Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Penyebab Es di Puncak Jaya Terus Menyusut, dari 32 Meter ke 4 Meter

Gletser di Puncak Jaya terus menipis karena perubahan iklim, lapisan es itu tak bisa kembali.

5 Desember 2024 | 14.38 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hasil pemantauan BMKG terhadap kondisi Salju Abadi yang mulai mencair di Puncak Sudirman, Pegunungan Jayawijaya, Papua, November 2024. Dok BMKG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lapisan es di Pegunungan Jayawijaya, salah satu kawasan penting di Papua, kini menghadapi perubahan. Statusnya sebagai satu-satunya gletser tropis terancam hilang. Sebab, es di Puncak Jaya kian menipis.

Data terbaru dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan penurunan ketebalan es yang sangat signifikan, menandakan ancaman serius terhadap ekosistem dan kondisi iklim global.

Berdasarkan pengukuran terkini yang dilakukan BMKG, ketebalan es di Puncak Sudirman, Pegunungan Jayawijaya, kini tersisa hanya empat meter. Angka ini kontras drastis dengan kondisi sebelumnya. Pada 2010, ketebalan es masih mencapai 32 meter, dan pada periode November 2015 hingga Mei 2016, tercatat sekitar 5,6 meter.

Koordinator Bidang Standardisasi Instrumen Klimatologi BMKG, Donaldi Sukma Permana, menjelaskan bahwa tim menggunakan 14 stake (tongkat ukur) yang telah tersingkap untuk menghitung ketebalan es saat ini.

“Hal ini juga disebabkan oleh El Nino kuat yang terjadi pada saat itu,” kata Donaldi seperti dikutip dari Antara.

Penurunan ini tidak hanya terjadi pada ketebalan, tetapi juga pada luas permukaan es. Survei pada November 2024 menunjukkan penurunan luas permukaan es yang mengkhawatirkan. Luas es kini hanya berkisar antara 0,11 hingga 0,16 kilometer persegi, turun dari sekitar 0,23 kilometer persegi pada 2022.

Tim survei gabungan BMKG dan PT Freeport Indonesia menghadapi tantangan dalam memantau kondisi es. Sebelum 2017, mereka dapat melakukan pengukuran dengan traking menggunakan helikopter. Namun, saat ini mereka bergantung pada analisis gambar visual dan pengamatan stake untuk mengukur ketebalan es.

BMKG menegaskan bahwa pencairan es di Pegunungan Jayawijaya merupakan bukti nyata perubahan iklim. Koordinator Sub Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG, Albert C. Nahas, memperingatkan bahwa pada pertengahan abad 21, Indonesia diperkirakan akan melampaui ambang batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius yang kritis.

Seperti diketahui, Puncak Jayawijaya memiliki tiga wilayah es utama, yaitu West Northwall Firm, East Northwall Firm, dan Carstenzs Glacier. Sejak 5 ribu tahun lalu, es tersebut menyusut hingga saat ini.

Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Albertus Sulaiman menyebutkan bahwa es yang mencair di Pegunungan Jayawijaya, Papua Tengah tidak bisa kembali lagi seperti semula.

"Apakah salju ini akan kembali? Itu bisa terjadi jika suhu global bumi menurun, tetapi es yang tercipta tidak akan sama lagi, karena alam bersifat irreversible (tidak dapat kembali)," katanya

ANTARA

Pilihan Editor: Arkeolog: Gletser di Puncak Jayawijaya Papua Peninggalan Zaman Es

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus