Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Soal Hukum Laut Internasional, Ini Peran Deklarasi Djuanda dan Keuntungannya bagi Indonesia

Rumusan batas wilayah yang disodorkan perdana menteri Djuanda, dikenal sebagi Deklarasi Djuanda, menjadi rujuan hukum laut internasional saat ini.

14 Agustus 2024 | 18.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Maritim, Indroyono Soesilo mengatakan, jelang HUT Kemerdekaan Indonesia Ke-79, masyarakat harus melihat kembali pahlawan nasional Indonesia, yakni mantan perdana menteri Djuanda. Sumbangsih terbesarnya adalah adanya Deklarasi Djuanda yang kemudian menjadi rujukan hukum laut internasional. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indroyono mengatakan, sebelum adanya Deklarasi Djuanda, wilayah laut Indonesia masih mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Territoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO). Dalam peraturan tersebut, ditetapkan wilayah laut Indonesia sejauh tiga mil dari garis pantai yang mengelilingi pulau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan aturan TZMKO ini, kapal-kapal asing bebas berlayar di Laut Jawa, Laut Banda, dan Laut Makassar yang berada di dalam wilayah Republik Indonesia. "Jadi kapal asing bebas saja lewat di perairan itu," kata Indroyono dalan konferensi pers persiapan The International Conference On Sustainable Coral Reefs 2024 di Kantor Kemenko Bidang Maritim dan Investasi, Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2024. 

Pada 13 Desember 1957, kata Indroyono, Indonesia merumuskan pembaharuan batas wilayah dengan mengukur batas wilayah yang ditarik garis dari 12 mil dari titik pulau terluar. Pada sidang pertama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (Unclos) pada tahun 1958, gagasan yang dikenal sebagai Deklarasi Djuanda belum diterima. "Kita harus berjuang 25 tahun untuk bisa diakui," kata Indroyono.

Pengakuan itu terjadi pada Sidang Ke-3 Unclos pada tahun 1982. Delegasi Indonesia yang terdiri dari Mochtar Kusumaatmadja, Abdul Kamil, Adi Sumardiman, dan Hasyim Djalal berhasil mendorong pengakuan terhadap konsep Negara Kepulauan. "Mereka yang mewakili Indonesia itu berhasil memperluas laut indonesia tanpa satu pun peluru dan tanpa tetesan daerah," kata Indroyono.

Pada Sidang Unclos 1982 itu pula mulai dikenal konsep zona ekonomi ekslusif (ZEE), area 200 mil dari garis dasar pantai. "Kalau di ZEE kita tidak bisa memasang bendera Merah Putih. Tapi sumber daya ekonomi di atas air, yakni transportasi, di dalam air yakni perikanan, di dasar laut yakni migas, itu punya kita. Itu hasil Unclos 1982," ujar Indroyono.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus