Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Warga Kendeng Geruduk Kantor Bupati Rembang Tuntut Pemerintah Hentikan Tambang Karst

Kedatangan para petani itu merespon rencana Bupati Rembang menarik pajak retribusi dari tambang ilegal yang beroperasi di daerah tersebut. "Merespon wacana itu, JM-PPK merasa kecewa dengan komitmen bupati," ujar perwakilan JM-PPK, Joko Prianto

8 Desember 2023 | 21.07 WIB

Konflik agraria yang terjadi di Kendeng bermula pada Juni 2014 yang disebabkan PT Semen Indonesia hendak melakukan pembangunan dan pengoperasian pabrik semen di Kabupaten Rembang. Konflik Kendeng bermula ketika PT Semen Indonesia mendapatkan izin penambangan kapur di Pegunungan Kendeng. Warga sekitar menolak dan menduduki rencana lokasi tapak pabrik. dok. TEMPO
Perbesar
Konflik agraria yang terjadi di Kendeng bermula pada Juni 2014 yang disebabkan PT Semen Indonesia hendak melakukan pembangunan dan pengoperasian pabrik semen di Kabupaten Rembang. Konflik Kendeng bermula ketika PT Semen Indonesia mendapatkan izin penambangan kapur di Pegunungan Kendeng. Warga sekitar menolak dan menduduki rencana lokasi tapak pabrik. dok. TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Semarang - Sejumlah warga dari Desa Tegaldowo dan Timbrangan Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng atau JM-PPK mendatangi Kantor Bupati Rembang pada Jumat, 8 Desember 2023. Mereka menuntut pemerintah menghentikan tambang karst.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kedatangan para petani itu merespon rencana Bupati Rembang menarik pajak retribusi dari tambang ilegal yang beroperasi di daerah tersebut. "Merespon wacana itu, JM-PPK merasa kecewa dengan komitmen bupati," ujar perwakilan JM-PPK, Joko Prianto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurutnya, kondisi lingkungan di kawasan cekungan air tanah ata CAT Watuputih Pegunungan Kendeng semakin rusak akibat eksploitasi aktivitas tambang dan operasi PT Semen Indonesia. "Selain itu, maraknya tambang baik legal maupun ilegal semakin memperparah kerusakkan dan ini luput dari pengawasan pemerintah," sebut dia.

Dia menyebut, rencana penarikan pajak itu menafikan komitmen kerjasama Desk Pelaporan Tambang Ilegal antara Gubernur dan Bupati/Walikota se Jawa Tengah pada akhir 2022 lalu. Bupati Rembang, kata Joko, seharusnya berkolaborasi dengan masyarakat menertibkan tambang ilegal.

JM-PPK juga telah memperjuangan Kajian Lingkungan Hidup Strategis atau KLHS Pegunungan Kendeng. "Yang mana isi rekomendasinya secara jelas meminta kepada bupati, gubernur dan pemerintah pusat berkolaborasi menetapkan CAT Watuputih sebagai kawasan lindung atau KBAK baik secara kebijakan, rencana, dan program," tuturnya.

Status sebagai kawasan lindung semestinya terlarang untuk kegiatan ekplorasi seperti pertambangan. "Jika menilik KLHS, sudah seharusnya semua tambang, baik legal maupun ilegal di kawasan CAT Watuputih harus dihentikan," ucap Joko.

Selama ini warga di Pegunungan Kendeng tersebut telah merasakan dampak pertambangan sekitar tempat tinggal mereka. Ketika kemarau panjang lalu, sejumlah sumur warga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mengering.

Namun, usaha warga Kendeng untuk bertemu Bupati Rembang tersebut urung terjadi. Bupati Rembang tak menemui warga lantaran berasalan sedang tak berada di kantor.

Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus