Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

<font color=#FF9900>Kompromi</font> demi Medali

Pesta Olahraga Pantai Asia di Bali tidak hanya mempertandingkan dan melombakan olahraga pantai. Berbagai olahraga yang tak lazim dilakukan di pantai juga digelar demi perolehan medali.

27 Oktober 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEEMBER air tergolek di pojok arena pertandingan. Di sana juga nangkring sehelai handuk. Perkakas lainnya sebuah kacamata hitam. Itulah perlengkapan baru dalam olahraga pencak silat di arena Asian Beach Games pertama, pesta olahraga yang berlangsung pada 18-26 Oktober 2008 di Bali.

Air di ember dan sehelai handuk di Tanjung Benoa, Nusa Dua, itu tidak disediakan untuk mandi setelah mereka bertanding, tapi untuk membasuh mata yang terseruduk pasir saat berlaga.

Demi kenyamanan, dalihnya. Namun tawaran itu hampir ditampik para atlet. ”Repot sering terlepas,” kata Suparniti, pesilat Indonesia, mengenai penggunaan ”kacamata silat” itu.

Pencak silat tiba-tiba menjadi olahraga yang merepotkan, sekaligus makin berisiko. Mereka yang bertanding tidak lagi hanya berkonsentrasi mengalahkan lawan dengan cepat, tapi juga harus menghindari ”lawan” lainnya, yakni butiran pasir yang bisa saja mampir di mata atau hidung.

Cedera juga mengancam. Labilnya kondisi pasir menjadi tantangan lain. ”Sulit berpijak kukuh,” kata Hamdani, atlet Indonesia, salah satu peraih emas pencak silat. Bila kurang hati-hati, kaki mereka gampang terpeleset dan terluka.

Demi medali, keselamatan atlet menjadi nomor dua. Pencak silat menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam Pesta Olahraga Pantai itu. Komite Olahraga Nasional Indonesia membanderol target empat medali emas di cabang ini.

Beruntung, pesilat tuan rumah cukup tangguh: lima emas berhasil disabet, ditambah lagi dua medali perunggu. Pihak Komite Olahraga senang bukan kepalang. ”Ini hasil perjuangan selama dua tahun memasukkan silat ke pentas ini,” ujar Rita Subowo, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia yang juga Ketua Panitia Asian Beach Games 2008.

Inilah keunikan pesta yang baru digelar untuk pertama kalinya itu. Meski diembel-embeli beach games, tak sepenuhnya olahraga yang dipertandingkan di sana murni olahraga pantai. Jadi tidak hanya voli dan sepak bola pantai, surfing, paragliding, jet ski, dan sejenisnya yang dipertandingkan. Tiba-tiba saja banyak muncul olahraga pantai ”baru”. Selain pencak silat, ada sepak takraw, gulat, binaraga, bahkan woodball alias bola kayu. Semuanya diembel-embeli kata ”pantai”.

Lihat saja bagaimana cara ”memodifikasi” gulat agar menjadi gulat pantai. Tak ada peraturan, berbeda dengan olahraga ini di ruang tertutup. Cuma pegulatnya tak boleh menggunakan jurus menindih dan mengunci lawan bila ia sudah terjatuh di pasir—dan tentu saja tidak boleh menabur pasir ke arah lawan. Pertandingan juga hanya satu babak, yang berlangsung selama tiga menit. ”Kami tak tahu siapa yang mengusung, tapi Bali Asian Beach Games Organizing Committee berkeras memasukkan cabang ini,” kata Manajer Tim Pelatnas Henry Ridwan.

Nah, yang terdengar lebih sumir adalah binaraga. Cabang ini masuk atas usul negara-negara Timur Tengah yang memang unggul di cabang ini. Komite Pelaksana Olahraga Pantai Asia pun menerimanya dengan beberapa penyesuaian. Misalnya, acara harus digelar di tepi pantai dan tanpa tirai latar belakang (backdrop). ”Agar latar belakangnya tampak laut lepas,” kata Manajer Kompetisi Alamsyah. Juri yang biasanya memakai pakaian rapi, seperti kemeja, karena di pantai, boleh mengenakan T-shirt.

Menurut Rita Subowo, sang ketua panitia, kriteria olahraga memang cukup sederhana, yakni harus berbasiskan pantai. Polo air, misalnya, menjadi polo pantai. Tantangan tambahannya adalah angin dan ombak. Apakah terlalu dipaksakan? Itu bisa jadi perdebatan panjang. Tapi tampaknya yang menjadi salah satu pertimbangan untuk memasukkan ”olahraga baru” di sini adalah demi mendulang medali.

Alhasil, inilah pesta olahraga kompromi. Cabang olahraga yang dipertandingkan menjadi beranak-pinak. Sebagai tuan rumah, Indonesia memiliki hak prerogatif untuk memasukkan dua cabang olahraga susulan. Selain silat, masuklah sepak takraw.

Belakangan muncul woodball, bola kayu yang permainannya mirip golf. Pengusulnya, Tandyono Jecky, pelopor olahraga ini di Indonesia. ”Biasanya di lapangan rumput, tapi dua tahun sebelum Asian Beach Games, saya populerkan di pantai,” ujarnya.

Hal ini juga yang membedakannya dengan pesta olahraga lain, misalnya dengan olahraga musim dingin yang dilakukan di negara empat musim. Di ajang ini, praktis hanya olahraga yang pantas dilakukan di musim dingin yang boleh masuk. Tidak ada binaraga, meski sesungguhnya masih bisa digelar di atas es.

Lantas mengapa olahraga pantai ”baru” bisa masuk? Begini ceritanya. Semua ini bermula ketika Komite Pelaksana Olahraga Pantai Asia mengesahkan masuknya kabaddi dalam salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan.

Usul ini diduga karena India berkeras memasukkan olahraga tradisionalnya ini. Dalam pertandingan di dalam ruangan, kabaddi melibatkan tujuh pemain dalam satu tim. Adapun di Pesta Olahraga Pantai, hanya perlu empat pemain ditambah dua pemain cadangan. Meski asing di Indonesia, kabaddi sudah dipromosikan sejak Olimpiade Berlin 1936 dan resmi dipertandingkan di Asian Games sejak 1990.

Pihak tuan rumah awalnya tidak tinggal diam. ”Sebenarnya waktu ada usul kabaddi masuk, Indonesia mau menolak,” kata Joko Pramono, komandan Pelatnas Pesta Olahraga Pantai. Tapi belakangan mereka mengangguk sebagai strategi agar silat bisa dimasukkan juga. Gampang dicari sebabnya, di cabang ini, Indonesia memang jagonya.

Akhirnya, dalam sidang Dewan Olimpik Asia pada Desember 2007, pencak silat bersama kabaddi dan gulat pantai disetujui masuk Pesta Olahraga Pantai 2008.

Untungnya, tim Indonesia sukses menyiasati masalah ini dengan latihan keras selama tiga bulan sebelum pesta digelar. ”Anak-anak semuanya tampil mantap tanpa keraguan sedikit pun,” ujar pelatih Tim Nasional Wayan Suwitra.

Keberhasilan para pesilat ini menjadi bekal keyakinan pengurus dalam menghadapi pesta olahraga serupa di Muscat, Oman, dua tahun mendatang. Untuk itu, mereka pun akan berusaha keras mengegolkan kembali pencak silat sebagai olahraga pantai, tak peduli dengan penilaian hal itu terlalu dipaksakan. ”Yang jelas, cabang ini menghasilkan banyak medali,” ujar Rita.

Irfan Budiman, Rofiqi Hasan, Andy Marhaendra (Bali)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus