PAMOR badan tinju dunia IBF mulai luntur. Tanda-tanda itu justru muncul dari Seoul, Korea Selatan, negeri yang memiliki sedikitnya empat juara dunia versi IBF. Komisi Tinju Kor-Sel (KBC) pekan lalu mengancam akan mundur dari badan tinju dunia itu akhir tahun ini juga. Kini tak satu pun promotor di negeri itu berminat menyelenggarakan pertandingan di bawah bendera IBF. Chong Pal-Park, 27 tahun, misalnya - ia juara dunia IBF sekaligus WBA di kelas menengah super lebih suka mempertahankan gelarnya untuk WBA, Selasa pekan ini di Changju, melawan petinju Indonesia Polly Pasireron, 29 tahun. Bagi khalayak tinju di Indonesia, Park bukanlah nama yang asing. Petinju Korea itu sebelumnya pernah membantai 3 petinju Indonesia: Rocky Joe Uakarta, 1980), Suwarno (Seoul, 1981), dan Valens Hurulean (Seoul, 1982). Dan pertandingannya melawan Polly - penantang ke-6 WBA - merupakan pertarungan Park yang keempat untuk mempertahankan gelar juara dunia WBA di kelasnya. Park terakhir bertarung di bawah bendera IBF ketika berhasil mempertahankan gelarnya melawan petinju Uganda, Emmanuel Otti, dengan kemenangan KO, Juli tahun silam di Kwangju, Kor-Sel. Park tampaknya tak ambil pusing atas kewajibannya mempertahankan gelar di bawah bendera IBF. Karena itulah Presiden IBF Robert W. Lee menyayangkan sikap petinju Korea itu. "Ia seharusnya juga mempertahankan gelarnya sebagai juara IBF," kata Lee kepada TEMPO lewat telepon internasional dari markas besar IBF di Newark, New Jersey, AS. Presiden Lee memang patut kecewa. Park Desember lalu sukses mempertahankan gelar juara WBA, dengan meng-KO petinju Meksiko, Jesus Gallardo, di Seoul. Karena itulah sepantasnya kini ia juga dituntut bertarung mempertahankan gelarnya di bawah bendera IBF. "Apalagi kami yang memberikan kesempatan pertama buat Chong Pal-Park menjadi juara dunia di tahun 1984," kata Lee dengan nada sewot. Kemarahan pimpinan tertinggi IBF itu memang dibuktikannya. "Terpaksa gelar juara yang disandang Park kami copot," kata Lee dengan tegas. Pihak IBF sudah menyiapkan pertarungan memperebutkan gelar juara yang lowong di kelas menengah super IBF itu, dengan mempertandingkan Graciano Rocchigiani Jerman Barat) melawan Vincent Boulware (AS), 11 Maret mendatang di Dusseldorf, Jerman Barat. Tiga juara dunia versi IBF asal Kor-Sel lainnya - Seung Hoon-Lee (bulu yunior) Chang Ho-Choi (terbang), dan Jum Hwan Choi (terbang yunior), juga terancam bakal mengalami nasib serupa dengan Chong Pal-Park. Tapi kenapa Kor-Sel tak menghormati IBF? Menurut kalangan tinju di negeri gmseng ItU, pertandingan yang diselenggarakan IBF tak lagi populer. Pangkalnya adalah, "Administrasi IBF yang acak-acakan," begitu mereka menuding. Salah satu contoh brengseknya roda administrasi IBF terlihat ketika petinju Kor-Sel, Soo Chun-Kwon - ketika itu masih juara kelas bantam yunior - sedianya bertanding mempertahankan gelar melawan Alberto Castro dari Colombia, 1984. Rupanya, promotor Ho Yun-Chun, yang menyelenggarakan pertarungan itu, tak mendatangkan Alberto Castro yang sebenarnya. Chun mengakalinya dengan mendatangkan petinju Colombia lainnya. Maka, terjadilah "tinju sabun" yang tentu saja dimenangkan oleh Kwon. Dua jaringan televisi, Menwa Broadcasting Corp. (MBC) dan Korean Broadcasting System (KBS) yang sudah membeli hak siaran pertandingan itu merasa dikibulin da mengalami kerugian. Itulah sebabnya hingga kini kedua jaringan televisi itu konon tak lagi bersedia membeli hak siaran pertandingan tinju yang di- selenggarakan badan tinju IBF. Buntutnya, promotor penyelenggara pertandignan itu, Ho Yun-Chun diadili. Ia, yang juga manajer petinju Kwon dihukum penjara 1 tahun. Presiden KBC waktu itu, Jung Kyu-Yang, kontan meletak kan jabatannya karena aib. Betulkah IBF terlibat dalam skandal tinju itu? "Tidak. Kami justru sudah tahu bahwa petinju yang dibawa promotor Chun adalah petinju yang bukan bernama Alberto Castro. Castro yang sebenarnya ketika itu berada di Panama," kata Robert Lee. Badan tinju IBF tak memberikan pengakuan atas pertarungan itu. "Kami juga tak mengirimkan pengawas dari IBF," tambal Presiden IBF itu. Lalu mengapa inside yang sudah tiga tahu lampau itu kembali ditiup-tiupkan sekarang "Ini soal politik dagang,' ujar Ketua Harian KTI M. Anwar. Sikap Kor-Sel terhadap IBF tampaknya ada hubungannya dengan persaingan diantara tiga badan tinju dunia WBA, WBC, dan IBF-yang terus berebut pengaruh. Ketua Komisi Tinju Kor-Sel (KBC) yang sekarang, Nam Chung, ternyata juga anggota Komite Eksekutif badan tinju WBC. Nam Chun tampaknya melihat bahwa badan tinju IBI di kawasan Asia Pasifik dirasakan sudah terlalu besar pengaruhnya ketimbang badan tinju WBC. Bahkan di Kor-Sel sendiri - dari 6 petinju juara dunia yang ada - tercatat hanya satu petinju juara dunia yang berasai dari WBC. Yaitu Jung Ko-Chang (terbang) Padahal, umur IBF sekitar 20 tahun lebih muda dibandingkan WBC, yang lahir 1963. "IBF sekarang memiliki 32 anggota komisi tinju dari berbagai negara," tutur Lee dengan bangga. Lalu bagaimana dengan KTI? "Kami tak terpengaruh oleh pernyataan Kor-Sel yang ingin keluar dari IBF. KTI menganut prinsip bebas aktif," jawab Anwar diplomatis. Hubungan kerja sama antara IBF dan KTI selama ini, menurut dia, sudah berjalan mulus. Malah, "Berhubungan dengan WBC dan WBA justru lebih sulit, karena mesti pakai perantara," kata Anwar, agak mengeluh. Bachtiar Abdullah dan Ahmed K. Soeriawidjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini