebu yang diperoleh Tempo mengulas rencana PT Global Papua Abadi bersama dua perusahaan lain dalam konsorsium pada grup 1. Luas lahan yang digarap 154 ribu hektare. Mereka akan menyiapkan lahan 34 ribu hektare sebagai perkebunan tebu dan pabrik tebu berkapasitas giling 80 ribu ton per hari. Pabrik ini akan memproduksi gula, gas alam yang dikompresi (CNG) dari kelebihan biogas, biogas, hingga penyulingan etanol.
Dokumen itu juga menuliskan bahwa PT Global Papua Abadi memiliki izin usaha seluas 34.626 hektare sejak 2014. Sebagian besar pemegang saham perusahaan ini adalah PT Mega Makmur Semesta yang dimiliki oleh Sulaidy dan Hui Tin. “Pemerintah pun telah mengidentifikasi lahan yang akan digunakan sebagai bagian penugasan dari satuan tugas percepatan swasembada gula dan bioetanol di Kabupaten Merauke,” demikian ditulis dalam kajian lingkungan tersebut.
Investigasi Tempo bersama The Gecko Project 2014 mendapati nama Sulaidy yang terhubung dengan korporasi sawit First Resources. Belakangan, pemegang saham Mega Makmur Semesta berganti menjadi dimiliki individu Antoni dan Angeline B. Sudirman. “Kami yakin mereka terafiliasi dengan First Resources. Apalagi dengan kemunculan Martias Fangiono bersama anaknya, Wirastuty Fangiono, pada saat penanaman tebu perdana bersama Jokowi,” kata Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat Franky Samperante.
Franky menduga, di Merauke, First Resources tak hanya mendapatkan konsesi melalui PT Global Papua Abadi, tapi juga dari PT Andalan Manis Nusantara, PT Semesta Gula Nusantara, PT Borneo Citra Persada, dan PT Dutamas Resources International. Mereka juga diduga bekerja sama dengan korporasi raksasa lain untuk membangun konsorsium kebun tebu di Merauke. Jadi total terdapat 10 perusahaan yang tergabung dalam empat konsorsium (grup).
Tempo melayangkan surat permohonan wawancara kepada direksi Global Papua pada 4 September 2024. Beberapa hari kemudian, Corporate Communication PT Global Papua Abadi Gloria Guida Manalu menyatakan akan berkomunikasi dengan pihak internal perusahaan. “Hari ini masih belum ada jeda. Nanti segera saya hubungi, ya,” kata Gloria pada 9 September 2024. Sejak 23 September 2024, Gloria tak merespons lagi pertanyaan yang dikirim Tempo ke ponselnya.
Tempo juga mengirim permohonan wawancara kepada Corporate Communication First Resources melalui surat elektronik. Namun perusahaan tersebut membantah semua tuduhan dan memastikan tidak terhubung dengan korporasi-korporasi yang sedang membangun perkebunan tebu di Merauke.
“Kami ingin mengklarifikasi bahwa nama-nama PT yang disebutkan dalam e-mail Anda tidak memiliki hubungan dengan First Resources,” demikian mereka menulis pada 20 September 2024. First Resources juga menjelaskan bahwa aktivitas utama perusahaan mereka bergerak di sektor kelapa sawit. Wilayah kerjanya meliputi Riau, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
Tempo juga meminta konfirmasi Jokowi melalui surat resmi yang dikirim ke kantor Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi. Permintaan konfirmasi juga dikirim ke Bahlil Lahadalia. Namun mereka sama sekali tak merespons permohonan wawancara Tempo. “Pak Bahlil sekarang berfokus di urusan Kementerian ESDM,” kata seorang staf khusus Bahlil ketika dijumpai Tempo pada awal September 2024.
Bahlil sempat menjelaskan bahwa total rencana investasi kebun tebu di Merauke di kluster 3 mencapai US$ 5,62 miliar atau sekitar Rp 83,27 triliun. Investasi ini, kata dia, akan menyokong target produksi gula nasional yang mencapai 3 juta ton pada 2027. “Artinya apa? Indonesia bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Kita melakukan swasembada gula,” ucap Bahlil.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Vindry Florentin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.