Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Tanggapi Pidato Hashim di COP29, Madani: Food Estate Berpotensi Muluskan Eksploitasi SDA dan Hutan

Delegasi Indonesia di COP29 sebut soal Food Estate. Madani menilai program itu berpotensi muluskan eksploitasi sumber daya alam dan hutan.

14 November 2024 | 05.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Madani Berkelanjutan menanggapi pernyataan Utusan Khusus Delegasi Republik Indonesia, Hashim Sujono Djojohadikusumo, dalam sidang plenary COP29 yang menyebut bahwa program Food Estate terus berjalan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, yang juga hadir dalam ajang COP29 di Baku, Azerbaijan, menyatakan bahwa Food Estate bukanlah solusi untuk masalah pangan di Indonesia. Program ini justru berpotensi menjadi karpet merah untuk eksploitasi sumber daya alam dan hutan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indonesia, kata Nadia, memiliki komitmen FOLU (Forestry and Other Land Use) Net Sink 2030 dengan target pengurangan laju deforestasi 4,22 juta hektare hingga 2030. Berdasarkan dokumen Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, deforestasi Indonesia sampai 2019 sudah mencapai 4,8 juta hektare. Artinya, kuota deforestasi Indonesia sudah terlampaui atau minus 577 ribu hektare. 

Dengan membuka program Food Estate, hal ini justru mengancam pencapaian komitmen iklim Indonesia kepada dunia. “Proses pemulihan ekosistem melalui restorasi dan rehabilitasi lahan membutuhkan waktu sangat lama dan seringkali tidak mampu mengembalikan ekosistem ke kondisi semula, seperti ekosistem gambut dan mangrove,” kata Nadia dalam keterangan tertulis, Rabu, 13 November 2024.

Nadia menyatakan, pencegahan deforestasi harus diutamakan untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC). “Mengandalkan restorasi dan rehabilitasi saja akan mempersulit pencapaian komitmen iklim Indonesia. Cegah dulu, baru restore,” tuturnya.

Dalam pidatonya, Hashim menekankan pentingnya program Food Estate untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia di tengah tantangan eksternal, seperti pandemi Covid-19 dan perang Ukraina-Rusia yang memicu lonjakan harga pangan dan pupuk.

Adik kandung Presiden Prabowo itu mengatakan dunia internasional salah paham dengan program lumbung pangan yang disebut merusak hutan. “Indonesia akan menciptakan kembali, merevitalisasi, meremajakan hutan yang terdegradasi (akibat program Food Estate). Ini sudah merupakan program yang akan mengurangi masalah apa pun yang mungkin timbul,” kata dia. 

Cindy Julianty dari Working Group ICCAs Indonesia (WGII) turut mengkritik program Food Estate ini. Dia menyebut program itu gagal mengatasi isu ketahanan pangan dan malah memicu konflik dengan masyarakat adat. “Fakta empiris di Merauke menunjukkan lebih dari dua juta hektar hutan, yang merupakan wilayah adat masyarakat Malid, Maklew, Khimaima, dan Yei, dibabat untuk Food Estate,” ujarnya.

Cindy juga menyoroti potensi tumpang tindih antara target restorasi hutan 12,7 juta hektar di bawah pemerintahan Prabowo dan wilayah adat serta kelola rakyat. “Apakah target ini akan dilakukan melalui proses konsultasi dan FPIC, dan apakah masyarakat adat atau lokal menjadi penerima manfaat dari agenda restorasi ini?” tanya dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus